tag:blogger.com,1999:blog-46875962913457657592012-10-03T19:59:33.344-07:00USAjourney (AMAZING LOUIE)a treasure in this adventuring life.Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.comBlogger171125tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-24609958206570144742012-10-03T19:59:00.002-07:002012-10-03T19:59:33.360-07:002012-10-03T19:59:33.360-07:00Naskah Kuno, Hukum Kekayaan Intelektual dan Kraton Ngayogyakarta<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pengampu dan pusat kebudayaan Jawa tidak
hanya menyimpan pesona wisata atas atraksi budaya materialnya. Wayang, batik,
jajanan lokal, tari-tarian hingga tempat-tempat bersejarah seperti kraton dan
pemandian Taman Sari baru segelintir dari kekayaan hakiki yang tersimpan di
provinsi pertama Republik Indonesia ini. Rupa-rupa budaya immaterial Kraton
Yogyakarta seperti filosofi kehidupan, ilmu <i>titen</i>,
konsep-konsep kepemimpinan lokal, hingga resep-resep tradisional yang
diwariskan oleh leluhur secara turun-temurun merupakan harta karun yang sesungguhnya.
Nilai-nilai ini terekam di dalam lembaran-lembaran naskah kuno kraton yang menunggu
kalangan awam dan akademisi untuk
mengenali serta mengkajinya lebih lanjut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Kraton Kasultanan Ngayogyakarta
Hardiningrat telah melewati sejarah panjang sebagai salah satu kekuatan yang
berhasil selamat dari cengkraman kolonialisme selama 350 tahun di nusantara.
Keluhuran nilai-nilai yang dipegung teguh oleh kraton tersebut berhulu pada
kitab-kitab atau naskah-naskah kuno yang merupakan mata air kearifan lokal
peradaban Jawa klasik. Bukti nyata dari visi serta kecendikiawanan masyarakat
Jawa kuno ini nampak dari proses adopsi mereka terhadap aksara Pallawa dari
India yang kemudian di-<i>local genius</i>-kan
menjadi aksara Jawa sesuai karakter bahasa dan kultur lokal. Penulisan
kitab-kitab sastra, kitab-kitab ilmu pengetahuan dan kitab-kitab agama oleh
para pujangga yang dipatroni oleh kraton berhasil melestarikan penggunaan
aksara Jawa sehingga masih dapat bertahan pada hari ini. Tidak hanya itu,
naskah-naskah kuno tersebut pun berperan sebagai arsip penting yang merekam
kejadian masa lalu sehingga dapat menjadi bahan kajian kalangan akademisi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Memasuki abad ke-20 ini,
naskah-naskah kuno yang berisi warisan peradaban tersebut semakin hilang dari
peredaran. Sejak era-era sebelum kemerdekaan, telah terjadi perampokan
besar-besaran atas kekayaan intelektual lokal dengan dipindahkannya
naskah-naskah kuno kraton ke tangan pemerintah kolonial. Booming kajian
Indology di kalangan pemerintah kolonial menyedot perhatian serta kebutuhan
akan sumber informasi yang lengkap dari Hindia Timur. Tercatat, pada tahun 1812
Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles yang pernah mengarang sebuah <i>magnum opus</i> mengenai budaya Jawa melalui
bukunya <i>“The History of Java”</i> mengeluarkan
kewajiban atas kraton Yogyakarta untuk menyerahkan koleksi naskah-naskah
kunonya. Selama seminggu ada lima gerobak naskah yang dibawa ke Belanda dan
Inggris.<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Naskah-naskah yang berjumlah hingga 7.000 eksemplar itu kini tersimpan di
British Council dan Raffles Foundation. Inggris dan Belanda menjadi negara yang
paling banyak menyimpan naskah kuno kraton Yogyakarta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-_5DI0_-3-wk/UGz6mNBt3YI/AAAAAAAABnI/YRstncpt8LI/s1600/2012-09-13+08.14.16.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-_5DI0_-3-wk/UGz6mNBt3YI/AAAAAAAABnI/YRstncpt8LI/s320/2012-09-13+08.14.16.jpg" width="240" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Amat disayangkan, di tengah
pergulatan Indonesia dari segi politik, ekonomi, dan sosial dengan globalisasi,
faktor kebudayaan seakan-akan luput dari perhatian. Invasi budaya asing melalui
<i>pop culture</i> menginfiltrasi<i> interest</i> generasi muda terhadap musik,
fashion, gaya hidup, makanan, bahkan bahasa. Minat masyarakat yang rendah
terhadap kajian naskah kuno ini menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia. Terbatasnya
fasilitas, kurangnya tenaga ahli serta sumber daya manusia, dan ketiadaan biaya
untuk perawatan menyebabkan sejumlah pemilik naskah kuno cenderung menjualnya
ke pedagang perantara yang masuk ke kampung.<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a></span><span style="font-size: 18.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"> </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mukhlis PaEni, ahli dan
peneliti naskah kuno, dalam seminar ”Strategi Kebudayaan dan Pengelolaannya”
menyatakan bahwa manuskrip Nusantara mengalir setiap hari ke tangan pembeli
naskah yang berani membayar paling rendah Rp 5 juta untuk jenis naskah yang apa
adanya dan compang-camping hingga Rp 50 juta untuk naskah-naskah utuh bahkan
lebih.<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Fakta-fakta miris mengenai kondisi
naskah kuno kraton Yogyakarta di atas menggerakkan Sri Sultan Hamengkubuwono X
yang menginginkan ribuan naskah keraton DIY di Belanda dan Inggris untuk diteliti
atau dipelajari oleh pihak kraton.<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Sistem hukum Indonesia yang memuat perlindungan terhadap Hak Kekayaan
Intelektual dianggap tidak dapat melindungi keberadaan naskah-naskah kuno
nusantara yang berada di tangan bangsa asing ini. Menyadari bahwa ribuan naskah
tersebut tidak bisa diminta kembali untuk menjadi milik keraton, Sultan
Hamengkubuwono X berharap, selain bisa dipelajari, kraton juga bisa
mendapatkan <i>micro film</i> dari naskah-naskah itu.<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Adanya dorongan untuk memiliki kembali naskah kuno tersebut sebagai traditional
knowledge warisan leluhur mendorong perlunya suatu usaha hukum yang tepat agar
dapat melindungi kepentingan bangsa Indonesia di kemudian hari.<o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-YrTpIcOSXIU/UGz6x1mp8UI/AAAAAAAABnQ/YoFB1JNYook/s1600/2012-09-13+08.16.16.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://3.bp.blogspot.com/-YrTpIcOSXIU/UGz6x1mp8UI/AAAAAAAABnQ/YoFB1JNYook/s400/2012-09-13+08.16.16.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Naskah kuno sebagai sebagai peninggalan
yang berisi pengetahuan tradisional milik bersama kraton dan masyarakat Daerah
Istimewa Yogyakarta ini perlu dijaga dan dilestarikan. Akses masyarakat yang
terbatas terhadap naskah-naskah kuno kraton yang berada di museum-museum,
institut-institut, universitas-universitas maupun koleksi-koleksi pribadi di
luar negeri berimbas pada ketidaktahuan serta hilangnya jati diri bangsa.
Secara tidak disadari, masyarakat tercerabut dari nilai-nilai filosofisnya
karena kehilangan referensi mereka terhadap kearifan lokal yang telah
diturunkan secara turun-temurun melalui naskah-naskah kuno tersebut. Minimnya
perhatian dari pemerintah pusat menyebabkan naskah-naskah kuno yang masih
berada di Indonesia pun mengenaskan kondisinya. Situasi perlindungan naskah
kuno di Indonesia bak buah simalakama karena terjebak oleh realitas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Indonesia sebagai negara yang besar dengan keanekaragaman suku
bangsa yang tinggi perlu mengayomi kebutuhan masyarakatnya melalui ketentuan
hukum yang tepat guna. Dengan mengkaji kasus-kasus yang berhubungan langsung
dengan <i>grass root society </i>seperti ini, suatu saat semoga timbul kesadaran dalam diri generasi muda untuk melakukan kontribusi
nyata pada masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
hukum kekayaan intelektual.<o:p></o:p></span></div>
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a> Sultan Minta Belanda-Inggris Serahkan Salinan
Ulang Naskah Kuno DIY, Olivia Lewi Pramesti,<o:p></o:p></div>
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/05/sultan-minta-belanda-inggris-serahkan-salinan-ulang-naskah-kuno-diy">http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/05/sultan-minta-belanda-inggris-serahkan-salinan-ulang-naskah-kuno-diy</a>,
diakses pada tanggal 24 September 2012.<o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a> Manuskrip
Kuno Tak Ada Biaya Perawatan, Naskah Dijual, <a href="http://jakarta45.wordpress.com/2009/09/18/seni-budaya-manuskrip-kuno-tak-ada-biaya-perawatan-naskah-dijual/">http://jakarta45.wordpress.com/2009/09/18/seni-budaya-manuskrip-kuno-tak-ada-biaya-perawatan-naskah-dijual/</a>,
diakses pada tanggal 23 September 2012.<o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a> <i>Ibid</i>.<o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a> <i>Sultan Minta Belanda-Inggris</i>. Paragraf
4.<o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///C:/Users/Asus/Documents/Latar%20Belakang%20Penelitian.docx#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a> <i>Ibid</i>.<o:p></o:p></div>
</div>
</div>
<div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-2460995820657014474?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-85754706279069065522012-06-24T00:40:00.000-07:002012-06-24T00:40:09.529-07:002012-06-24T00:40:09.529-07:00Ketika Diplomasi Serumpun Seringan Membuat Teman Baru<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Apa yang terbayang di
dalam benak anda ketika mendengar kata “Malaysia”? Perebutan pulau-pulau
terluar, kasus penyiksaan buruh migran Indonesia, serta klaim budaya berada di
tiga urutan teratas ketika kami menanyakan pertanyaan tersebut kepada
mahasiswa. Pemberitaan di media terkait Malaysia hanya berkisar hal-hal itu
sehingga wajar saja sebagian besar masyarakat kita cukup puas dengan gambaran
negatif terhadap jirannya tanpa perlu mencari tahu lagi. Namun bagaimana jika
ternyata dibalik isu-isu negatif itu, hubungan Indonesia-Malaysia amatlah
akrab, bahkan saling mempengaruhi satu sama lain?<o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-kMeql-hwxBI/T-bA218sx4I/AAAAAAAABjQ/aU6jIFhG8ts/s1600/100_1846.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-kMeql-hwxBI/T-bA218sx4I/AAAAAAAABjQ/aU6jIFhG8ts/s320/100_1846.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>LONTARA PROJECT atau La Galigo for
Nusantara yang merupakan sebuah gerakan konservasi kreatif budaya-budaya lokal
di Sulawesi Selatan oleh para pemuda, pekan lalu (25 hingga 29 Mei 2012)
mengadakan kunjungan kebudayaan ke Malaysia. Dengan mengusung tema <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cultural diplomacy</i> dalam bentuk
seinformal mungkin, tim kami berusaha menjembatani perbedaan perspektif antara
kedua negara dengan cara mengunjungi situs-situs bersejarah yang memiliki
kaitan dengan Bugis di Malaysia serta berdialog langsung dengan rekan-rekan
pelajar dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Tim cultural diplomacy kami yang
terdiri atas Muhammad Ahlul Amri Buana (UGM), Fitria Sudirman (UI), Rahmat Dwi
Putranto (UGM), serta Muhammad Ulil Ahsan (Mercubuana Jogja) difasilitasi oleh
Prof. DR. Nurhayati Rahman agar dapat berbicara dihadapan khalayak mahasiswa
dan dosen Akademi Pengkajian Melayu. Atas dukungan beliau, kedua negara dapat
saling melihat, mendengar, dan bertukar pikiran tanpa media yang acap kali
tidak meng-<i style="mso-bidi-font-style: normal;">cover both sides</i>. Pada
kesempatan ini pula tim kami mengajak pemuda-pemuda di negara Siti Nurhaliza untuk
ikut bergabung dalam usaha melestarikan budaya dan nilai-nilai lokal bangsa
melalui seni, industri kreatif, dan produksi-produksi baru lainnya agar dapat
diterima kalangan luas di era globalisasi ini.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sejarah jelas tidak dapat
menyembunyikan besarnya pengaruh para migran Bugis awal dalam pembangunan
Malaysia. Lima dari sembilan sultannya merupakan keturunan Bugis; situs-situs
klasik yang mewakili berdirinya keraton Selangor, Johor, dan Melaka pun adalah
saksi nyata atas percampuran budaya Bugis-Melayu di nusantara. Artefak-artefak
berelemen khas Bugis serupa pakaian berbenang emas dengan motif <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sulappaq eppaq</i>, sundang atau keris
Bugis, mahkota, perhiasan emas, badik, tombak, serta baju zirah terpajang indah
di Galeri Diraja Sultan Shalahuddin bin Abdul Aziz maupun Muzium Nasional
Malaysia. Silsilah raja-raja Selangor yang berhulu di Raja Lumu, seorang tokoh
Bugis pemimpin perlawanan terhadap VOC, menyiratkan kebanggaan para pewaris
takhta atas darah Sulawesi yang mereka miliki. Nisan-nisan yang mengukir
nama-nama dengan gelar-gelar Bugis-Makassar serupa Opu dan Daeng pun
seakan-akan membenarkan silsilah-silsilah tersebut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-uGlvKtLWc1g/T-bDr24vECI/AAAAAAAABjg/Twa3QBXtNyM/s1600/DSC04365.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-uGlvKtLWc1g/T-bDr24vECI/AAAAAAAABjg/Twa3QBXtNyM/s320/DSC04365.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Di Malaysia sendiri, keturunan Bugis
diaspora sejak abad ke-18 jumlahnya tidak sebanyak migran dari Jawa maupun
Minangkabau, akan tetapi peran mereka paling krusial. Dari lima etnis nusantara
yang bercampur baur dalam identitas Melayu-Islam (dua lainnya ialah Aceh dan
Banjar), suku Bugis lah yang secara dominan bermain di sektor politik. Tun
Abdul Razak yang merupakan Perdana Menteri Malaysia pertama ialah keturunan
Bugis Maros, demikian halnya dengan Perdana Menteri yang menjabat sekarang,
keturunan Gowa. Seluruh keturunan masyarakat Sulawesi Selatan di Malaysia
secara simpel digolongkan sebagai “Bugis”, meskipun jika dikaji secara mendalam
individu yang bersangkutan dapat saja berasal dari Makassar, Mandar, ataupun
Luwu.<span style="mso-tab-count: 1;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
kunjungan tim La Galigo for Nusantara kali ini, selain menyempatkan diri
menyaksikan regalia-regalia kesultanan Selangor yang berkaitan dengan Bugis di
museum maupun istananya, kami juga mendapat kesempatan untuk berinteraksi
langsung dengan seorang keturunan diaspora. Mohammad Zahamri Nizar, tetapi kami
akrab memanggilnya dengan sebutan abang. Pria pendiam yang murah senyum ini
adalah seorang keturunan Bugis dari Perak. Meskipun tidak dapat berbicara
Bahasa Bugis, kecintaan beliau terhadap budaya leluhurnya ini terus membara.
Entah sudah generasi Bugis yang keberapa, namun abang meluapkan kecintaan
kepada leluhurnya ini dengan melakukan banyak riset mengenai peran Bugis di Semenanjung
Melayu. Beliaulah yang dengan antusias mengajak kami berkeliling Kuala Lumpur,
Shah Alam hingga Kampung Kuantan dalam rangka menapak tilasi jejak kakek
moyangnya ketika memasuki daratan yang terpisah ribuan kilometer dari Sulawesi.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Perjalanan kali ini kami ditutup
dengan banyak pengalaman dan pelajaran baru. Pelajar-pelajar di Akademi
Pengkajian Melayu berjanji untuk mengadakan kerjasama dengan La Galigo for
Nusantara, tim kami pun menyambut niatan baik tersebut serta menunggu
kedatangan mereka untuk berkunjung ke Indonesia. Batas-batas negara yang
tercipta antara Indonesia dan Malaysia adalah garis-garis geopolitik yang
tercipta dari abad ke-20. Namun batas-batas itu tidak dapat melumerkan
dinamisnya budaya untuk melintasi ruang dan waktu melalui percampuran
penduduknya. Pembauran kebudayaan inilah yang kerap menuai kontroversi; <b>apakah
budaya dibatasi secara geopolitis atau dapat pula diwariskan melalui darah?</b>
Kesalahpahaman yang marak diperbincangkan belakangan ini ialah ketika di
Indonesia kita menolak tradisi-tradisi asli bangsa dilestarikan di Malaysia,
padahal mereka juga keturunan asli pemilik budaya tersebut. Kenyataan bahwa
Indonesia dan Malaysia adalah negara serumpun dengan bahasa dan identitas yang
mirip semakin dilupakan orang. Kedua bangsa saling melihat dengan tatapan
asing. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Diplomasi
kebudayaan yang kami lakukan kali ini seringan menjalin perkawanan baru dengan
pelajar-pelajar Universiti Malaya. Tidak ada heboh-heboh perkara batik,
rendang, ataupun reog. Yang kami sadari adalah bahwa kedua bangsa ini faktanya
memang serumpun. Semoga di masa mendatang melalui generasi mudanya kedua negara
dapat kembali menjalin persahabatan yang mesra, tidak hanya secara politis,
tetapi juga secara kekeluargaan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Yogyakarta,
6 Juni 2012<o:p></o:p></span></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-8575470627906906552?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-27996272804755441612012-06-07T20:39:00.000-07:002012-06-07T22:49:05.249-07:002012-06-07T22:49:05.249-07:00"Ra Jowo" dan Culture Labelling<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Salah satu keuntungan dibesarkan oleh dua orang tua yang masing-masing memiliki adat-istiadat mereka sendiri adalah fleksibilitas saya untuk mengganti perspektif kebudayaan. Setidaknya, saya salah satu dari 281 juta jiwa di Indonesia yang merasakan kehidupan rumah tangga bersendi multikulturalisme sebagaimana dulu dicita-citakan oleh Bung Karno. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Saya pun beruntung karena tumbuh dan berkembang tidak di satu daerah saja, melainkan harus tinggal di empat pulau yang berbeda sebelum umur saya mencapai 12 tahun. Hal tersebut kalau tidak bisa dibilang suatu nilai tambah berarti ya sebuah anugerah. Kata sahabat saya yang bernama Chandrawulan, prediket <i>"anak diplomat lokal"</i> layak disematkan kepada saya atas pemahaman serta pengetahuan bahasa lokal saya dari tempat-tempat tersebut. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-Umrtw2pgW5Q/T9FyL_T8cQI/AAAAAAAABi4/hKfnteOJh1Y/s1600/n566799736_970225_5169.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://2.bp.blogspot.com/-Umrtw2pgW5Q/T9FyL_T8cQI/AAAAAAAABi4/hKfnteOJh1Y/s400/n566799736_970225_5169.jpg" width="286" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Namun harus diakui, penguasaan saya terhadap budaya-budaya ini sebatas pada pengetahuan dasar saja. Dengan kata lain, hanya kepada pengetahuan yang muncul di permukaan masyarakat itu saja. Sebagai contoh, saya tidak dapat berbahasa Mandar kecuali beberapa kata sederhana (padahal itu bahasa suku ayah saya) dan ibu saya tidak bisa berbahasa Bugis (padahal itu bahasa ayahnya). Saya bisa berbahasa Jawa Ngoko, dan dapat berinteraksi dengan bahasa Makassar-Pasar. Akan tetapi, toh tren seperti itulah yang marak di negara kita sekarang. Anak muda dari suatu daerah tidak benar-benar paham akan budaya lokal mereka sendiri (apalagi jika mereka dibesarkan di kota-kota metropolis). Bahasa yang dipergunakan tidak murni lagi bahasa daerah (karena dianggap memalukan) tapi merupakan "Bahasa Pasar" yang merupakan campuran dari Bahasa Indonesia atau bahkan Bahasa Inggris. Lantas, apakah menggunakan "bahasa kotor" ini salah? </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333;">Saya pribadi tidak akan menganggap demikian, sebab demikianlah fenomena jaman. Suatu bahasa tidak akan dapat bertahan </span><span class="Apple-style-span" style="color: #333333;">melawan fleksibilitas arus waktu. Bahkan bahasa yang kita anggap kuno sekalipun seperti Bahasa Sansekerta atau Arab juga banyak mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa lainnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #333333;">Lanjut ke soal budaya. Berdasarkan obervasi sederhana saya sebagai anak "Bhinneka Tunggal Ika", budaya-budaya kita di nusantara yang telah berinteraksi selama berabad-abad di area seluas </span><span class="Apple-style-span" style="color: #222222; line-height: 16px;">1.919.440 km2 dan digenangi air di segenap penjurunya ini mengembangkan perspektif lokal akan bagaimana cara mereka melihat dunia dan bangsa lain. Cara pandang inilah yang kita kenal pada zaman sekarang dengan sebutan "stereotype". Berbeda dengan suku Bajau yang selalu<i> mobile</i> (karena hidup terapung-apung di lautan untuk menjauhi konflik kepentingan dengan penguasa-penguasa lokal di daratan), mayoritas suku-suku di Indonesia hidupnya masih "di pedalaman". Pedalaman yang maksud di sini tidak lantas secara literal merujuk kepada kondisi geografis mereka, akan tetapi mayoritas penduduk atas suku-suku di Indonesia tidak banyak berinteraksi dengan pendatang asing. Kalaupun terjadi interaksi, itu hanya terbatas pada kaum pedagang, pelayar, dan bangsawan-bangsawan penguasa daerah. Mayoritas penduduknya yang hidup biasa-biasa saja di tengah desa akan memandang asing seseorang dari ras tertentu dengan model pakaian dan rambut yang berbeda dengan yang biasa mereka saksikan sehari-hari. Dan itu bukan sesuatu yang buruk. </span><span class="Apple-style-span" style="color: #222222; line-height: 16px;"><i>It's not right, it's not wrong, it's just different.</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 16px;"><i><br /></i></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-iU0sYrawwWw/T9FyAXOB4sI/AAAAAAAABiw/6Kvi26aFpeo/s1600/Unity-Web.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="302" src="http://2.bp.blogspot.com/-iU0sYrawwWw/T9FyAXOB4sI/AAAAAAAABiw/6Kvi26aFpeo/s400/Unity-Web.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 16px;"><i><br /></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;">Nah, berhubung di rumah kami "invasi Jawa" dengan hadirnya adik-adik dan keponakan ibu saya lebih kuat (meskipun faktanya mereka juga keturunan seperempat Bugis dan seperempat Melayu) maka cultural perspective yang terbentuk lebih dominan ke Jawa. Kami, anak-anaknya, mengalami proses Javanisasi. Mulai dari cara makan, cara bertutur kepada orang lain, dan bahkan cara memandang orang lain. Menurut saya, itu bagus. Bangsa Jawa adalah orang-orang dengan karakter terbuka yang suka mengobservasi suku-suku lain di nusantara. Mereka juga pandai dalam menempatkan diri dalam masyarakat. Mungkin karena telah ratusan tahun berjaya dengan kekuatan peradaban yang sanggup membangun candi-candi batu raksasa dan penaklukkan ke segenap penjuru nusantara, orang-orang Jawa mempunyai karakter tenang, bersahaja, ingin selalu mengayomi, berwibawa namun tetap waspada. Dari komunitas kecil yang menjunjung nilai-nilai inilah kemudian saya sering mendengar celetukan "ra jawa".</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;">"Ra jawa" secara harfiah berarti tidak atau bukan Jawa. Secara konotatif, maknanya berarti orang yang tidak bertata krama seperti orang Jawa, dengan kata lain sinonim atas istilah "tidak beradab". "Ra jawa" ini tercetus ketika seseorang terlihat sedang makan sambil mengobrol, atau makan dengan tangan kiri, menaikkan kaki di atas kursi, berbicara lantang dihadapan orang tua, dan lain sebagainya. Singkatnya apabila individu tersebut melakukan tindakan yang melanggar norma-norma Kejawian. Seorang Jawa totok pun bisa diceletuki "ra jawa" apabila dia melanggar norma-norma tersebut. Yang menarik dari celetukan ini ialah, dalam kebudayaan Jawa yang beradab itu ya hanya Jawa. Sedangkan nilai-nilai yang dianggap tabu, pantang, atau pemali dikategorikan sebagai hal-hal di "luar Jawa".</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;">Di daerah lain, tentu berbeda pula istilah yang mereka gunakan untuk melabeli seseorang yang dianggap tidak beradab. Sebagai contoh, pada sebuah buku yang mengulas sastra klasik La Galigo, saya baru tahu bahwa dulu orang Bugis Kuno memakai istilah "Jawa" untuk bangsa-bangsa barbar, atau orang-orang di luar pulau mereka. Jadi Jawa tidak selamanya merujuk kepada Jawa, namun bisa juga kepada kesatuan etnis lain yang mereka tidak punya gambaran yang tepat akan karakteristiknya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;"><br /></span></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-RhidHqmQRm0/T9FylGryXiI/AAAAAAAABjA/Zn5hex76vSw/s1600/DSC_0042.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-RhidHqmQRm0/T9FylGryXiI/AAAAAAAABjA/Zn5hex76vSw/s320/DSC_0042.jpg" width="214" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Me and my sister embraces our 1/4 Javanese heritage</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;">Indonesia, negara dengan lebih dari 500 etnis. Bersyukur kita semua dapat disatukan dengan jargon indah (dari sebuah kitab berbahasa Jawa Kuno namun sebenarnya hasil adopsi dari sebuah kitab agama berbahasa India) dan bendera yang melambangkan kekuatan serta kesucian bangsa ini. Stereotype-steretype seperti "orang Minang itu pelit", "orang Makassar itu bengis", "orang Batak itu keras", atau "orang Bali itu pasti jago menari" tidak akan pernah hilang dari persada nusantara selama keragaman tetap ada. Lantas, apakah <i>culture labelling</i> itu sesuatu yang buruk dan harus dihilangkan karena dapat mengancam persatuan? Saya kurang setuju. Menurut saya pribadi, cara untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini adalah dengan menghayati segala perbedaan yang ada dan menerimanya. Semangat kedaerahan itu penting untuk membangkitkan kembali nilai-nilai lokal, akan tetapi jangan lupa, keutuhan bangsa ini berada di atas segala kepentingan etnis. Berhubung <i>culture labelling</i> adalah sesuatu yang tidak mungkin hilang dari negara ini, ya kesadaran diri kita sebagai makhluk sosial-lah yang harus dibuat lebih peka.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 16px;">Sayangi tetanggamu seperti engkau menyayangi dirimu sendiri, entah dimana saya membaca kalimat itu (Bibel? Hadis?) tapi jika tidak ingin memetik konflik, maka jangan menanam <i>culture labelling</i> yang biji-bijinya sudah tersedia di luar sana.</span></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 16px;"><i><br /></i></span></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-2799627280475544161?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-66724731964656084882012-04-23T19:49:00.003-07:002012-04-23T21:39:32.463-07:002012-04-23T21:39:32.463-07:00Tentang Bertambah Tua...<div style="text-align: center;">
Baru saja lepas 1 minggu persis semenjak perayaan ulang tahun saya. Ulang tahun yang meriah di rumah sendiri bersama keluarga dan sahabat-sahabat tersayang. Setelah kira-kira dua tahun tidak merayakannya "secara pantas" berhubung tinggal di rantauan, akhirnya kemarin kami bisa berkumpul dan makan-makan. Sederhana acaranya. Bapak masak ikan, mama buat opor, dipadu dua kue ulang tahun (yang satunya hadiah dari kakak-kakak AFS Makassar) dan buah-buahan. Tapi suasananya... Begitu hangat dan menyenangkan :)</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-vatq95Srvc8/T5YTL55YSJI/AAAAAAAABYs/hMQAwj7RNvQ/s1600/89ab0b2287d311e181bd12313817987b_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-vatq95Srvc8/T5YTL55YSJI/AAAAAAAABYs/hMQAwj7RNvQ/s320/89ab0b2287d311e181bd12313817987b_7.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Di usia yang tergolong "berkepala dua" dan tidak muda ini, harapan saya simpel: pokoknya awal/pertengahan tahun depan musti wisuda! Pokoknya bisa nyambung S2 sesegera mungkin atau magang di UNESCO! Pokoknya program-program Lontara Project berjalan sebagaimana mestinya! Pokoknya team KKN Selayar bisa mendapatkan dana yang cukup dan kegiatan kami besok sukses! Pokoknya bisa membahagiakan orang tua!</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Hihihihi... Kebanyakan "pokoknya" ya :D</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-YySOKo6gco4/T5YuVVLIK3I/AAAAAAAABY4/zny4ZdYb938/s1600/149737_3744808064568_1407246183_3478911_1553040982_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://2.bp.blogspot.com/-YySOKo6gco4/T5YuVVLIK3I/AAAAAAAABY4/zny4ZdYb938/s400/149737_3744808064568_1407246183_3478911_1553040982_n.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Saya tidak ingin setiap rupiah yang terbuang dari hasil jerih payah orang tua saya berakhir percuma. Saya juga tidak mengharapkan doa-doa mereka yang setiap malam terlantun dan menjadi penguat jiwa menguap karena kemalasan atau ketidak-profesionalan saya. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Umur semakin tua, hidup yang dihadapi semakin serius pula. Target yang dikejar semakin tinggi, usaha yang dilakukan juga harus nyata, bukan cuma angan-angan dalam tulisan.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
BISMILLAH HIRRAHMAN NIRRAHIM...</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
"Hari esok harus lebih baik dari hari yang sudah-sudah"!</div>
<div>
<br /></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-6672473196465608488?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-43719692362848182602012-04-08T19:16:00.000-07:002012-04-08T19:16:25.026-07:002012-04-08T19:16:25.026-07:00Pengurus Inti AFS Jogja: Photo-shoot!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: center;"><i>Wah, nggak kerasa udah hampir 2 tahun menjalankan amanat di Bina Antarbudaya local chapter Yogyakarta :) Udah 2 generasi yang berangkat ke Amerika, Eropa, dan Jepang di bawah supervise kami... Menyenangkan bekerja dengan orang-orang kreatif, terbuka, dan lucu-lucu ini! I'll miss our sincere togetherness, friends!</i></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-NJVvfjdQTUs/T4JGHZdKHxI/AAAAAAAABVA/ANB55SCAJvk/s1600/MG_7336-edit-tulisan-cy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="http://1.bp.blogspot.com/-NJVvfjdQTUs/T4JGHZdKHxI/AAAAAAAABVA/ANB55SCAJvk/s640/MG_7336-edit-tulisan-cy.jpg" width="640" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-SC-_0tmfC9Y/T4JGLDSsJwI/AAAAAAAABVI/e_A7DEGg_r0/s1600/MG_7362-edit-tulisan-cy-resize3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="http://3.bp.blogspot.com/-SC-_0tmfC9Y/T4JGLDSsJwI/AAAAAAAABVI/e_A7DEGg_r0/s640/MG_7362-edit-tulisan-cy-resize3.jpg" width="640" /></a></div><div style="text-align: center;"><i><br />
</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-ozJrfSfLg70/T4JFaa27bMI/AAAAAAAABUw/2hKHYHPSBTw/s1600/528063_3481123385337_1188873719_3386106_1725489013_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="425" src="http://2.bp.blogspot.com/-ozJrfSfLg70/T4JFaa27bMI/AAAAAAAABUw/2hKHYHPSBTw/s640/528063_3481123385337_1188873719_3386106_1725489013_n.jpg" width="640" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-LkNaIPJxex8/T4JFeHTc0iI/AAAAAAAABU4/HTgrfDmSzQw/s1600/afsjogja.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="425" src="http://4.bp.blogspot.com/-LkNaIPJxex8/T4JFeHTc0iI/AAAAAAAABU4/HTgrfDmSzQw/s640/afsjogja.jpg" width="640" /></a></div><div style="text-align: center;"><i><br />
</i></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-4371969236284818260?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-91048516398065388492012-04-03T19:55:00.001-07:002012-04-03T19:58:52.675-07:002012-04-03T19:58:52.675-07:00Terangnya SejarahSejarah bisa berubah, karena sejarah adalah cerita lama yang diceritakan oleh orang-orang baru, atau cerita baru yang diceritakan oleh orang-orang lama.<br />
<br />
Mengapa saya berkesimpulan seperti itu?<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-lJxDvbVutzE/T3u4ZluFL8I/AAAAAAAABTg/DOO8UPAr2No/s1600/Adam-And-Eve.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://1.bp.blogspot.com/-lJxDvbVutzE/T3u4ZluFL8I/AAAAAAAABTg/DOO8UPAr2No/s400/Adam-And-Eve.jpg" width="290" /></a></div>Oktober tahun lalu saya membeli sebuah buku berjudul "Sriwijaya" karya Profesor Slamet Muljana. Beliau adalah salah seorang sejarawan utama Indonesia. Kemampuan beliau dalam membaca naskah-naskah dan prasasti-prasasti kuno dipadu dengan analisis yang tajam menghasilkan banyak penelitian menawan yang membongkar masa lalu Indonesia. Beliau tidak mau menerima hasil penelitian ilmuwan dari bangsa lain dengan tangan terbuka tanpa menelaahnya terlebih dahulu. Beliau bahkan berani menentang pendapat sejarawan lokal yang telah sepuh jika pendapat mereka dianggap tidak sesuai dengan fakta yang Ia temukan di lapangan.<br />
<br />
Di dalam buku "Sriwijaya" Profesor Muljana dengan sangat teliti meramu berbagai bahan untuk mengurai benang kusut terkait negri Suwarnadwipa yang dulu pernah berjaya mengontrol arus perdagangan internasional antara India dan Tiongkok. Salah satu kesimpulan beliau yang lumayan mengejutkan ialah mengenai letak geografis Ho-Ling. Berdasarkan kronik Cina, pernah ada sebuah kerajaan yang makmur sejahtera dimana pelabuhannya ramai dikunjungi pedagang mancanegara serta ilmu agama berkembang dengan sentosa. Negri tersebut dipimpin oleh seorang ratu yang adil bijaksana, amat tegas menegakkan keadilan, tidak seperti pemerintah kita jaman sekarang atau hakim-hakim berbayar di pengadilan. Dari kronik Cina itulah sejarawan lokal kemudian menyusun mitos mengenai Ratu Sima dan Kerajaan Kalingga.<br />
<br />
Nama "Kalingga" dianggap transliterasi yang tepat dari nama "Ho-Ling". Kalingga yang makmur sentosa dibawah kepemimpinan seorang rajakula wanita tadi dinisbatkan terletak di Pulau Jawa. Kalingga dipercaya sebagai kerajaan nenek moyang dinasti Sailendra dan Sanjaya dari Mataram Kuno. Teori tersebut mashyur dan bahkan diajarkan di bangku-bangku sekolahan. Kalingga menjadi semacam negri idola berbudaya Jawa-India yang hadir di masa lampau dan patut kita kenang. Akan tetapi, bagaimana jika ternyata negri yang disanjung-sanjung tersebut tidak terletak di Pulau Jawa melainkan Kalimantan? Berbekal kronik Cina, hipotesa geografis, serta bahan-bahan kuno lainnya, Prof. Muljana menyerang teori lokasi Kalingga di Jawa. Keterangan lebih lanjut dapat kawan-kawan baca sendiri di buku beliau.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-m2bT3U3XNj0/T3u3DFRI8iI/AAAAAAAABTQ/I8QewzuyZOQ/s1600/242813_10150221070069737_566799736_7107522_3609213_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="http://2.bp.blogspot.com/-m2bT3U3XNj0/T3u3DFRI8iI/AAAAAAAABTQ/I8QewzuyZOQ/s400/242813_10150221070069737_566799736_7107522_3609213_o.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Candrasengkala Candi Penataran, Blitar. Kala penjaga tahun.</i></td></tr>
</tbody></table><br />
Menurut saya fenomena ketidak-statisan sejarah ini amat menarik. Tidak ada yang tetap seperti paku tertancap di atas kayu, sifat sejarah itu seperti air yang terus-menerus mengalir dari perbukitan menuju lembah-lembah. Saya pribadi pernah mengalami peristiwa lucu bagaimana sejarah itu memiliki dua sisi dan dapat ditafsirkan terbalik. Di Makassar, tokoh seperti Arung Palakka dihujat sebagai pengkhianat di kelas-kelas sejarah. Karena aksinya bekerja sama dengan Belanda, Sultan Hasanuddin kalah dan kerajaan Gowa carut-marut.<br />
<br />
Pada suatu hari, saya bertemu dengan seorang kawan yang berasal dari Soppeng. Soppeng sejak dulu adalah wilayah Bugis yang kental persahabatannya dengan Bone (kerajaang Arung Palakka). Ketika sedang berdiskusi mengenai sejarah Sulawesi Selatan, Ia menegaskan bahwa Arung Palakka merupakan seorang pahlawan yang membela harkat, derajat, dan martabat negrinya. Terus terang saya bingung. Sedari dulu yang saya dengar dan pahami di kelas sejarah, Arung Palakka ialah penjahat yang menyebabkan Belanda bercokol di negri Gowa. Senada dengan pendapat saya, seorang kawan dari Luwu juga menegaskan bahwa Arung Palakka merupakan seorang pengkhianat. Masuk akal jika kawan saya berkata seperti itu, sebab pada kenyataannya Luwu pernah diserang oleh pasukan Arung Palakka dan jatuh ke dalam dominasi Bone.<br />
<br />
Lantas, bagaimana kita bisa merujuk kepada sejarah jika pada dasarnya Ia sendiri penuh dengan ketidakpastian dan tercemari oleh berbagai kepentingan? Napoleon Bonaparte pernah berkata: "Sejarah dibuat oleh pemenang." Kenyataan itu ada di luar sana, tergantung bagaimana seseorang menilainya. Paparan para ahli sejarah yang seharusnya obyektif bisa saja berubah menjadi subyektif di tangan para peneliti lokal. Ilmu bagaikan mara pedang, ujar Imam Ali, tergantung kepada pemakainya. Apabila kenyataan yang telah dirumuskan dengan scientific methode ciptaan Roger Bacon tidak sesuai dengan pendapat umum, maka akan muncul penolakan. Penolakan tadi berujung kepada penemuan kembali fakta, tapi kali ini harus yang bersesuaian dengan keinginan publik. Atau, jangan-jangan kenyataan itu sendiri sebenarnya tidak boleh dirumuskan secara ilmiah?<br />
<br />
Omong kosong dapat menjadi sebuah sejarah apabila dikemas dengan apik. Kita, generasi yang hidup belakangan ini adalah generasi yang hebat. Karena dengan segala keterbatasan yang kita punya, kita masih dapat belajar dari generasi masa lalu dan menghakimi mereka seenaknya. Semoga kelak di masa depan anak-cucu kita dapat memandang hari ini sebagai sejarah yang terang, agar mereka dapat belajar dari ketidaksempurnaan abad ini.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-Y_5y-cbu2bI/T3u2y74G8HI/AAAAAAAABTI/iNhvnfKnA2A/s1600/HistoryOfWomen_08.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://2.bp.blogspot.com/-Y_5y-cbu2bI/T3u2y74G8HI/AAAAAAAABTI/iNhvnfKnA2A/s320/HistoryOfWomen_08.jpg" width="320" /></a></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-9104851639806538849?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-45106181456047599642012-03-29T04:07:00.002-07:002012-03-29T04:13:28.444-07:002012-03-29T04:13:28.444-07:00Mahasiswa Makassar Menghadapi Tantangan Zaman<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 16px;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">*</span>repost dari note saya di facebook, tiga bulan yang lalu</i></span><br />
<div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Siapa yang tidak pernah mendengar nama Makassar? Familiar di telinga mungkin iya, tapi kenal belum tentu. Sebagian masyarakat di Indonesia masih menggunakan nama lama Makassar yaitu "Ujung Pandang" untuk menyebut nama ibukota Provinsi Sulawesi Selatan ini. Makassar juga merupakan nama untuk salah satu suku asli dari empat etnis yang berdiam di provinsi penghasil coklat terbesar di Indonesia itu (yang kemudian membuat negara kita menjadi produsen coklat rangking 3 di dunia). Di zaman pemerintahan Ratu Victoria dan Raja Edward di Inggris dulu nama <em>"Macassar"</em> sempat populer sebagai nama <em>hair conditioner</em> berupa minyak kelapa atau palem yang dicampur dengan aroma-aroma tertentu. Cerita punya cerita, ternyata memang Macassar oil tersebut berasal dari Sulawesi Selatan.<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-UFGZdTSFPnU/T3RCbZf5lSI/AAAAAAAABSE/o7oBPtmhqdM/s1600/demo.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-UFGZdTSFPnU/T3RCbZf5lSI/AAAAAAAABSE/o7oBPtmhqdM/s1600/demo.jpg" /></a></div><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Sekarang, nama Makassar kembali menghiasi media-media cetak maupun elektronik di Indonesia. Pemberitaan Makassar kali ini tidak ada kaitannya dengan kebesaran masa lampau, inovasi-inovasi, atau prestasi yang dicapai oleh salah satu putra daerahnya di ajang-ajang tertentu. Makassar hangat diberitakan karena tingkah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negrinya yang secara brutal melakukan aksi-aksi anarkisme di area kampus. Tawuran, pelukaan dengan senjata, aksi perusakan serta pembakaran terhadap fasilitas umum menciptakan lingkaran cerita negatif yang tak kunjung habis. Mahasiswa seakan-akan telah menanggalkan embel-embel mereka selaku civitas akademika dan merubah kampus menjadi arena pertarungan terbuka. Entah mengapa, mahasiswa yang terlibat aksi tersebut di Makassar bangga atas "perjuangan" yang mereka lakukan.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Ketika penulis menanyakan langsung kepada mahasiswa-mahasiswa yang terlibat di dalam aksi kekerasan, hampir seluruh jawaban bernada sama. Solidaritas. Ya, definisi mereka terhadap solidaritas berpadan dengan istilah "satu rasa". Apabila ada kawannya yang diserang, sontak mereka akan segera menyerang balik. Apabila ada juniornya yang dilukai, sontak mereka akan melukai balik. Begitu seterusnya, menurut mereka harga diri atas status kebersamaan itulah yang mereka jaga. Jika tidak begitu, maka sistem yang sudah dibangun selama bertahun-tahun sejak zaman senior-senior mereka dulu dapat hilang begitu saja. Padahal keberadaan sistem itulah yang menjamin eksisnya tradisi senioritas di kampus. </div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengadili mahasiswa-mahasiswa Makassar yang gemar tawuran. Bagi penulis, kesalahan tidak sepenuhnya ada pada mereka. Akan tetapi, ada sebuah faktor yang selalu luput dari perspektif pers ketika memberitakan kebrutalan mahasiswa-mahasiswa ini di media nasional. Penggambaran terhadap mahasiswa Makassar di mata mereka yang tidak pernah mengenal atau menginjakkan kaki ke Tanah Daeng bagaikan kanvas yang dituangi tinta hitam dengan merata. Generalisasi seperti inilah yang menciptakan <em>prejudice </em>atau stereotipe buruk. Pada kenyataannya, ada banyak mahasiswa asli Makassar yang tidak setuju terhadap aksi-aksi tersebut. Ada banyak suara-suara yang menentang tindak-tindak kekerasan di dalam kehidupan kampus. Sayangnya, sekali ada pemberitaan tentang Makassar, pasti tidak jauh-jauh dari aksi memalukan mahasiswanya yang membakar ban di jalan raya atau menyerang polisi. Ambil contoh prestasi unit kesenian tari dari Universitas Hasanuddin yang meraih juara IV pada Perlombaan Tarian Tradisional Tingkat Internasional di Istanbul, Turki kemarin. Kemenangan tersebut kurang disoroti oleh media, padahal jika prestasi tersebut diraih oleh universitas-universitas lain di pulau Jawa niscaya kisahnya telah diliput dimana-mana.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-vn2yTQuoCqE/T3QUjwQwyMI/AAAAAAAABR8/caPUh24RuGw/s1600/2012-03-21+08.35.22.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="http://4.bp.blogspot.com/-vn2yTQuoCqE/T3QUjwQwyMI/AAAAAAAABR8/caPUh24RuGw/s400/2012-03-21+08.35.22.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Saya dengan bangganya mengenakan pakaian adat dari Sulawesi Selatan dikawinan keluarga kami di Jawa. Sementara itu, di kampung halaman sana, rekan-rekan yang mengaku mahasiswa membuat malu tanah leluhurnya sendiri dengan aksi anarkisme berkedok "aspirasi rakyat"</span></i></td></tr>
</tbody></table><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Ketika daerah-daerah lain di Indonesia sibuk berbenah dari tragedi bencana alam atau disibukkan dengan proyek-proyek pembangunan, di Makassar isu anarkisme mahasiswa masih riuh. Tahun lalu, beberapa perusahaan besar di Indonesia sempat "memberikan teguran" kepada mahasiswa-mahasiswa Makassar agar segera menghentikan kebiasaan mereka tersebut dengan mengeluarkan larangan menerima lulusan dari sebuah universitas negri yang gemar tawuran. Rupanya teguran seperti itu pun tidak mempan. Kebijakan rektorat yang akan memecat mahasiswa yang ikut tawuran pun juga tidak berhasil. Aparat penegak hukum pun dibuat kelimpungan oleh mereka.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dulu, pemuda-pemuda Bugis-Makassar pernah mencapai puncak kebudayaan maritim melalui evolusi perahu tradisional ciptaan mereka. Perahu <em>pinisi </em> pada masa lalu memamerkan kejayaannya di pantai-pantai Semenanjung Malaya, Australia Utara, Madagaskar, pesisir Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Indonesia bagian timur. Kecakapan dan pengenalan pemuda Bugis-Makassar terhadap perahu diperkirakan terjadi sebelum abad ke-10 dengan terdapatnya relief perahu layar <em>padewakkang </em>dan<em>lepa-lepa </em>serta rumah panggung Bugis-Makassar di Candi Borobudur. Di periode pembebasan Irian Barat tahun 60-an, Presiden Soekarno sering berkonsultasi dengan pimpinan pelayaran Bugis di pelabuhan Sunda Kelapa, Muara Baru, dan Tanjung Priok. Beliau mengetahui potensi “armada perahu semut” <em>padewakkang</em> yang bentuknya kecil namun kokoh ini sehingga tahun-tahun itu perajin dari Bulukumba membuat puluhan perahu untuk pendaratan pasukan di Irian Barat.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Tidak inginkah kita mengharumkan nama Makassar seperti di masa lalu? Sudah saatnya bagi mahasiswa Makassar untuk berubah. Tradisi tawuran yang sifatnya primordial itu kini tidak dapat lagi diterima oleh masyarakat luas. Pemerintah di daerah maupun pembuat kebijakan di kampus perlu memikirkan bagaimana caranya mahasiswa dapat disibukkan dengan aktifitas-aktifitas yang mengundang prestasi. Peningkatan mutu ini penting, mengingat persaingan di daerah lain di Indonesia pun semakin lama semakin ketat. Keberanian, semangat untuk tampil, serta energi besar yang menjadi ciri karakter mahasiswa-mahasiswa Makassar hendaknya diarahkan melalui peningkatan kesadaran terhadap kearifan lokal atau organisasi-organisasi kepemudaan. Voluntarisme dapat menjadi pilihan yang tepat bagi mereka yang ingin menunjukkan karya nyata di tengah masyarakat. Menulis, bermusik, atau mengembangkan bakat olahraga secara profesional pun dapat dijadikan alternatif. Ada banyak pilihan untuk menghadapi tantangan zaman, namun semua itu tidak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan dari masyarakat, termasuk dari kaum muda lainnya di persada nusantara.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Melalui tulisan ini, penulis berharap agar saudara-saudara mahasiswa di Makassar dapat mengulangi kejayaan masa lalu nenek moyangnya dengan prestasi-prestasi besar. Tugas kita sebagai mahasiswa amatlah simpel: mengisi kemerdekaan yang dulu telah diperjuangkan oleh bapak-bapak bangsa. Penulis juga berharap kepada rekan-rekan mahasiswa lainnya di Indonesia sedia untuk selalu berbagi inspirasi. Kiranya dengan motivasi dari mahasiswa-mahasiswa lainnya, mahasiswa Makassar dapat mengaktifkan peran mereka dengan efektif di tengah komunitas. Masalah yang dihadapi pemuda manapun di Indonesia hari ini adalah masalah kita bersama.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><em>Paentengi sirri'nu!</em> </div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Jumat, 18 November 2011</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Yogyakarta</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-4510618145604759964?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-57702370063710468532012-03-26T20:52:00.006-07:002012-03-26T21:11:54.797-07:002012-03-26T21:11:54.797-07:00Copyrighted Culture?We can't hide from the fact that culture still plays important role nowadays. Anywhere you go in Indonesia, you'll see workmen or school kids wearing batik. You'll hear traditional music being played on the local radio, from daylight to the dead of night. Since culture is fun and becoming part of Indonesian daily life, the issue of "claimed culture" is a bit sensitive.<br />
<br />
Not so long ago, we could recall clearly how Malaysia was blamed due to it's commercial tourism video. It shows some traditional elements that belong to Indonesia. Wayang, batik, Reog Ponorogo, Rasa Sayange song, and the latest one is rendang. The public reaction toward this particular act is predictable, outraged by the idea of stealing identity of another nation, Indonesian bloggers fills the internet with hatred testimony to Malaysians. But spreading negative comments or blaming Malaysia won't solve any of this cultural problems. So, what's the solution?<br />
<br />
Some people believe that the using of Intellectual Property Law across the border of two nations could prevent such things. By "copyrighting", "patenting", or even "trademarking" tangible or intangible heritage such as traditional architecture, ancient manuscripts, local foods, and traditional clothes ones can save it's culture. Is it true? I personally think that it is very naive. The term of intellectual property links to personal posession, an exclusive right to respect someone's work. We can't just merely copyrighted culture, because no one really know since when the Javanese built joglo or whose the one who started batik.<br />
<br />
<i>"Copyright deals with the rights of authors in traditional cultural works like literary and artistic works. Examples of the rights that authors gain are the right to reproduce the work and the right to perform the work in public."</i> (<b>A Philospohy of Intellectual Property by Peter Drahos, 2005</b>).<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-u4bNT4XPlu8/T3E4MY9x19I/AAAAAAAABPo/yqgduCD8CXs/s1600/copyright-symbol.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-u4bNT4XPlu8/T3E4MY9x19I/AAAAAAAABPo/yqgduCD8CXs/s1600/copyright-symbol.jpg" /></a></div><br />
<br />
Based on that explanation, it is crystal clear how copyright can't be the relevant tools to protect traditional knowledge. Copyright was meant for modern-English-type literary and artistic work which the authors were known. There is an idea to simplify a product of culture which the author is unknown to refer to its group of origin. Sounds like a solution, eh? No, in fact you can't apply it to a country like Indonesia. I give you a clear example;<br />
<br />
UNESCO tried to simplify La Galigo as the intangible heritage of Bugis people in South Sulawesi. La Galigo is the largest epic in the world, been created approximately around 14th century, but no one know who was the person which flicked the fire on the first place. Then, the people of Luwu (a regency in South Sulawesi) opposes the idea of putting the whole Bugis landscape as the origin land of La Galigo, since the epic itself refers Luwu as the background where all the story begins. Please underline the fact that the whole Bugis region considers Luwu as their mother kingdom. However, the language and culture of people in Luwu differs with the rest of Bugis world. The original text of La Galigo contains a lot of archaic words that are unknown on standard Bugis language nowadays. It strengthen the Luwu's claim that UNESCO is wrong, "you can't just simply give the La Galigo claim to Bugis people while in fact it's coming from our place."<br />
<br />
In addition, the principal of "Public Domain" that attached on cultural products prevents us to copyright it. Culture isn't meant to be copyrighted, as some scholars states.<br />
<br />
However, some basic elements of copyright could be used. The concept of performing rights could prevent one culture being hijacked by others. Giving title or credits to the original group (which the author is unknown) could at least anticipate the problem. How about patent? Two years ago there was an opinion to patent the Phinisi, a traditional wood-made ship from Bulukumba. That's also crazy. Patent for culture is the biggest joke in this century. Those who throws the idea of patenting Phinisi do not understand that patent deals with invention (read: new stuff being invented) and the protection can't last forever.<br />
<br />
<i>"Patent statutes protect inventions. Protection is conditional upon satisfying various criteria of which novelty and inventiveness are two important examples. Patent rights are of limited duration".</i> (<b>A Philosophy of Intellectual Property by Peter Drahos, 200</b>5).<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-sjHRDZEAwbU/T3E4W965SVI/AAAAAAAABPw/k-CHf4UfD-w/s1600/copyleft-e-copyright.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-sjHRDZEAwbU/T3E4W965SVI/AAAAAAAABPw/k-CHf4UfD-w/s320/copyleft-e-copyright.jpg" width="298" /></a></div><br />
<br />
So, what's the solution? The conception of Intellectual Property rights are so western. Indonesia need to create it's own legal instrument inspired by those basic ideas to protect its traditionalism. We can adopt "copyrighted culture" in our own way. The principle of geographical indications on Intellectual Property protection could be elaborated, for instance.<br />
<br />
<i>"Geographical indication is a term that is often used broadly to embrace all forms of protection for indications of geographical origin..</i>" (<b>The Law of Geographical Indications by Bernard O'Connor, 2006</b>).<br />
<br />
Eventhough no one really know who's the author of a traditional literary or artistic work, by indicating its origin uses Geographical Indications, ones can save a specific culture for being hijacked. Bilateral agreement between two nations about geographical indications could settle this cultural-dispute. The European Community - Australian Wine Agreement on 1994 shows how geographical indications solve the problem. It is proven improved European Community market access conditions for Australian wine products, in the other hand Australia benefits from the restriction on the use of geographical indications and expressions apply to the "description and presentation of wine". <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-rS_1RsNg_80/T3E79_ehsqI/AAAAAAAABQA/DUArV9Bc57o/s1600/gi.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-rS_1RsNg_80/T3E79_ehsqI/AAAAAAAABQA/DUArV9Bc57o/s320/gi.png" width="320" /></a></div><br />
<br />
Culture is included as one of geographical indications' objective. <i>"Traditional knowledge is collective knowledge. Sometimes, due to have parallel development or due to the exchange of knowledge, communities with similar ecosystems or problems have the same or similar traditional knowledge. It is extremely difficult to determine with accuracy which communities are the rightful owners of a certain knowledge or the relationship between individuals within a community and traditional knowledge. Geographical indications are not intended to reward innovation, but rahter to reward members of an established group or community adhering to traditional practices belonging to the culture of that community or group."</i> (<b>Law of Geographical Indications by Bernard O'Connor, 2006</b>).<br />
<br />
Based on the idea of protecting a cultural expression with unknown authorship, geographical indications settle problem without copyright bias. Malaysia or any other country in this world could continue using batik, playing wayang, or reciting La Galigo, but the geographical indications will always refer to Indonesia as it's origin.<div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-5770237006371046853?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-85779841680364900842012-03-05T21:05:00.003-08:002012-03-12T19:04:16.561-07:002012-03-12T19:04:16.561-07:00Short Vacation Always Has Some Meaningful Experience!Pada tanggal 8 Februari 2012 lalu saya pulang kampung ke Makassar. Tapi, ini bukan pulang kampung seperti biasanya. Intervalnya tergolong pendek karena pada tanggal 15 Februari saya sudah harus terbang kembali ke Yogyakarta. Pulang kampung yang memegang rekor terpendek selama 3 tahun belakangan ini karena saya hanya 3 hari full berada di rumah. Sisanya dihabiskan dengan perjalanan yang mengasyikkan menuju Pulau Selayar.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-m2uqiMxjCjY/T1QuV4wNbzI/AAAAAAAABI8/PkzDiE6Iy-M/s1600/392062_2394740460825_1020356519_32123716_1277333390_a.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-m2uqiMxjCjY/T1QuV4wNbzI/AAAAAAAABI8/PkzDiE6Iy-M/s320/392062_2394740460825_1020356519_32123716_1277333390_a.jpg" width="224" /></a></div><div><br />
</div><div>Tim KKN UGM yang saya rintis insya Allah akan berangkat ke pulau berjuluk "Tana Doang" ini bulan Juli 2012. Kami akan menghabiskan waktu selama 40 hari di sana, membaktikan ilmu kami langsung kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan bantuan. <b>Kenapa Selayar?</b> Saya sendiri sebenarnya belum pernah menginjakkan kaki di pulau itu selama 5 tahun tinggal di Makassar. Salah seorang sahabat baik saya di SMP berasal dari Pulau Selayar. Yang terbayang jika mendengar nama itu adalah hasil laut yang melimpah, kapal nelayan, emping manis, Takabonerate, dan <i>black magic</i>.</div><div><br />
</div><div>Semenjak diterima di Universitas Gadjah Mada dan mendengar program KKN, saya sudah membulatkan diri untuk tidak ber-KKN di Pulau Jawa. Saya ingin KKN, membuktikan ilmu saya dapat diaplikasikan di daerah lain di nusantara, yang setertinggal-tertinggalnya suatu wilayah di Pulau Jawa, di sana masih lebih membutuhkan lagi uluran tangan kami. Awalnya sih sempat berminat untuk KKN di Batam, namun di tengah jalan saya mengurungkan niat tersebut. Saya ingin berguna bagi kampung halaman. Saya ingin membalas tanah nenek moyang saya (meskipun selama 21 tahun hidup di dunia saya sendiri baru tinggal selama 5 tahun di sana). Maka dari itu, Sulawesi Selatan pun saya canangkan sebagai daerah tujuan KKN. Dan Selayar menjadi targetnya, bukan tanpa sebab, tapi setelah menghabiskan waktu selama 2 bulan untuk mencari-cari lokasi yang tepat.</div><div><br />
</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-i_Z51SBHZoE/T1QsBnjHAQI/AAAAAAAABI0/iZbqDK9S1Og/s1600/419467_2868952436366_1036490859_32317124_219407805_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-i_Z51SBHZoE/T1QsBnjHAQI/AAAAAAAABI0/iZbqDK9S1Og/s320/419467_2868952436366_1036490859_32317124_219407805_n.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Team KKN UGM ke Selayar diliput oleh Harian Fajar, salah satu media partner kami</i></td></tr>
</tbody></table><br />
<div>Singkat cerita, sejak Oktober 2011 kami telah berupaya untuk menyusun proposal, mengumpulkan anggota, membuat program, mencari dosen pembimbing, serta mengusahakan mitra/sponsor. Libur Februari kemarin menjadi saat-saat yang menentukan dimana kami harus membawakan proposal untuk ijin lokasi langsung ke Sekretaris Daerah Kab. Kepulauan Selayar serta mencari dana melalui sponsorship di kota Makassar. Lalu, apa saja detail kegiatan Team Survey yang beranggotakan 4 orang ini (Ahlul, Calvin, Kamil, dan Eka)? Monggo disimak...</div><div><br />
</div><div><b>Rabu, Februari 8, 2012</b></div><div>-<i>Alhamdulillah, cuaca cerah. Meskipun sempat empot-empotan sama Merpati gara-gara tiket promo saya dimajukan sehari, saya bersyukur sebab dengan demikian waktu bersantai di rumah bertambah hehe. Selepas dhuhur rekan Ran dan Fit bertandang ke rumah untuk membicarakan Lontara Project. Malam harinya, sekita jam 23.00 WITA saya, bapak, dan Rani menjemput Calvin dan Eka di Bandara Sultan Hasanuddin. Calvin ternganga ketika mengetahui Makassar punya jalan tol! Hahaha, selama ini yang ada di kepalanya Makassar bersinonim dengan wilayah yang tergolong "remote" dan penduduknya barbarik karena suka tawuran. Wuits, jangan salah le! Makassar yang jadi salah satu kota metropolitan di Indonesia ini dijuluki "Ratu Indonesia Timur", bandar raya yang menjadi pusat perdagangan internasional bahkan sebelum bangsa Eropa menjajah Indonesia. Malam itu juga mereka kami jamu dengan "Mie Titi" makanan khas Makassar berupa mie kering yang disiram oleh kuah seafood dan nyuknyang. Yumm!</i><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-7vuvMHsWG2o/T1WXJCd9vTI/AAAAAAAABJE/Mmfvo6IAfBo/s1600/DSC04173.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-7vuvMHsWG2o/T1WXJCd9vTI/AAAAAAAABJE/Mmfvo6IAfBo/s320/DSC04173.JPG" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Menunggu di Wisma Kalla</i></td></tr>
</tbody></table></div><div><b>Kamis, Februari 9, 2012</b></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div>-<i>Sekitar jam 8 pagi kami sudah rapi berseragam jas almamater. Calvin memberanikan diri untuk membawa mobil bapak keliling kota Makassar dengan saya sebagai navigatornya. Tujuan pertama kami ialah Kantor Gubernur Sulsel. Di sana kami disambut dengan positif, namun kabar mengenai diterima atau tidaknya permohonan bantuan dana kami baru dapat diberitakan beberapa minggu kemudian. Kami lalu tancap gas menuju Wisma Kalla. Sekitar jam makan siang Kamil mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin dari Jakarta, karena jarak dari pusat kota ke bandara lumayan jauh, walhasil Kamil harus naik taksi ke rumah saya dan menunggu kami pulang. Sore itu hujan mengguyur Makassar dengan deras. Saya, Eka, dan Calvin yang sedari siang berkeliling kota satelit Tanjung Bunga untuk mencari Gowa Tourism Makassar tak kunjung mendapatkan tempat yang dituju, sehingga kami pun memutuskan untuk berteduh sebentar di Trans Mall. Setelah hujan reda kami kembali ke daerah Panakkukang (rumah saya) dan bertemu Kamil. Malamnya kami menyambut Kamil dengan hidangan Coto Daeng Bagadang di belakang Mall Panakkukang.</i></div><div><br />
</div><div><b>Jumat, Februari 10, 2012</b><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-ZkG9bhf-co0/T1WXgWhh77I/AAAAAAAABJM/RMc1uc4XqM4/s1600/DSC04291.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="180" src="http://1.bp.blogspot.com/-ZkG9bhf-co0/T1WXgWhh77I/AAAAAAAABJM/RMc1uc4XqM4/s320/DSC04291.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Graha Pena, Kantor Harian Fajar</i></td></tr>
</tbody></table></div><div>-<i>Hari Sabtu kami berkeliling beberapa tempat untuk memasukkan proposal, seperti PT. Vale (Inco), Harian Fajar, dan Walhi. Pagi dimulai dengan kunjungan ke Unhas, sebab saya dan Ran telah membuat janji dengan Ibu Nurhayati Rahman di Pusat Studi La Galigo. Calvin dan Kamil berkeliling Unhas sambil menunggu kami selesai berdiskusi, sementara Eka mengikuti saya dan Ran menemui Bu Nurhayati. Apa saja yang kami lakukan di Pusat Studi La Galigo dan Jurusan Sastra Daerah Unhas? Simak tulisannya di <a href="http://lontaraproject.com/101-la-galigo/kerja-sunyi-para-pejuang-la-galigo/">http://lontaraproject.com/101-la-galigo/kerja-sunyi-para-pejuang-la-galigo/</a>. Malamnya kami tutup dengan berjalan-jalan di sekitar daerah Pettarani, menyaksikan Phinisi Tower UNM, lalu makan Terang Bulan sambil nonton film di kamar saya.</i></div><div><br />
</div><div><b>Sabtu, Februari 11, 2012</b></div><div><i>-It's Free Time! Hari ini anak-anak Team Survey yang sudah 2 hari full keliling Makassar untuk menyebar-nyebar proposal mendapatkan jatah mereka untuk bersenang-senang. Kami main di Trans Studio seharian. Ada saja kejadian kocak yang terjadi, termasuk ketika kami masuk "Derings", atau ketika Calvin ikut acara Gombal Gila di tengah Trans Studio hanya untuk mempermalukan dirinya sendiri (dan bahkan tidak mendapatkan hadiah yang telah dijanjikan). Malamnya kami tutup dengan siap-siap packing ke Selayar.</i><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-1YNB3ZE0Phg/T1WYYR85WqI/AAAAAAAABJU/J93aumpiZWQ/s1600/DSC04354.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="http://4.bp.blogspot.com/-1YNB3ZE0Phg/T1WYYR85WqI/AAAAAAAABJU/J93aumpiZWQ/s320/DSC04354.JPG" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-mPyu1fBPb6o/T1WYxMNah8I/AAAAAAAABJc/82SQyXJxI-w/s1600/DSC04317.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="http://1.bp.blogspot.com/-mPyu1fBPb6o/T1WYxMNah8I/AAAAAAAABJc/82SQyXJxI-w/s320/DSC04317.JPG" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div></div><div><b>Minggu, Februari 11, 2012</b></div><div><i>-Tepatnya pukul 09.00 WITA dari Terminal Mallengkeri di pinggiran kota Makassar kami naik bus "Sumber Mas Murni" menuju Pulau Selayar. Busnya besar, ber-AC, dan bagus. Hanya saja, mungkin karena sedang musim liburan, bus kami penuh sesak dengan orang-orang yang hendak kembali ke Selayar. Ada yang membawa beras, beragam buah-buahan, dan kerdus-kerdus. Perjalanannya menyenangkan karena pemandangan alam dari Makassar menuju Bira amatlah menawan. Cuacanya pun sempurna. Jalanannya bagus, lurus tidak berbelok-belok. Kami sempat dibuat terkagum-kagum dengan galangan kapal Phinisi yang sedang dibangun di atas perairan Bira. Rupanya bus yang kami tumpangi tergolong lambat, sehingga ketika tiba di tempat penyeberangan ferry di Tanjung Bira kami harus menunggu ferry berikutnya 1 jam kemudian. Tapi masa penantian tersebut terganjar dengan kecantikan Selat Selayar dan indahnya sunset ketika selama 2 jam kami terapung dengan damai di atas lautan! Ada tiga buah pulau yang tak putus menemani kami di tengah Selat Selayar. Di sanalah saya pertama kali menyaksikan "rumpong", kearifan lokal pelaut Mandar yang tersebar di seluruh perairan nusantara. </i><br />
<i><br />
</i><br />
<i>Singkat cerita, setelah terapung-apung di atas Selat Selayar selama hampir 2 jam, kami berlabuh di Pamatata, ujung paling utara pulau ini. Perjalanan masih dilanjutkan dengan bus selama kira-kira 1 jam hingga mendarat di terminal kota Benteng. Di sana kami disambut oleh kak Chalis, tetangga keluarga Pak Shalahudin. Pak Shalahudin ini sendiri merupakan informan kami, paman dari salah seorang kawan saya di AFS, Agung dari chapter Bandung. Kami disambut dengan keramahan ala Selayar dan langsung diajak makan malam. Malam itu kami menginap di rumah saudara kak Chalis yang kebetulan kosong. Hmmm... Finally we made it :)</i><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-mTl4DQZKND4/T1WZChTe8mI/AAAAAAAABJk/5dVZ7ZTxDMQ/s1600/DSC04541.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="180" src="http://4.bp.blogspot.com/-mTl4DQZKND4/T1WZChTe8mI/AAAAAAAABJk/5dVZ7ZTxDMQ/s320/DSC04541.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Memandang Sunset di Selat Selayar</i></td></tr>
</tbody></table><b>Senin, Februari 12, 2012</b><br />
-<i>Pagi-pagi benar kami sudah siap dengan jas almamater dan bubur manis buatan istri Pak Shalahudin. Dengan diantarkan oleh mobil kak Chalis, kami tiba di kantor Bupati Selayar. Kami langsung bertemu dengan Sekda-nya. Sambutannya positif. Setelah itu kami lanjutkan petualangan dengan menyebarkan proposal ke Dinas Perikanan dan Kelautan Selayar serta Dinas Kesehatan. Alhamdulillahnya lagi, ternyata Wakil Bupati Selayar adalah alumni Fakultas Hukum UGM! Di Pulau Selayar ini nama UGM jauh lebih besar daripada nama universitas-universitas lainnya di Indonesia, karena kebanyakan putra daerahnya menimba ilmu di sana. Luarbiasa, takdir Tuhan! :) </i><br />
<i><br />
</i><br />
<i>Setelah seharian berkeliling kantor-kantor, sorenya kami menengok lokasi KKN kami di desa Bontosunggu dan Bontotangnga. Wah, ada banyak PR buat kami! Potensi wilayahnya sebenarnya besar, lokasinya pun indah karena berada di pinggir laut. Hanya saja fasilitas di sana masih kurang memadai (padahal udah ada bandara kecil dengan penerbangan rutin ke Makassar dan Bali tiap harinya lho!). Kami juga menyempatkan diri untuk bermain-main di Pantai Pasir Putih Baloya, Bali-nya Selayar. Tempatnya damai dan indah, sayangnya ada banyak sampah yang terbawa oleh air laut menumpuk di pinggirannya. Sampah-sampah tersebut bukan milik penduduk lokal, namun kebanyakan berasal dari daratan Sulawesi yang terseret ombak hingga ke Selayar (pernyataan ini penulis legitimasi karena di Selat Selayar penulis melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sampah-sampah dari Tanjung Bira melayang-layang terbawa arus laut menuju Pulau Selayar).</i><br />
<br />
<b>Selasa, Februari 14, 2012</b><br />
<b><br />
</b><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-hSrktlHEZ6w/T1WZdlDGwyI/AAAAAAAABJs/DMuzx21G1_c/s1600/DSC04620.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="180" src="http://2.bp.blogspot.com/-hSrktlHEZ6w/T1WZdlDGwyI/AAAAAAAABJs/DMuzx21G1_c/s320/DSC04620.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Bersama Wabup Selayar, Alumni FH UGM</i></td></tr>
</tbody></table><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-bEqUVhdJcW4/T1WaEi0pQ1I/AAAAAAAABJ0/B5MoJ6htUBg/s1600/DSC04677.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="180" src="http://3.bp.blogspot.com/-bEqUVhdJcW4/T1WaEi0pQ1I/AAAAAAAABJ0/B5MoJ6htUBg/s320/DSC04677.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Lokasi KKN kami</i></td></tr>
</tbody></table><i>-Tepatnya pasca sholat subuh kami sudah dijemput oleh bus "Sumber Mas Murni" di rumah saudara kak Chalis. Untung pada malam sebelumnya kami sempat berpamitan dengan keluarga Pak Shalahudin dan kak Chalis. Perjalanan kami nikmati semaksimal mungkin meskipun badan ini pegal-pegal. Kami sampai di Makassar sekitar jam 5 sore. Dinner di malam itu spesial, kami memasak Spagetthi untuk merayakan Valentine's Day kecil-kecilan ala makhluk-makhluk jomblo yang kesepian :D</i><br />
<br />
<b>Rabu, Februari 15, 2012</b><br />
-<i>Berhubung pesawat Kamil ke Jakarta berangkat jam 3 siang, maka pagi-paginya kami sudah muter-muter kota Makassar lagi. Saya mengajak mereka untuk makan di Popsa sekalian mampir ke benteng Fort Rotterdam di depannya. Pada saat yang bersamaan ternyata ada "kampanye terselubung demo", hehehe. Sore harinya, kami pun terbang kembali ke Jogja. Aaah... Liburan yang singkat tapi bermakna. Makassar, Selayar, tunggu kami empat bulan lagi ya! :)</i><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-bclK0T5zAsU/T1Wa8ClrzhI/AAAAAAAABJ8/jBWfqcjn34E/s1600/selayar.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="225" src="http://2.bp.blogspot.com/-bclK0T5zAsU/T1Wa8ClrzhI/AAAAAAAABJ8/jBWfqcjn34E/s640/selayar.jpg" width="640" /></a></div><br />
</div><div></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-8577984168036490084?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-56577997191442321122012-02-29T20:11:00.001-08:002012-03-26T17:00:36.008-07:002012-03-26T17:00:36.008-07:00Labels<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-pmp5NOKbJRo/T0723GfiLuI/AAAAAAAABIs/2WnogUE1UB0/s1600/tag.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="269" src="http://3.bp.blogspot.com/-pmp5NOKbJRo/T0723GfiLuI/AAAAAAAABIs/2WnogUE1UB0/s320/tag.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">The world is changing. Long time ago the East was splendour and trimmed, while the West was nothing but an ugly sack of civilization. God the fairest of all did His job, He took he wisdom and light from the East and threw it to the West. Nowadays, the East turn it’s troll face toward West while the West enjoy it’s spotlight.<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Judging one culture to another is simply unfair. The exchange of ideas open wide opportunity for both cultures to see differences and how to face it. This <i>“global culture”</i> has made jeans easy to wear for people on the Eastern part of the world, and made Western people familiar using chopsticks to eat dimsum. What was once seen as something unusual in the East becoming trend, such as Harajuku. Also, what was once seen as joke like K-Pop for the West is now enjoying it’s peak of popularity. This global culture has peeled out hipocrisy among both culture and let the prejudice go. However, stereotypes are still there, and vastly develop inaccurate stigma.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">For instance, when I was in USA, with dark complexion, mongoloid facial and mini feature, I enjoy a lot of judgement because I introduced myself as a “Louie”. That name, for them, is too European for a native-looked person from Pacific like me. “That couldn’t be your real name, you must have some weird-traditional name like Umpaluluka or Liliokatayahani,” thats the impression that I got from their looks. I believe they’ll also shock if I told them how Islamic my real name is, due to the fact that those teenager’s imagery about Muslims are nothing but middle easterners, beards, turbans, and guns.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Fighting over wrong stereotypes is a never-ending job. I wouldn’t say that it is impossible to create a world without labels, but apparently we are slowly moving on that path. At least there are still alot of people who really try to bridge gap between East and West via discussions or direct interaction. As John Lennon once had imagined before, let us hope that someday, maybe, our grandchildren could live together peacefully without awakwardness on facing culture and technology gap. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-MLB1MF0Uphc/T3EC_W16pVI/AAAAAAAABPc/pYLGp-Vw1fY/s1600/labels.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-MLB1MF0Uphc/T3EC_W16pVI/AAAAAAAABPc/pYLGp-Vw1fY/s1600/labels.jpg" /></a></div><br />
</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-5657799719144232112?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-29894536874532085142012-02-09T07:13:00.000-08:002012-02-16T00:31:49.878-08:002012-02-16T00:31:49.878-08:00Losari, Riwayatmu Kini...<div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Hari kedua pulang kampung ini saya ke Pantai Losari. Sudah hampir setahun tidak menginjakkan kaki dan benar-benar menikmati Anjungannya. Saya semangat sekali, karena mengajak 2 orang teman dari Jogja. Tetapi, sampai di sana... Aduh... Kecewa dengan pembangunan yang semerawut dan ketiadaan <i>maintenance</i>! Sayang sekali, padahal seharusnya saya bisa memamerkan kecantikkan Anjungan dan keindahan pemandangan pantainya kepada teman-teman. Yang kami temui adalah besi berkarat, sampah-sampah (bahkan ikan mati), serta nelayan, kaki lima dan pengemis di sana-sini. Pemerintah kota Makassar, tolong lebih diperhatikan dong target tourism yang jadi ikon kota Makassar ini...</div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-vqhlh4UjWfs/TzPh3vrxUFI/AAAAAAAABIQ/WWvocl2lJTY/s1600/431027_2873170861286_1020356519_32298461_1885184525_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://4.bp.blogspot.com/-vqhlh4UjWfs/TzPh3vrxUFI/AAAAAAAABIQ/WWvocl2lJTY/s320/431027_2873170861286_1020356519_32298461_1885184525_n.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i>Pantai Losari hari ini... (tampilannya di foto ini agak lebih mendingan dibanding kenyataannya)</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-dfcBt3PB4qI/TzPiCjtD2PI/AAAAAAAABIY/Tps3zFTehTs/s1600/En+Playa+Losari+.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-dfcBt3PB4qI/TzPiCjtD2PI/AAAAAAAABIY/Tps3zFTehTs/s320/En+Playa+Losari+.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i>Pantai Losari ketika Anjungannya baru jadi, 4 tahun yang lalu...</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><br />
</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i>Makassar Great Expectation! </i>They expected more great thing from you...</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-2989453687453208514?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-76825493086980103072012-01-25T06:52:00.000-08:002012-01-25T16:49:51.323-08:002012-01-25T16:49:51.323-08:00Serial Detektif BAN: MISTERI PENCURIAN TONGKAT MUSA #1<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><br />
</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i>Sewaktu duduk di bangku kelas XI IPS I, saya dan sobat Sri Maharani mencetuskan ide untuk membuat karya fiksi detektif yang kisahnya tidak biasa. Meniru format "Elohist-Yahwist", yaitu penulisan sebuah teks oleh dua orang berbeda dengan jalan diselang-selingi, kami berencana untuk menovelkan karya ini. </i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><br />
</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i>Sayangnya, saya keburu "hijrah" ke Amerika Serikat sehingga terbengkalailah niat kami. However, I still keep this piece as beautiful memory. Proof of youth excitement & creativity back to those olden days :)</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-oL4c2z0j7AA/TyAcReBJyGI/AAAAAAAABDc/GMPD09jxW6A/s1600/Image014+%25282%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="480" src="http://3.bp.blogspot.com/-oL4c2z0j7AA/TyAcReBJyGI/AAAAAAAABDc/GMPD09jxW6A/s640/Image014+%25282%2529.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Detektif Buana & Detektif Ran, by Sri Maharani Budi</td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span lang="ES" style="font-family: Broadway; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mempersembahkan Petualangan Detektif BAN (Buana dan Ran)<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span lang="ES" style="font-family: Broadway; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam Kisah…<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span lang="ES" style="font-family: Broadway; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="ES" style="font-family: 'Hurry Up'; font-size: 16pt; line-height: 150%;">Misteri Pencurian Tongkat Musa<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> Pagi hari yang cerah di kantor Detektif BAN yang berpusat di sebuah pulau kecil bernama Ogygia ketika sang detektif jagoan kita, Detektif Buana tengah duduk menghadapi meja tulisnya sambil menyeruput secangkir teh hijau. Cahaya mentari menerobos masuk dari jendela bersama dengan kicauan manis burung-burung perkutut yang menyanyikan selamat pagi. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> Detektif Buana baru saja hendak membuka koran yang berada dihadapannya dan mengangkat cangkir teh hijau untuk menikmati aromanya yang menyegarkan; tepat ketika suara kaki Detektif Ran yang terdengar begitu terburu-buru menyeruak masuk dan merusak ritual paginya.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Detektif Buana! Detektif Buana! Coba lihat apa yang barusan kutemukan di mesin faks! Panggilan kasus baru!” seru Detektif Ran. Gadis muda dengan topi baret ala seniman Perancis itu menyeruak masuk ruang kerja Detektif Buana sambil mengacung-acungkan beberapa lembar kertas. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> Detektif Buana menutup matanya, mendesah kesal dalam hati, lalu berbalik menghadapi rekan kerjanya itu dengan bete. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Kali ini apa lagi?” tanyanya. Ia terlihat tidak begitu antusias karena saat-saat damainya yang indah kini hancur bagaikan kepingan-kepingan porselen Cina yang ditemukan di perairan Laut Cina Selatan oleh nelayan ilegal Vietnam.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Kita mendapatkan panggilan tugas dari Sir Mario D’Ariesta, kurator British Museum, museum resmi kerajaan Inggris di London!” seru Detektif Ran cepat.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> Kali ini giliran Detektif Buana yang tertarik. Minatnya terhadap sejarah dan benda-benda langka dari peradaban kuno membuat kupingnya tegak seperti telinga kelinci ketika mendengar kata ‘British Museum’.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">“British Museum? Museum paling terkenal di seluruh dunia itu? Museum yang menyimpan hampir setengah dari seluruh peninggalan-peninggalan kuno manusia di muka bumi? Ada kasus apa memangnya?”<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Yup, monsieur! Tiga ‘ya’ untuk seluruh</span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> pertanyaanmu yang berbentuk</span><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> pernyataan. Kita disewa oleh sang curator untuk menyelidiki hilangnya sebuah benda antik yang amat berharga bagi museum tersebut. Keberadaannya menyangkut perdamaian dan kehidupan manusia abad ini. </span><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Demi alasan keamanan identitas benda tersebut tidak akan diberitahukan sebelum kita bertemu langsung dengan orang yang bernama Sir Mario D’Ariesta.” </span><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Jawab Detektif Ran. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Sekedar tambahan menurut informasi yang telah dikirimkan kepada kita, mengingat dengan hilangnya benda ini dapat mengakibatkan terjadinya goncangan dunia secara global –baik politik, ekonomi, maupun sosial- maka pihak yang mengetahui perihal kehilangan hanyalah sang curator dan kita sendiri, detektif sewaannya. Baik pihak administrasi dan manajerial British Museum, British Secret Service, maupun Polisi Kerajaan belum ada yang diberitahu karena begitu internnya masalah mengenai benda tersebut.” Tambah Detektif Ran sambil membolak-balik tumpukan kertas di tangannya. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Wow. Benda kuno seperti apakah yang begitu dikhawatirkan oleh mereka sehingga kehilangannya pun dapat mengacaukan stabilitas dunia?” tanya Detektif Buana penasaran. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Aku tak tahu. Yang jelas kasus ini kedengarannya sangat menarik! Bukankah kita suka dengan segala sesuatu yang misterius, tak pasti, aneh, ganjil, luar biasa, dan supranatural, Detektif Buana? I am so excited!!!” seru Detektif Ran dengan kegembiraan yang tak tertahankan.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> </span><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">“Karena itulah kita menjadi detektif, mademoiselle! Segera siapkan BAN-did05 di landasan pacu sementara aku mempersiapkan alat-alat yang mungkin kita butuhkan!” sambut Detektif Buana bersemangat. Ia telah melupakan cangkir teh hijaunya dan koran pagi berbahasa Spanyol yang hendak Ia baca tadi. Pikirannya kini melayang-layang di antara lorong-lorong British Museum, di antara benda-benda seni bersejarah yang luar biasa.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> “Inggris, here we come!!!”<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"> Dalam sekejap kedua detektif jagoan kita itu telah mengangkasa di dalam helikopter BAN-did05 berwarna hijau capung hasil rakitan Agen X-Pica, salah seorang rekan duo Detektif BAN yang namanya telah tersohor kemana-mana itu. Sepanjang perjalanan Detektif Buana sibuk membolak-balik dokumen-dokumen yang tadi di-faks untuk mereka, membaca informasi-informasi yang tersedia. Sementara itu Detektif Ran sibuk memperhatikan denah virtual tiga dimensi British Museum melalui MP3 playernya yang telah di-set menjadi handphone, laptop dan PSP sekaligus itu. MP3 player yang serba bisa bernama RanCak-BANa merupakan tanda sayang dari seorang ilmuwan setengah gila NASA bernama Andrew Chaidir, seorang pemuja Detektif Ran yang malangnya bertepuk sebelah tangan. Rupanya Detektif Ran menolak cinta Andrew Chaidir dengan alasan yang teramat sederhana; MP3 Player yang dihadiahkan kepadanya itu bernama ungu dengan hiasan peri Tinker Bell yang berwajah imut. Padahal Detektif Ran menghendaki MP3 Player berwarna hitam berhiaskan tetes-tetes darah kering dan skeleton berwarna hijau yang bisa menyala dalam gelap.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Helikopter BAN-did05 dapat terbang sendiri dengan sistem auto-pilot. Setelah 3 jam lamanya menyelip di antara kumpulan awan-awan putih yang seperti biri-biri Australia itu, akhirnya mereka mendarat di landasan pacu untuk tamu khusus British Museum. Saat itu pukul 8.00 am waktu Inggris.Begitu turun dari BAN-did05, mereka langsung disambut oleh seorang pria yang dari wajahnya begitu terlihat gelisah.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Ia berdiri dengan hormat, pembawaannya sedikit angkuh (sebagaimana orang-orang Inggris lainnya yang bergelar ‘Sir’) dan berpakaian setelan jas paling rapi yang pernah dilihat oleh kedua detektif kita. Detektif Buana dan Ran bergantian menjabatnya dengan senyuman ramah, namun Ia hanya menarik ujung-ujung bibirnya beberapa sentí sehingga lebih mirip seperti orang yang sariawan ketimbang tersenyum.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Sambil sedikit membungkuk Ia memperkenalkan diri, “Selamat pagi, tuan dan nona detektif, izinkanlah saya untuk memperkenalkan diri. Nama saya Sir Mario D’Ariesta, kurator terpercaya British Museum, Summa Cum Laude of Universitas Oxford untuk jurusan khusus pemolesan benda-benda antik, serta penerima anugerah lencana kehormatan dari Keluarga Kerajaan Inggris…”. Mendengarkan itu Detektif Buana melirik ke arah Detektif Ran yang dengan segera memutar bola matanya. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Sir Mario D’Ariesta rupanya melihat hal itu, dengan agak tersinggung Ia berdehem lalu mengajak keduanya masuk ke dalam museum melalui pintu belakang. Ada scanner khusus sidik jari di samping pintu untuk para pegawai di British Museum. Setelah meletakkan ibu jarinya di layar scanner, Sir Mario D’Ariesta membuka pintu dan menuntun kedua detektif kita menuju ruang penyimpanan benda yang hilang itu. Mereka melewati lorong-lorong panjang yang indah dipenuhi oleh berbagai macam benda-benda antik. Namun sepanjang perjalanan yang amat dinikmati oleh Detektif Buana itu, tak ada seorang pun yang menampakkan batang hidungnya. Detektif Ran menjadi penasaran.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">“Kemana semua orang, Sir D’Ariesta? Apakah mereka datang agak siangan untuk bekerja?” tanyanya.<o:p></o:p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">“Oh tidak, tentu saja hal itu tidak mungkin, nona. Saya sengaja membuat mereka semua libur hari ini dengan alasan Yang Mulia Ratu mengajak para petinggi museum untuk minum teh di </span><span style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Buckingham Palace</span><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">. Pada hari-hari kerja mereka sudah harus berada di pos masing-masing pukul 5.00 am! Tidak ada tawar-menawar karena saya orangnya disiplin. Museum ini begitu penting, maka karyawan yang bekerja di sini pun tidak hanya harus tepat waktu, namun wajib untuk menggilai waktu; atau dalam istilah yang saya buat sendiri adalah ‘make love with the time’, bercinta dengan waktu." </span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;"></span><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">"Saya pribadi setelah bekerja di museum ini selama 15 tahun tak pernah sehari pun terlambat. Sedetik pun tak pernah! Saya begitu menghargai waktu, itulah yang ditanamkan sejak dini oleh keluarga saya yang terhormat. Ah ya, keluarga dan kampung halaman saya juga mengambil andil dalam pembentukan semangat on time yang mengaliri darah di tubuh saya. Saya ini berasal dari sebuah keluarga bangsawan kecil di kota Greenwich yang terkenal di dunia, tak jauh dari London. Kami di Greenwich amat menghargai waktu karena rasa bangga kami akan kampung halaman yang dijadikan sebagai patokan waktu sedunia. Sudah sejak turun-temurun kami saling blablablablabla…” cerocos Sir Mario D’Ariesta tak berhenti. Rupanya Ia adalah tipe pria yang suka bercerita panjang lebar, apalagi jika menyangkut dirinya, prestasinya, British Museum dan Greenwich. Detektif Ran jadi menyesal telah bertanya kepadanya tadi. <o:p></o:p></span><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-u4xZP7MPOzc/TyAZXnTHU0I/AAAAAAAABDU/gSqON8QjIZk/s1600/BritishMuseumFront.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="http://3.bp.blogspot.com/-u4xZP7MPOzc/TyAZXnTHU0I/AAAAAAAABDU/gSqON8QjIZk/s400/BritishMuseumFront.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">British Museum, London<br />
<br />
</td></tr>
</tbody></table></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “</span></b><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Maafkan kelancangan saya memotong pembicaraan Anda yang amat-sangat menarik tentang Greenwich, Sir D’Ariesta, tapi bolehkah saya bertanya; apakah benda yang akan kami cari itu?” tanya Detektif Buana untuk menghentikan minat bercerita sang kurator. Pria itu berhenti bicara, memandang kepada Detektif Buana dengan pandangan yang tersinggung lalu berdehem lagi. Kemudian Ia berkata;<o:p></o:p></span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Segera setelah kita sampai di ruangan tempat kami menyimpan benda tersebut, tuan detektif. Silakan belok kiri di sebelah sini lalu masuki ruangan pertama tepat di sebelah patung telanjang monyet purba. Betapa tidak sabarannya…”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Sampailah mereka di depan sebuah pintu dengan tingkat pengamanan yang luar biasa ketat. Ada scanner sidik jari, kemudian disambung oleh scanner retina dan suara. Setelah itu masih ada lagi sinar X yang harus dimatikan agar dapat memasuki ruangan. Terdapat 14 kamera di segala sudutnya, alarm suhu tubuh, serta aliran listrik 10.000 volt tersedia bagi mereka yang nekad mencongkel pintu. Sir Mario D’Ariesta sibuk membuka kode-kode pengaman yang menjaga ruangan tersebut. Detektif Buana curiga, bagaimana mungkin ruangan dengan sekuriti ekstra berteknologi paling maju di dunia seperti ini bisa dengan mudahnya kecurian?<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Baik, sekarang silakan masuk, tuan dan nona detektif,” kata Sir Mario D’Ariesta dengan logat Inggrisnya yang kental. Begitu memasuki ruangan, terkejutlah kedua detektif jagoan kita ini. Ternyata di dalam ruangan yang luas berhiaskan interior megah bergaya Baroque dan berpengaman ketat itu hanya terdapat lima buah peti kaca yang berkilauan. Empat peti kaca berada di setiap arah mata anginnya, yang terakhir berada di tengah-tengah ruangan. Di sebelah timur ada potongan relief Yunani kuno yang dipercaya berasal dari puing-puing kuil Parthenon sebelum masehi. Di sebelah barat ada sebuah kumpulan papirus kuno ber-hieroglif yang dijilid dengan benang emas. Detektif Ran membaca keterangan di bawahnya dan berseru kepada Detektif Buana; “hei! Ini buku harian rahasia Fir’aun yang telah berusia 3300 tahun!”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Dan yang ini adalah sisir rambut buatan Jerman tahun 1918 yang dipercaya sebagai alat untuk menyisir kumis kecil di bawah hidung Hitler!” balas Detektif Buana dari sebelah selatan. Di lemari kaca sebelah utara terdapat potongan besar jempol batu arca Buddha raksasa dari Bamiyan yang tersisa dari peledakan yang dilakukan oleh Taliban pada tahun 2001 lalu. Ke semua benda itu nampak berharga. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Jika begitu, apa yang berada di tengah-tengah ruangan ini, kurator?” tanya Detektif Ran sambil memandangi peti kaca yang hampa. Sir Mario D’Ariesta terlihat kembali cemas. Setelah menarik napas dalam-dalam Ia pun menjawabnya; <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Tepat di dalam peti kaca itu ada sebuah benda yang tak terkalahkan antiknya, bahkan sebenarnya tiada duanya di dunia. Itulah benda yang dapat menimbulkan pergolakan zaman dan kontroversi di dunia. Benda yang dijaga dengan hati-hati oleh jutaan umat manusia. Benda yang bisa memicu bencana, perpecahan serta perang besar antar-bangsa. Artefak kuno yang menggambarkan kondisi sosio-antropologis dari manusia pada zaman…”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Tongkat Musa. Jadi yang dicuri dari tempat ini adalah Tongkat Musa, nabi bagi tiga agama besar di dunia; Yahudi, Kristen dan Islam.” Ujar Detektif Buana mengakhiri perkataan sang kurator yang terlalu mistis plus histerikal. Ia membaca tulisan besar yang terpampang di bawah peti kaca tersebut.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Tepat… tepat sekali. Aku tak dapat menemukan kata yang tepat untuk itu…” desah Sir Mario tanpa harapan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Astaga! Tongkat Musa? Jadi yang berada di dalam ruangan ini adalah tongkat dari seorang manusia legendaris tiga agama besar dunia? Tongkat yang dipercaya dapat membuat berbagai keajaiban seperti membelah Laut Merah dan menghasilkan air itu?” serbu Detektif Ran yang terkesima. Sir Mario mengangguk-angguk pelan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Bagaimana caranya sampai British Museum dapat memiliki benda menakjubkan seperti ini? Apakah itu memang Tongkat Musa yang sebenarnya? Mengingat konflik yang terjadi di Timur Tengah serta pergolakan demi pergolakan di sepanjang zaman, tidakkah benda ini begitu penting?” Tanya Detektif Buana penasaran.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Benda ini…” Sir Mario memulai penjelasan yang panjang, “Menurut penelitian tim penyelidik khusus kami memang merupakan tongkat dari nabi Musa yang sebenarnya. </span><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut sejarah, setelah Musa meninggal, maka Bani Israel dipimpin oleh seorang pemuda bernama Yoshua. Menurut sumber-sumber Perjanjian Lama, Musa dikabarkan meninggal di daerah Nebo, namun makamnya hingga hari ini belum dapat ditemukan. Yang tersisa darinya hanyalah tongkat dan kepingan-kepingan Taurat yang terukir di atas lempengan batu. Bani Israel yang menganggapnya sebagai bukti dari mukjizat Tuhan di muka bumi pun menyimpan benda-benda tersebut. Mereka percaya akan kekuatan besar yang dikandung benda-benda itu, kemudian mereka putuskan untuk memasukkannya ke dalam sebuah peti suci yang kini kita kenal sebagai Tabut Perjanjian alias Ark of Covenant.”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;"><span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “Tabut itu dikemudian hari memainkan peranan penting bagi Bani Israel. Kehadiran Tabut dianggap menghadirkan tuah dan keberuntungan. Mereka membawanya di dalam tenda ketika berperang melawan suku-suku lain dan mendapatkan kemenangan. Namun ketika Tabut itu suatu hari dicuri oleh suku Filistin, maka kemalangan demi kemalangan pun menimpa mereka. Akan tetapi rupanya Tabut itu hanya diperuntukkan oleh Tuhan untuk Bani Israel. Tak lama setelah suku Filistin mencurinya, penyakit dan penderitaan mendera bangsa tersebut." </span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
</span><br />
<span lang="ES" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> "Menurut riwayat, setelah beberapa saat didera kutukan, bangsa Filistin meletakkan Tabut itu di atas kereta yang ditarik sapi untuk dikembalikan kepada Bani Israel. </span><span lang="EN-US" style="font-family: 'Arial Unicode MS', sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dua orang malaikat mengangkat Tabut tersebut lalu membawanya ke depan pemukiman Bani Israel. Begitu Tabut tersebut kembali ke tangan mereka pada masa Raja Saul dan Nabi Samuel, maka kegemilangan kembali bergulir ke kehidupan Bani Israel. Tabut terus menjadi central dalam kebudayaan mereka dan perannya begitu besar dalam jiwa setiap orang. Bahkan di masa pemerintahan Raja Sulaiman putra Daud, dibangun sebuah Haikal atau semacam kuil suci di Jerusalem untuk menyimpan Tabut Perjanjian di sebuah ruang khusus yang tidak boleh dimasuki oleh seorang pun kecuali para pendeta-pendeta tinggi Bani Israel.”<o:p></o:p></span></div><br />
<div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">BERSAMBUNG...</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-7682549308698010307?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-83603032302603040422012-01-23T05:01:00.000-08:002012-01-24T07:38:42.157-08:002012-01-24T07:38:42.157-08:00Imlek 2012: I turned 1/8 Chinese!<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-rpyde-DlBtI/Tx1ZhOMU2OI/AAAAAAAABDE/7NJSAjMXDVk/s1600/5740_1112224485076_1210819408_30312884_8085722_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-rpyde-DlBtI/Tx1ZhOMU2OI/AAAAAAAABDE/7NJSAjMXDVk/s320/5740_1112224485076_1210819408_30312884_8085722_n.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Pak Hartono, My Javanized Chinese (?) - Maros Grandfather</td></tr>
</tbody></table><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;">I am a big fan of diversity. I’m also a hater of racism. I proud of my heritage, of my dark complexion, of my hair and eye colors, and of my genetics. I always believe that I am 100% native to the Jewels of Equator: my father is pure Mandarese (however, according to his uncle’s wife <i>lontaraq</i> our extended family was actually coming from Luwu. One of his great grandmothers was called We Datu ri Larompong, Sovereign of Larompong) and my mother is half Java and half Bugis (Makassar?). Not like others who are so proud of their mixed blood with foreign elements (such as Chinese, Arabian, Pakistani, India, or Dutch), I embraces my nativity and I’m totally fine with that. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;">I always refer myself to either Javanese or Sulawesi culture on determining my own identity. But this morning, I might add some new “ingredient” on the bowl of my family’s DNA.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;">I started this morning and realized that today is the Chinese New Year. Of course, as a tolerant sympathizer in Bhinneka Tungga Ika Archipelago, I updated my facebook’s status saying happy new year for my fellow Chinese friends. Not so long after I posted it, one of my cousin (from mother’s side) who live in Makassar replied and said that our family actually has a Chinese heritage from Pak Hartono (my mom’s dad). It was followed by posts from Nanda & Rani (my biological sisters), they protested that because we never heard such story from our mother. My cousin resisted, she said that the story is true, being confirmed by Opa Yono (his late grandfather, which is my mom’s uncle) that every Imlek morning Opa Yono always tell her the same story about Pak Hartono’s past.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;">Here’s the preview of my “Chinese-heritage” family post:<o:p></o:p></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-FC-QXbIrMOs/Tx1YwshlhKI/AAAAAAAABC8/HZy17hhuCDI/s1600/mbah.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;"><img border="0" height="400" src="http://3.bp.blogspot.com/-FC-QXbIrMOs/Tx1YwshlhKI/AAAAAAAABC8/HZy17hhuCDI/s400/mbah.png" width="292" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">(click on the pic for bigger preview)</span></td></tr>
</tbody></table><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 150%;">I’m so speechless! Seriously, me, with this dark-skin has Chinese ancestry? Well, I know its only 1/8 but somehow it does explain why my bude and uncles are all white (but my mom and his youngest brother). One question: why my mom’s family cover this story? Is it because during Soeharto’s reign people with Chinese blood were unfairly discriminated? I don’t know. She doesn’t want to talk about it either when I phoned her. She laughed when I tried to confirm this story, then answered: <i>“halah... yo wis tho.”</i> </span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><i><br />
</i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;">I don’t hate Chinese people, but receiving this fact on Imlek is just... shocking, you know. Is that why my cousin in Kediri being called as ‘Singkek’ by his bully-friends? And is that why many my other cousins have slanted eyes and light complexion when they were little? Some Chinese teenagers in Makassar didn’t catch my symphaty at all because they acted like they owned the city, dress better, rich, more cultured, and blah blah blah. I’m not generalizing them, but somehow I found irony on their petition to be treated equally; they still makes special school and special housing which is separated from the local community. At least I could be proud that my great great grandfather was married to a native woman named Daeng Keboq (and possibly the member of Gowa’s court due to her “<i>Padaengan”</i> title) and mingled with the society in Maros, South Sulawesi.<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;">The Chinese traders started to come to Makassar when the city arouse. Its becoming important port amidst Indonesian archipelago post Malay colonization by the Portuguese. Began in 17th until 19th Century, many Chinese immigrants live in surrounding area, including Maros. Probably my Chinese ancestors were one of these traders that settled down in the Island. Another theory, the Chinese already made relationship with Bugis people hundred of years ago, if we interpret Princess We Cudai of Ale Cina as real royal from mainland China, not Cina in Pammana. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: large; line-height: 150%;">Regardless where am I truly come from or what my heritage is, I respect my forefathers that bravely sailed into unknown land and made a step to build intercultural relations. Thank God I’m here, the fruit of their successful journey, I conclude. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-8360303230260304042?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-25876768084304482832012-01-20T08:12:00.000-08:002012-05-01T07:30:36.692-07:002012-05-01T07:30:36.692-07:00NOT BY CHOICE --> a story of prostitute (with her three children)<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Okay, maybe it’s too late for me to talk about this 2009’s documentary, but there is no thing such “too late to share”. Agreed?<o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-Y5wwSY1GHto/TxmRrl61gaI/AAAAAAAABCk/Qwo1iz-s4Vk/s1600/pertaruhan+poster.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-Y5wwSY1GHto/TxmRrl61gaI/AAAAAAAABCk/Qwo1iz-s4Vk/s320/pertaruhan+poster.jpg" width="225" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Nia Dinata, the director of “Arisan!” produced a beautiful yet so inspiring documentary about Indonesian Female. In collaboration with Kalyana, NGO which support women’s rights in this country, they composes four short stories telling about the reality that women must face nowadays. The stories are diversed; from lesbians couple of migrant labours in Hong Kong to Pap Smears’ check crisis among sexually active females in big cities. One which caught my attention the most is about a mother of three that works as stone-cracker in the morning and prostitute at night.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">On East Javanese small village, live a woman with three cute little children. She got divorced, and she must work hard in order to sustaining the life of her kids. Her ex-husband only sent her Rp 4.000,00 per week, in which couldn’t even get her daughter a popsicle (if you bought it in capitalistic common mall and convenient store). She work all day to crack ‘batu kali’, but due to the share-benefits procedure with her co-workers, she only get Rp 340.000,00 per month (for three children?! Geez... thats sad!). In addition to fulfill the daily needs, she work again at night, as a prostitue in Chinese Cemetary well known as Bolo. Wait, what?!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Yeah, she has no choice. A lot of low-class Indonesian people in small villages are unequipped with talent or creativity. Their education is below standard, can’t get them to work on Bank as clerk. She married a wrong person, fights every night, and then being cheated. Living with parents after marriage in Javanese tradition is counted as shameful thing amidst society. But living alone with three kids to raised in a small shrack is even harder. She said that end up as prostitute every night is beyond her control. Its not because she want it, not because she’s lustful or disgracefully needs man’s pelvic thrust. No, its different case. She would do anything to feed her children, and since ‘clean-job’ (like cracking stones) can’t make enough money for her, she must do something that every women which has no modest education but has unstirring guts will do: throwing the wee-wee. The saddest part is when she told us that her tariff is Rp 10.000,00 per sexual partner. Every night, she gets Rp 40.000,00 from four customers (she's getting old, can't handle to much people), still she has to pay for 'ojek' which is Rp 12.000,00. Sweet Lord... <o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-Zv3dzyTjCxg/TxmSP-zIQzI/AAAAAAAABC0/GyXuO79951E/s1600/ragateanak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-Zv3dzyTjCxg/TxmSP-zIQzI/AAAAAAAABC0/GyXuO79951E/s1600/ragateanak.jpg" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">No, I wasnt trying to make fun of her or her condition. Swear to God, I was crying while watching the documentary. Its just, I told this story in the most ironic way. A mother of three, end up in prostitution to fulfill her children needs due to poverty is a serious topic. It opens my mind, it shows a different perspective toward seeing whores and hookers. They, who’ve been judged with damnation and certified as Hell-Club members have stories, just like us. It must be a big deal in their life to end up throwing wee-wee for dirty and sweaty bald-headed nasty men. Some of them maybe longing to be a diplomat, restaurant manager, or happy wife with a cute Brad Pitt-ish smiled husband. Should we blame God for this situation? For His plan toward these people? No. Blaming God is the lamest way to excuse life. I would rather blaming our f*cking governments rather than the capital H-I-M.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">These rats (read: corrupt people in national government and stinky capitalist company) runs this country. They took our money and let low-class people suffered the most. Where the heck is Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 gone? Are they ammended the word “fakir miskin” and “anak-anak terlantar” to “keluarga anggota pemerintahan” and “swasta pemilik modal” already? Already?! If the government is honest and we are not fighting corruption nowadays, we’ll enjoy at least a fitting standard of living condition. United States is ranked 1 level higher than us on total of population. Despite the fact that they’re facing financial and morality crisis right now, the government could still manage to give people free access to health, education, and even financial supports. This country, that has uncountable richness from its natural resources and amazing amount of population is dying. The greediness of those rats lead us to poverty which covered with G20 meetings and Piramida Garut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-pZ4pjWiu5Ug/TxmSAl8uADI/AAAAAAAABCs/znVYpdRQenM/s1600/fpi-ancam-gulibgkan-sby1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="195" src="http://3.bp.blogspot.com/-pZ4pjWiu5Ug/TxmSAl8uADI/AAAAAAAABCs/znVYpdRQenM/s320/fpi-ancam-gulibgkan-sby1.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Im so pissed and sad. To whom shall we protest for that woman and her three children condition? There are alot of inhumanic stories in this country. Above the whole, all that our president can do is whining and writing lyrics. The last one, for those FPI who has such a magnificent desire to beat non-Muslims, you guys better becoming polygamist and married those unfortunate widows. Thats better for them, rather than end up in hopelessness as prostitutes. Thats also better for you guys, our prophet has set it as one of his greatest example. A way to resolve social problem, rather than carrying sticks to spread horror to the Hindus, Buddhists, Christians, Ahmadiyas, Shiites and your other fellow Muslims. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Yogyakarta,</span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">January 20, 2012</span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">23:06</span></span></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-2587676808430448283?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-20046283532431038762012-01-18T19:46:00.000-08:002012-01-20T08:20:26.899-08:002012-01-20T08:20:26.899-08:00Jebakan Sengkuni<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-ZNSA4bb-jok/TxeR7w6nqrI/AAAAAAAABCY/SdsDQtak5qg/s1600/Sengkuni-2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="268" src="http://1.bp.blogspot.com/-ZNSA4bb-jok/TxeR7w6nqrI/AAAAAAAABCY/SdsDQtak5qg/s320/Sengkuni-2.jpg" width="320" /></a></div><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><b>Duryudana</b> : Paman, ini ada satu lagi, yaitu Kikis Tunggarana</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><b>Sengkuni </b>: hmmm.. itu begini anak Prabu. Anak prabu tahu kikis itu jadi rebutan Gatotkaca dan Boma? Ini kesempatan untuk kita adu</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><b>Duryudana</b> : caranya bagaimana Paman?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><b>Sengkuni</b> :kita buat isu pencaplokan wilayah, mereka itu terkenal cinta tanah air. kedua, mereka itu mewakili trah Pandawa dan Dwarawati, kalau mereka sudah berperang, artin</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;">ya lawan kita sudah hancur. ketiga, mereka itu satu agama, tapi beda aliran, ini potensi konflik yang mudah disulut.<br />
<b> Durmagati</b> : Oooo Paman Cengkuni itu kalo yang berbeda, perbedaan, ulayat, khilafiyah, itu kok paham cekali.<br />
<b> Sengkuni</b> : Loh .. itu kan bekal gelar Doktorku, aku ini belajar pluralisme. Ok.. kembali ke masalah, kalau kikis Tunggarana yang kaya minyak itu sudah tidak bertuan, nah baru kita memanfaatkan mendirikan tambang, kita klaim bahwa kita yang menyelamatkan bumi Tunggarana.<br />
<b> Duryudana</b> : Enggeh Paman, saya menurut kata Paman Sengkuni saja.</span></span></i><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><br />
</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><b>(cuplikan status dari akun fesbuk Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppet)</b></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><b><br />
</b></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;">What do you guys think? Sampai kapan kita yang katanya berasal dari trah yang sama ini dipecah-pecah oleh perbedaan? Bukankah Tuhan telah menentukan kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal (Al-Hujuraat: 13)? Jika kita menganggap perbedaan sebagai musibah, bukannya anugerah, berarti kita rela untuk dibodoh-bodohi tokoh hina seperti Sengkuni. Atau bahkan, kita memang secara naluriah memiliki <i>mind-set</i> seperti Sengkuni? </span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><br />
</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; line-height: 14px;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;">Masihkah engkau ber-Bhinneka Tunggal Ika?</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"><span class="text_exposed_show" style="display: inline;"><br />
</span></span><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-2004628353243103876?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-16610051693367193562012-01-06T19:10:00.000-08:002012-01-06T19:10:41.298-08:002012-01-06T19:10:41.298-08:00about lontaraproject...<div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dear readers,<o:p></o:p></span></i></div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">If you happened to stop at </span></i><a href="http://www.lontaraproject.com/"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">www.lontaraproject.com</span></i></a><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> or follow @lontaraproject, you’ll notice that this movement is from youth and for youth. The main focus of what these four youngsters doing is described beautifully on About Us:<o:p></o:p></span></i></div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></i></div><div class="MsoNormal"><span class="apple-style-span"><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><b>“Promoting La Galigo, as the largest written oral tradition in the world, to youth outside of Sulawesi Island. Also to increase information and understanding of people in Indonesia toward heritage, culture and local wisdom in South Sulawesi.”</b><o:p></o:p></span></i></span></div><div class="MsoNormal"><span class="apple-style-span"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></i></span></div><div class="MsoNormal"><span class="apple-style-span"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">So... As I’ve promised before</span></i></span><span class="apple-style-span"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">... Kali ini saya akan cerita sedikit tentang “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">behind the scene</i>”-nya Lontara Project </span></span><span class="apple-style-span"><span style="font-family: Wingdings; font-size: 12pt; line-height: 115%;">J</span></span><span class="apple-style-span"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal"><span class="apple-style-span"><span style="font-family: Wingdings; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-beAZYyrXbAU/Twe0ivEUVvI/AAAAAAAABBg/A7nZTE1Z2KE/s1600/the+nahkodas.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="201" src="http://4.bp.blogspot.com/-beAZYyrXbAU/Twe0ivEUVvI/AAAAAAAABBg/A7nZTE1Z2KE/s320/the+nahkodas.png" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal"><span class="apple-style-span"><span style="font-family: Wingdings; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Awalnya, saya mengajak saudari <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sri Maharani</b> (Ran) untuk membuat sebuah gerakan yang bertujuan untuk memperkenalkan La Galigo kepada publik Indonesia. Kira-kira kejadiannya di pertengahan tahun 2010, ketika saya baru saja kembali dari Amerika Serikat untuk kedua kalinya. Melalui Whatsapp, kami saling bertukar ide, diskusi, dan saling gontok-gontokan memikirkan konsep proyeknya. Akhirnya kami sepakat untuk mengumpulkan data tentang La Galigo sebanyak-banyaknya, mengajak beberapa orang lainnya sebagai “nahkoda” utama proyek ini, serta berencana untuk menciptakan sebuah web <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ramah-pemuda</i> sebagai main media kami.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya lalu approach kepada dua orang lainnya: <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Setianegara</b> (Ega) dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Fitria</b> (Fit). Kenapa Ega? Well, pada waktu itu saya yakin si pemalas yang berkuliah di ITB ini punya otak yang encer, punya semangat untuk mengangkat harkat-derajat-martabat nenek moyangnya (dia aktif di UKSS lho), serta bisa diandalkan klo masalah web-weban. Saya akui dia memang orang yang pintar, tapi sifatnya yang nyebelin itu loh... Ampuuun Karaeng... >_<. Lanjut, liburan puasa 2010 kemarin kebetulan Fit sering main ke rumah. Posisinya sebagai junior saya di SMP dan AFS membuat kami sudah lumayan akrab. Saya pun percaya kemampuannya. Dengan latarbelakang subyektif tapi profesional inilah kemudian saya menggaet dia untuk memperkuat team kami.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Singkat cerita, dalam waktu yang relatif cepat (karena memanfaatkan momentum liburan semester + puasa) kami berempat berkumpul di rumah saya di Makassar. Dengan segera kami bagi tugas: Ran menghubungi ibu Nurhayati Rahman (dosen Sastra Daerah Unhas yang terkenal sebagai kaliber di dunia peneliti La Galigo dan telah banyak menerbitkan buku) serta saya dan Ega ke Laboratorium Sastra Unhas untuk mengumpulkan informasi. Ternyata Ran tidak berhasil menyerap banyak data dari sang maestro karena beliau terburu-buru hendak ke Malaysia sebagai dosen tamu (namun kami amat berterima kasih atas pemberiannya berupa dua buah buku gratis tentang La Galigo). Kami pun hampir patah semangat karena informasi di Laboratorium Sastra Unhas tidak sebanyak seperti yang kami harapkan sebelumnya (bisa dibaca di web).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tapi alhamdulillah, puja dan puji hanya milik Allah... Dengan penuh cucuran darah, komunikasi jarak jauh via YM (kami berempat terpencar di Jogja, Jakarta, dan Bandung) serta kata-kata pedas via grup facebook, kami dapat melahirkan proyek ini. Tanggal 31 Desember 2011 menjadi momentum besar: lahirnya LONTARA (LA GALIGO FOR NUSANTARA) PROJECT! Yaaay!!!<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-rL8sxVcV8RQ/Twe3ZQBx_TI/AAAAAAAABCI/wExxFr5qrQA/s1600/lontar1.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-rL8sxVcV8RQ/Twe3ZQBx_TI/AAAAAAAABCI/wExxFr5qrQA/s320/lontar1.png" width="235" /></a></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hari ini tepat satu minggu sejak launching web kami. Pengunjungnya so far sudah menyentuh angka hampir 1.000 visitors. Twitter kami pun sudah punya 187 followers. Kami optimis jumlah ini masih akan terus bertambah. Animo masyarakat Sulawesi Selatan ternyata amat besar. Banyak teman-teman saya di Makassar yang amat supportif terhadap gerakan kami ini. Demikian pula dengan ibu Nurhayati yang memberikan restunya kepada kami lewat email. Rekan-rekan saya di Indonesian Future Leaders, AFS, BPPM Mahkamah pun amat sangat positif. Sebagian bahkan ada yang membantu menyebarluaskan informasi mengenai La Galigo melalui jaringan mereka. Sebagian ada yang sudah tidak sabar ingin terjun ke aktifitas nyata untuk menyelamatkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Memory of The World</i> dari UNESCO ini.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dibalik segala euforia LONTARA PROJECT tadi, tentunya ada pula tantangan-tantangan besar yang harus kami hadapi. Tantangan pertama ialah sinisme dari kalangan yang merasa memiliki La Galigo atau bahkan merasa sebagai pemilik budaya Sulawesi Selatan. respon yang muncul seperti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“berani-beraninya kalian bikin web dengan informasi cuma seuprit kayak begini! Saya yang tahu lebih banyak aja nggak sampai bikin gerakan macam kalian”</i>, atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“La Galigo itu udah populer kok. Saya ikutan ngepopulerin lho, lewat seminar-seminar dan tulisan akademik. Jadi sebenarnya nggak usah pakai gerakan ini juga La Galigo fine-fine aja”</i>. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Yang pertama itu muncul dari golongan tua. Dengan segala kerendahan hati, saya mengakui kadar keilmuan serta pengalaman hidup beliau. Saya tidak meragukan, beliau pasti telah melanglang buana mencari tahu, membaca, serta berdiskusi tentang La Galigo dari pakar-pakar handal. Tapi saya kurang setuju jika kami disalahkan karena tampilan kami yang memang “terlalu sederhana” dalam menyajikan informasi tentang La Galigo. Pasalnya, selain karena kondisi kami di rantau yang serba terbatas dari akses langsung ke data-data mengenai La Galigo (kebanyakan di Sulawesi Selatan, tentunya) jika kami tidak dengan “nekat” meremajakan La Galigo kepada generasi muda non-Sulawesi, lantas siapa dan kapan lagi? Apakah kami harus menunggu tangki terisi penuh sementara generasi tuanya tidak tahu bagaimana cara berhadapan dengan anak muda di zaman revolusioner seperti abad 21 ini? Terus terang saya sedikit kecewa. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-xGmzvDneLCg/Twe3hiYHogI/AAAAAAAABCQ/2kCNeTZ3ARs/s1600/lontar2.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="222" src="http://4.bp.blogspot.com/-xGmzvDneLCg/Twe3hiYHogI/AAAAAAAABCQ/2kCNeTZ3ARs/s320/lontar2.png" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Fungsi kami di LONTARA PROJECT ini sebenarnya hanya untuk “mengantarkan” pemuda-pemudi Indonesia, baik yang berasal dari Sulawesi Selatan maupun bukan, untuk mengenal La Galigo. Selanjutnya, jika mereka tertarik, adalah perjalanan yang harus mereka rintis sendiri. Kami tidak akan mengisi web dengan ribuan baris kata mengenai La Galigo, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">hell no!</i> Jadi jangan mengharapkan web kami ini berisi informasi seperti kamus atau ensiklopedianya La Galigo. Generasi pemuda yang hidup di era globalisasi ini adalah generasi yang minimalis. Tampilan kami adalah kesederhanaan berbalut teknologi yang menampilkan kualitas tinggi dari kearifan lokal bangsa Indonesia. Jika ingin tahu detail-detail epos terpanjang di dunia atau tradisi budaya Sulsel lainnya, silakan akses buku-buku atau berdiskusi dengan maestronya langsung. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">We are here to show, not to tell...</i><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><br />
</i></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Yang kedua, datang dari mahasiswa yang menekuni bidang sastra daerah. Well, jika memang sudah ada begitu banyak telaah akademis maupun seminar mengenai La Galigo, kenapa masyarakat masih buta? Apakah dengan mengadakan seminar di sebuah hotel di Makassar lantas khalayak di Pulau Jawa atau Irian bakal sadar akan keberadaan La Galigo sebagai kekayaan nasional. Saya mengamini pendapat Ran yang mengatakan bahwa “La Galigo itu kan bukan punya Unhas atau Sulawesi Selatan saja”. Informasi mengenai epos ini hanya berputar di kalangan akademis yang itu-itu saja. Lantas, kapan bangsa ini sadar kalau kita punya La Galigo? Saya besar di luar Sulawesi Selatan dan saya amat sangat memahami bagaimana butanya pandangan masyarakat terhadap daerah leluhur saya tersebut. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Somehow</i> saya merenungi ini semua mungkin salah satu contoh dari efek negatif otonomi daerah...<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-EtflL4dfjf4/Twe2x7Cv4aI/AAAAAAAABB4/aKp3gntY6hw/s1600/lontar3.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-EtflL4dfjf4/Twe2x7Cv4aI/AAAAAAAABB4/aKp3gntY6hw/s320/lontar3.png" width="297" /></a></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kritik-kritik di atas tidak melemahkan kami, tapi justru membuat kami semakin kuat dan maju. Saya sendiri sadar, proyek kami ini tidak main-main. Apa yang kami lakukan ini akan memiliki efek besar terhadap bangsa ini dalam memandang dirinya sendiri dari dalam. PR terbesar kami sebenarnya adalah bagaimana membuat pemuda Sulawesi Selatan yang di-cap anarkis oleh orang Indonesia lainnya untuk tampil dengan La Galigo sebagai trophy kebudayaan adiluhung mereka. Proyek ini juga merupakan somasi kepada seluruh pemuda nusantara yang “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">international oriented</i>” tapi tidak “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">local genious oriented</i>”. Mereka baru akan protes dan marah-marah lewat media sosial ketika batik atau karya warisan bangsa lainnya diklaim negara orang. Melalui proyek ini, kami harap agar mata bangsa Indonesia terbuka bahwa di pelosok-pelosok daerahnya ada banyak mutiara kearifan lokal yang menuntut untuk dibudidayakan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Yup, sekian dulu lah tulisan saya ini. Niatnya mau nulis “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">the making of LONTARA PROJECT</i>” eh... malah kepanjangan jadi curcol :D <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Semoga my dear readers sehat selalu dan punya waktu untuk mengunjungi web serta ikut berpartisipasi dalam program-program kami di masa mendatang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">I UPS! LA GALIGO!!!<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Yogyakarta,<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">21:20<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">6 Januari 2012<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-1661005169336719356?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-4490497266930683912012-01-01T03:43:00.000-08:002012-01-25T16:48:39.886-08:002012-01-25T16:48:39.886-08:00Hello 2012 :)Yesterday was the best way to end 2011 and to welcome 2012 in Yogyakarta.<br />
<br />
Three years in a row I've been having New Year's Eve celebration with the AFSers. Will talk about the details as soon as I get the chance to upload some pictures (keywords:<i> Lontara Project Soft Launching, Kasongan Art Festival, and "Flames on Mt. Sinai" a.k.a. Monjali's Fireworks</i>).<br />
<br />
Dare to save the longest epic in the world? Show us your youth spirit on preserving ancient tradition in a very modern-creative way! Visit <b>www.lontaraproject.com</b> and follow our twitter<b> @lontaraproject</b>. Say it out loud: <b>"I UPS! (Uncover-Preserve-Speak) LA GALIGO"</b>.<br />
<br />
Assalamu'alaikum, 2012 :)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-S3lEBSow1Lw/TwBGXQ5hXOI/AAAAAAAABAw/CttRpvubr_A/s1600/IUPS.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-S3lEBSow1Lw/TwBGXQ5hXOI/AAAAAAAABAw/CttRpvubr_A/s320/IUPS.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-kkivtOacjYg/TwBGYop8C5I/AAAAAAAABA4/aFhdXUzG1Ck/s1600/395493_2867117244796_1465742169_2969923_2022709437_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-kkivtOacjYg/TwBGYop8C5I/AAAAAAAABA4/aFhdXUzG1Ck/s320/395493_2867117244796_1465742169_2969923_2022709437_n.jpg" width="243" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-IKxi-gtOFP8/TwBGfv7xbFI/AAAAAAAABBA/GSfhB3TWLnA/s1600/wallpaper.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://2.bp.blogspot.com/-IKxi-gtOFP8/TwBGfv7xbFI/AAAAAAAABBA/GSfhB3TWLnA/s320/wallpaper.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-O3cr_geEwKc/TwBHcUUHELI/AAAAAAAABBM/HaBnMA8Ug2E/s1600/bannerstand.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="http://2.bp.blogspot.com/-O3cr_geEwKc/TwBHcUUHELI/AAAAAAAABBM/HaBnMA8Ug2E/s320/bannerstand.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-30lD8uYYhCA/TwGPFF0jyXI/AAAAAAAABBY/8Tglu8aIPaM/s1600/388550_226090540799412_217969928278140_497422_2142546050_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-30lD8uYYhCA/TwGPFF0jyXI/AAAAAAAABBY/8Tglu8aIPaM/s1600/388550_226090540799412_217969928278140_497422_2142546050_n.jpg" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-449049726693068391?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-41233194202615967692011-12-20T19:20:00.000-08:002011-12-27T18:35:52.867-08:002011-12-27T18:35:52.867-08:00Menghayati Pantai Selatan: Harta Karun di Tengah Gempuran MitosBelakangan ini saya begitu akrab dengan Pantai Selatan. Posisi saya sebagai staff redaksi dalam penyusunan Majalah BPPM Mahkamah yang bertajuk Laut menuntut diperlukannya reportase langsung ke lapangan. Berhubung akses dan biaya hanya memungkinkan saya dan teman-teman penulis lainnya untuk mengunjungi pantai-pantai yang berada di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta, maka menjadi rajinlah kami menyambangi Pantai Selatan. Lautan yang menjadi sarang mitos Nyi Roro Kidul dan ikon keganasan alam (ombak maupun tsunami) ini pun menghiasi hari-hari saya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-EWcFD3p7wmo/TvA7nEa3fwI/AAAAAAAAA-k/0WUIPXK41QE/s1600/DSC09805.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/-EWcFD3p7wmo/TvA7nEa3fwI/AAAAAAAAA-k/0WUIPXK41QE/s200/DSC09805.JPG" width="150" /></a></div><i>"Lautku Harapanku"</i> demikian bunyi sebuah tulisan yang terpampang di Tugu Dermaga Pantai <b>Glagah</b>. Pantai yang berjarak kira-kira 45 menit dari kampus UGM ini (apabila ditempuh dengan motor) adalah pantai pertama yang kami buru dalam rangka melengkapi data-data majalah. Sebenarnya tidak ada yang menarik dari Pantai Glagah. Anginnya luarbiasa kencang. Sepanjang mata memandang, <i>segara wedi</i> alias lautan pasir terhampar luas berkilo-kilo meter. Hanya ada beberapa tumbuhan yang sanggup tumbuh di sini. Masyarakat sekitar memanfaatkan potensi alam tersebut dengan banyak mendirikan resort dan warung makan (padahal, jenis tanah berpasir seperti itu kemampuan untuk menyerap airnya amatlah jelek. walhasil air yang banyak digunakan oleh warga sekitar mengandung presentase bakteri <i>E.Coli</i> cukup tinggi). Sayang sekali, mungkin karena hari itu hari senin, Pantai Glagah tak ubahnya taman hiburan yang sepi pengunjung. Laporan pandangan kami adalah: dermaga yang belum jadi, penduduk yang bermalas-malasan di pekarangan rumah, pasangan yang tengah pacaran di atas motor siang bolong, serta sampah-sampah.<br />
Kami tidak berhasil menemukan seorang pun nelayan (Hal ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi kami untuk lebih perhitungan sebelum meliput berita yang berhubungan dengan nelayan. Siang hari adalah saat dimana nelayan-nelayan yang baru saja kembali dari melaut untuk beristirahat, tak heran mereka susah untuk ditemui). Kami lalu memutuskan untuk mendatangi Polisi Laut yang bermarkas di dekat situ. Dari bapak-bapak polisi yang sedang bertugas siang itu, kami dibawa ke sebuah alam perenungan baru akan kondisi Pantai Selatan Jawa.<br />
<br />
*<b>Kejahatan</b>:<i> "Wah, di sini sih nggak pernah terjadi kasus besar kayak di Pantai Utara Jawa, mas. Nggak ada fish-laundrying, atau nelayan ilegal. Penduduk sekitar juga jarang ada yang melaut, apalagi nangkapin ikan secara ilegal."</i><br />
*<b>Keamanan</b>:<i> "Paling banter itu kami nolongin orang yang tenggelam atau orang hilang di laut, mas."</i><br />
*<b>Fasilitas?</b>: <i>"Kami nggak punya perahu. Jadi kalau ada apa-apa, kami biasanya numpang sama nelayan lokal. Agak nggak enak juga sih sama mereka mas, kami sering ngerepotin kalau sedang patroli rutin pakai kapal mereka. Ya, mau gimana lagi... Dari jaman kapan juga kami udah ngajuin permohonan fasilitas ke Mabes tapi sampai hari ini belum ditanggapi..."</i><br />
<i><br />
</i><br />
Karena tidak berhasil mendapatkan informasi yang kami inginkan, kami lalu memutuskan untuk pergi ke pantai selanjutnya: <b>Sadeng</b>. Pantai Sadeng merupakan pelabuhan tempat kapal-kapal nelayan yang menangkap ikan di laut selatan mengucurkan tangkapan mereka. Lusanya, dengan beranggotakan lima orang, kami berangkat ke Sadeng yang terletak di Kab. Gunung Kidul.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-0450ZMBWJD8/TvFHk61xubI/AAAAAAAAA_0/ycJf4OU1DH8/s1600/DSC09800+-+Copy.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="http://3.bp.blogspot.com/-0450ZMBWJD8/TvFHk61xubI/AAAAAAAAA_0/ycJf4OU1DH8/s320/DSC09800+-+Copy.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Penulis di Pantai Glagah. Di belakangnya ada banyak sampah plastik. Dan laut yang berombak keras.</i></td></tr>
</tbody></table><br />
Luarbiasa.<br />
<br />
Sesuai namanya, Gunung Kidul, terletak di wilayah pegunungan. Kami harus "melompati" dulu daerah Wonosari untuk akhirnya sampai ke Sadeng. Jalanan berbelok-belok dan naik-turun selama hampir 2 jam terbukti mampu membuat dua orang rekan saya (Indri dan Mayo) muntah-muntah. Belum lagi keganasan penduduk lokal yang ugal-ugalan mengendarai kendaraan bermotor. Petrus yang menyetir mobil harus ekstra hati-hati karena jalanannya curam dan terletak pas di tepi jurang. Akhirnya, setelah berjuang melewati gunung-gemunung, sampailah kami di Sadeng. Lokasinya cukup unik karena Sadeng merupakan sebuah teluk yang terletak tepat di kaki gunung dengan wajah yang langsung bertemu laut.<br />
<br />
Nama Sadeng mengingatkan saya akan sejarah. Sebuah pemberontakan terjadi di wilayah bernama Sadeng, menurut kitab Negarakertagama. Pemberontakan yang terjadi di masa pemerintahan Prabu Jayanegara tersebut berhasil dipadamkan oleh Gadjah Mada. Sampai hari ini, para ahli sejarah Majapahit masih berselisih mengenai penempatan lokasi Sadeng yang sebenarnya. Apakah mungkin Sadeng yang dimaksud itu terletak berkilo-kilo meter jauhnya dari pusat pemerintahan di Trowulan? Entahlah. Yang jelas pantai ini adalah pantai pedalaman. Di Sadeng kami mendapatkan informasi bahwa para nelayan tidak ada yang berani melaut hingga melebihi 117 kilometer dari pantai. Perahu-perahu mereka tidak kuat jika harus berlayar sampai ke perbatasan. Lagian di perbatasan selatan Indonesia juga tidak ada apa-apa, beda dengan perbatasan sebelah utara yang biasa menuai konflik karena keberadaan jalur "<i>Segitiga Emas</i>" (area perputaran senjata, barang, maupun hasil laut ilegal yang terletak di laut Cina Selatan antara Vietnam, Malaysia, dan Filipina). Daerah Sadeng memang kaya ikan. Nelayan-nelayannya masih menggunakan "rumpon" atau alat tradisional dari Sulawesi Barat yang dipakai untuk "memanggil" dan "menandai" ikan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div>Petualangan di Pantai Selatan saya berlanjut hingga hari minggu tanggal 27 November 2011 yang lalu. Bertepatan dengan Tahun Baru Muharram atau tanggal 1 Suro menurut penanggalan Jawa, di Pantai <b>Parangkusumo</b> selalu diadakan Upacara Labuhan. Labuhan berarti melarungkan berbagai macam hasil bumi ke laut selatan sebagai tanda terima kasih kepada Sang Ilahi atas anugerah yang Ia berikan selama setahun ini. Ritual ini sebelumnya diawali dengan banyak variasi: ada yang bermeditasi, mencuci pusaka leluhur, mandi di tujuh sungai yang berbeda atau bahkan <i>pradaksina</i> (memutari suatu tempat yang dianggap keramat searah jarum jam). Singkat cerita, saya dengan ditemani Andre mereportase prosesi Labuhan untuk kepentingan artikel bertajuk budaya di bakal majalah kami itu.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-eUtdg9eRnK4/TvFS76r9UjI/AAAAAAAABAU/ej6F0Isf7yI/s1600/DSC09821+-+Copy.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-eUtdg9eRnK4/TvFS76r9UjI/AAAAAAAABAU/ej6F0Isf7yI/s320/DSC09821+-+Copy.JPG" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div>Kami berangkat jam 7 pagi menuju Bantul. Sepanjang jalan kami begitu menikmati udara yang bersih dan cuaca yang oke. Sesampainya di sana yang kami temukan hanyalah sisa-sisa sesajen dari orang-orang yang tadi malam bermeditasi di Parangkusumo. Parangkusumo yang berlokasi tepat di sebelah Parangtritis memang lebih kecil, namun aura kesejarahan dan mistiknya jauh lebih besar. Di tempat ini terdapat dua bongkah batu karang yang dipercaya menjadi tempat bertemunya Panembahan Senopati dan Ratu Kidul ratusan tahun yang lalu. Ibaratnya, batu karang tersebut menjadi monumen peringatan atas persekutuan antara Penguasa Laut Selatan dan Penguasa Mataram itu. Hari itu memang tidak ada prosesi Labuhan (saya juga bingung, padahal berdasarkan booklet festival di Yogyakarta yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata seharusnya ada lho), namun saya sempat mewawancarai <i>Surekso</i> (Juru Kunci) situs batu karang Senopati dan seorang murid padepokan Kumbang Malam yang sedang bersiap-siap untuk mengadakan tradisi tahunan perguruan mereka. Info lebih lanjut bisa dibaca di Majalah BPPM Mahkamah Fakultas Hukum UGM kalau sudah terbit nanti ya (promosi duluu... hihihi).<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-7TWpCal28Dk/TvFMUJlrPxI/AAAAAAAAA_8/8K_cxfHc7sQ/s1600/DSC09817+-+Copy.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-7TWpCal28Dk/TvFMUJlrPxI/AAAAAAAAA_8/8K_cxfHc7sQ/s320/DSC09817+-+Copy.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Gapura Pantai Parangkusumo. Makam Syech Bela-Belu</i><br />
<i> terletak di bukit kecil yang menjadi background</i></td></tr>
</tbody></table>Nah, peliputan saya ini bisa digolongkan sebagai <i>reportase klenik. </i>Lho? Pasalnya, ada beberapa hal di luar akal pikiran yang terjadi pada saat saya mengambil gambar ritual 1 Suro Padepokan Kumbang Malam. Kamera yang baterainya masih baru tidak dapat mengambil gambar apa-apa selain warna putih. Setelah saya ulang berkali-kali, kamera mendadak mati. Menurut teman saya itu mungkin karena saya tidak minta ijin dulu kepada mereka untuk mengambil gambar. Bisa jadi sih. Apalagi di tempat-tempat keramat seperti itu, energi batinnya memang besar, nggak heran kalau alat elektronik pun terpengaruh sehingga mengalami gangguan.<br />
Pantai Selatan memang sungguh misterius. Pintu Gerbang Keraton Segara Kidul yang dipimpin oleh Sang Kanjeng Ratu ini sudah menyihir imajinasi penduduk pesisir jauh sebelum pengaruh Hindu-Buddha dan Islam memasuki nusantara. Tradisi Labuhan itu sendiripun sebenarnya tidak ada kaitannya dengan Gusti Allah, semata-mata hanya kebiasaan kejawen untuk memuja Ratu Pantai Selatan. Hanya saja, semenjak agama Islam menjadi agama resmi Kerajaan Mataram (ditandai dengan dongeng kesuksesan Sunan Kalijaga mengislamkan Kanjeng Ratu Kidul) maka intisari Labuhan diganti sebagai tradisi syukur kepada Gusti Allah.<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-IYs1gqTmK0Y/TvFSEgZOUyI/AAAAAAAABAM/gWfLZPALcOg/s1600/DSC09822+-+Copy.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="150" src="http://1.bp.blogspot.com/-IYs1gqTmK0Y/TvFSEgZOUyI/AAAAAAAABAM/gWfLZPALcOg/s200/DSC09822+-+Copy.JPG" width="200" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Batu Karang Panembahan Senopati</i></td></tr>
</tbody></table>Laut Selatan adalah aset bangsa yang sering terlupakan. Lihat saja, Menurut Badan Kelautan dan Perikanan, di wilayah Pelabuhan Ratu sudah ditemukan kurang lebih 134 situs harta karun! Kita tentunya masih ingat dengan harta karun di perairan Cilacap yang ternyata menyimpan banyak peninggalan VOC, disinyalir ada 51 lokasi kapal tenggelam di sana. Tempat-tempat harta karun tersebut merupakan <i>spot-spot</i> bangkai kapal berbagai zaman yang membawa rupa-rupa perhiasan. Dengan kata lain, Laut Selatan ternyata memang menyimpan harta karun secara harfiah. Sayang... Perhatian pemerintah dan masyarakat kepada daerah ini belum sebesar perhatian pemerintah terhadap daerah-daerah kelautan di Pantai Utara Jawa. Buktinya, ekspedisi <i>Java Trench 200</i>2 yang berusaha untuk mengungkap kondisi fisik Laut Selatan hingga ke dasar palungnya didanai oleh peneliti asing dari Jepang dan Jerman. Padahal belakangan ini sedang gembar-gembor penelitian mengenai energi yang bersumber dari gerakan pasang air laut sebagai alternatif bahan bakar. Coba bayangkan, seandainya benar-benar ditangani dengan serius, maka pasokan energi dari arus pasang laut bisa mencapai 6.000 MW! Wah... Wah... Indonesiaku!<br />
<br />
Mengutip bunyi plakat di Museum Kelautan yang ada di daerah Wirobrajan, Yogyakarta: Provinsi DIY merupakan provinsi miskin kekayaan laut yang terletak di negara maritim. Masih banyak potensi yang belum digali dari Pantai Selatan. Masih banyak pengembangan yang bisa dimanfaatkan oleh warga sekitarnya. Sayang, hanya karena ketidakramahan ombak dan keterbatasan sarana, Laut Selatan hanya menjadi terkenal karena mitos-mitos Nyi Roro Kidul. Generasi muda bangsa, terutama mereka yang hidup di pesisir harus mulai memikirkan bagaimana cara mengembangkan daerah mereka dengan kreatifitas seraya memanfaatkan Sumber Daya Alam dan kearifan lokal yang ada. Ayo, ini PR buat kita semua!<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-4JkLj_dtrwk/TvFPcURJ5ZI/AAAAAAAABAE/uPNeelY8R8I/s1600/324235_10150356598124737_566799736_8136915_1063763931_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="http://3.bp.blogspot.com/-4JkLj_dtrwk/TvFPcURJ5ZI/AAAAAAAABAE/uPNeelY8R8I/s320/324235_10150356598124737_566799736_8136915_1063763931_o.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Pecahan keramik yang ditemukan oleh mahasiswa arkeologi laut </i><br />
<i>Fakultas Ilmu Budaya UGM di sebuah bangkai kapal </i></td></tr>
</tbody></table><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-4123319420261596769?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-38885573604786053102011-12-20T00:15:00.001-08:002011-12-20T00:41:24.417-08:002011-12-20T00:41:24.417-08:00Instagram, you've caught some of the BEST moments in my life...<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-g7oXrm-EnuE/TvBD3grBhJI/AAAAAAAAA-s/A4xAzmRZMSg/s1600/32c54a82199911e1a87612313804ec91_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-g7oXrm-EnuE/TvBD3grBhJI/AAAAAAAAA-s/A4xAzmRZMSg/s320/32c54a82199911e1a87612313804ec91_7.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dili, 1995</td></tr>
</tbody></table><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-NZXUUc-HIyY/TvBD5X3VEEI/AAAAAAAAA-0/R55J8qs--y8/s1600/317c2d1a1a3611e19e4a12313813ffc0_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-NZXUUc-HIyY/TvBD5X3VEEI/AAAAAAAAA-0/R55J8qs--y8/s320/317c2d1a1a3611e19e4a12313813ffc0_7.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bugis Guesthouse, Singapore</td></tr>
</tbody></table><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-U-0DFmJNkac/TvBD7AjxvSI/AAAAAAAAA-8/YAT_xV9v02k/s1600/606a488c199b11e1a87612313804ec91_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-U-0DFmJNkac/TvBD7AjxvSI/AAAAAAAAA-8/YAT_xV9v02k/s320/606a488c199b11e1a87612313804ec91_7.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">The Singahs, 2010</td></tr>
</tbody></table><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-suOEjii9mpo/TvBD9GRb_rI/AAAAAAAAA_E/1SO_2kSganE/s1600/1174b812199a11e19e4a12313813ffc0_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-suOEjii9mpo/TvBD9GRb_rI/AAAAAAAAA_E/1SO_2kSganE/s320/1174b812199a11e19e4a12313813ffc0_7.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">"The Eye of Spore"</td></tr>
</tbody></table><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-rdGzypRCKU8/TvBEBe0hVVI/AAAAAAAAA_M/kvFSlrLeNFE/s1600/a46e64581a4711e180c9123138016265_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-rdGzypRCKU8/TvBEBe0hVVI/AAAAAAAAA_M/kvFSlrLeNFE/s320/a46e64581a4711e180c9123138016265_7.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">I called this "The Joyful Gate" because when you pass the door, USA welcomes you :)</td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-gj9LZOdPhJg/TvBI7syhZdI/AAAAAAAAA_U/KDWGPQ-vMvA/s1600/377500_10151051852025405_715685404_21976998_1728887171_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-gj9LZOdPhJg/TvBI7syhZdI/AAAAAAAAA_U/KDWGPQ-vMvA/s320/377500_10151051852025405_715685404_21976998_1728887171_n.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Me & my favorite-bestie, Gita </td></tr>
</tbody></table><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-i2zGo1HDe6s/TvBI_82L3FI/AAAAAAAAA_c/x8vWkhobzFs/s1600/382671_10151051854535405_715685404_21977014_1983068763_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-i2zGo1HDe6s/TvBI_82L3FI/AAAAAAAAA_c/x8vWkhobzFs/s320/382671_10151051854535405_715685404_21977014_1983068763_n.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Son bear & Mama bear!</td></tr>
</tbody></table><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-ZyymdI4jpYY/TvBJDCDIL5I/AAAAAAAAA_k/vDIbsdULh0M/s1600/401365_10151051863820405_715685404_21977092_517733140_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="http://4.bp.blogspot.com/-ZyymdI4jpYY/TvBJDCDIL5I/AAAAAAAAA_k/vDIbsdULh0M/s320/401365_10151051863820405_715685404_21977092_517733140_n.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">AFS Jogja Potluck, 18 November 2011</td></tr>
</tbody></table><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-246d9scRg3o/TvBJEaVNMHI/AAAAAAAAA_s/i7WRYXTqCTg/s1600/408593_10151051858575405_715685404_21977052_689441627_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-246d9scRg3o/TvBJEaVNMHI/AAAAAAAAA_s/i7WRYXTqCTg/s320/408593_10151051858575405_715685404_21977052_689441627_n.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Love this people. "Karena Frekuensinya Sama" :)</td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-3888557360478605310?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-61000596547153915912011-12-15T09:15:00.000-08:002011-12-15T09:15:45.132-08:002011-12-15T09:15:45.132-08:00Bhisma Dewabrata<div style="text-align: center;"><i>No, he's not one of the SM*SH personel. You've googled the wrong Bhisma if you got here hoping to see a dancing gay-looking young adult with braces on his teeth.</i></div><div style="text-align: center;"><i><br />
</i></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-DqVPFd_I0RA/Tuoqq77PIWI/AAAAAAAAA-Y/WMcMQjQqzwc/s1600/bhisma.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-DqVPFd_I0RA/Tuoqq77PIWI/AAAAAAAAA-Y/WMcMQjQqzwc/s320/bhisma.jpg" width="227" /></a></div><div style="text-align: center;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Anyway</i>, saya mengagumi tokoh wayang yang punya nama kecil Dewabrata ini. Bagi saya kisah keikhlasan Bhisma yang rela bersumpah untuk tidak menikah demi adik dan ibu tirinya serta kesetiaannya dalam memegang teguh janji kepada cucu-cucu Kurawa untuk berperang bersama mereka amat mengharukan. Kedua sumpahnya tersebut telah memegang peranan besar dalam alur cerita Mahabharata, sehingga dapat disimpulkan tanpa sosok Bhisma, Abyasa tidak akan dapat menciptakan kisah seindah itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia menjadi satu-satunya manusia yang diperbolehkan oleh para dewa untuk memilih sendiri saat kematiannya. Maka tak heran, meskipun sudah dihujani panah oleh Arjuna, kakek tua renta nan sakti ini masih dapat hidup berbulan-bulan di padang Kurusetra hingga matahari merambat di Lintang Utara bumi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-T8jKnmUwdi0/TuoqVb5v34I/AAAAAAAAA-Q/20EN3uQ8wwQ/s1600/bhisma-2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="242" src="http://1.bp.blogspot.com/-T8jKnmUwdi0/TuoqVb5v34I/AAAAAAAAA-Q/20EN3uQ8wwQ/s320/bhisma-2.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saya pun ingin seperti Bhisma. Memahami keikhlasan dan kesetiaan. Seperti lilin yang menyala dalam kegelapan, meskipun mengorbankan dirinya sendiri tapi Ia mampu menjadi cahaya bagi orang lain.</div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-6100059654715391591?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-39542659495323090052011-12-14T18:56:00.000-08:002011-12-20T00:10:13.485-08:002011-12-20T00:10:13.485-08:00The Train Tragedi, YES Selection Camp, Keris Bugis, and The Missing Android<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-O86BTWYLKIs/TuljN_tE8BI/AAAAAAAAA-A/w8wYHDL_UE0/s1600/385057_2458067524391_1033200053_2833335_738915043_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><b></b></a></div>What a title. I posseses no adjectives or precise words to elaborate events and feelings that I had experienced during these last four days. Let's come back and see what I did or what did happen to me:<br />
<br />
<br />
November 11, 2011<br />
05.00pm: <i>I put my favorite Ganesha T-Shirt on, wore my favorite Italian cap and tucked my arms on square patterned Cole's jacket sleeve. Mas Abe (Gita's newest boyfriend) said that he'll pick me up at Bunderan Filsafat. We were planning to watch Ramayana Ballet in Collaboration with Indian Performers at Prambanan Temple tonight. I always longing to see the show, and it was like a jackpot for me: the tickettes were cheaper, I could watch the mix performents from two different cultures and couldn't expect more than having Gita and her family as my companions.</i><br />
<br />
<br />
07.15pm: <i>We finally arrived at Panggung Trimurti Prambanan where the show took place. After waiting for like 10 minutes, the show started. At first I was thrilled by the performers. The Indian and Indonesian dancers were lined up and gave their homage to audience. I was also thrilled by the duo-music collaboration between javanese gamelan and the Indian instruments on the opening. A bit uncatchy, but I praised their effort to do the best.</i><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-O86BTWYLKIs/TuljN_tE8BI/AAAAAAAAA-A/w8wYHDL_UE0/s1600/385057_2458067524391_1033200053_2833335_738915043_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://3.bp.blogspot.com/-O86BTWYLKIs/TuljN_tE8BI/AAAAAAAAA-A/w8wYHDL_UE0/s320/385057_2458067524391_1033200053_2833335_738915043_n.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
08.00-10.00pm: <i>I have to admit that it wasn't the best show I've ever watched. The Indian performents barely danced, they just plainly acted and moved in accordance with their (slowly but sure became so boring) music. The javanese dancers and concepts were great. A bunch of cute little monkeys which played by children entertained the audience. My favorite scenes were when the rakshasas dancing and mocking each other and also when Anoman (unfortunately the Indian one) burned Alengka. It created a fiery backgorund effects as if Candi Prambanan was flaming, burnt by Anoman.</i><br />
<br />
November 12, 2011<br />
<br />
06.30am: <i>Woke up early in the morning to catch the very first train to Jakarta. I was sure to come to Pameran Keris Bugis at Bentara Budaya Kompas Gramedia, Jakarta Pusat. I was also sure that I could stay in Wisma Handayani for free, because from November 11-15 the AFS National office will conduct a YES Selection Camp. As one of YES eminent and good alumni, I deliberately offer myself to help the camp; I was asked to be interview's observer and also jury for Dinamika Kelompok. Primi picked me up and brought me to Stasiun Tugu. I couldn't get an economic class to Jakarta, therefore opposing my principal plan for cheap traveling, I must take executive class seat to get there. It was a VERY BAD idea to visit some place without clear planning or even ordered tickettes (to go and to come back). I regret my decision to play a safety-unplanned-trip to Jakarta this year...</i><br />
<br />
<br />
06.30pm: <i>After a superlong journey inside Taksaka's executive class, I finally arrived in Stasiun Gambir Jakata Pusat. I had to wait for almost 2 hours more in order to be "accompanied" by Sam, Randy, and Azhar. None of them were there when I came so, trapped in hunger, smelly and sweaty t-shirt, cold, I must stood up plus kept my eyes watchful of their presence. But I absolutely proclaimed to all my readers that it was worth it. Had my bestpeople around is just wonderful, especially if you are a stranger on place where you know nobody.</i><br />
<br />
<br />
10.00pm: <i>Due to the lackness of rest inside my executive class (the AC was supercold and a mother who seated next to me failed to shut her babies' crying down) and empty stomach, I suffered fever. We went to Rijal's place and had a stay-over together (except Randy because he must go to hospital). Ghina repeatedly texted me and threw an invitation to meet up, had breakfast, or even just to go to Handayani together. The trembling headache couldn't be resist, I rejected her offers.</i><br />
<br />
<br />
November13, 2011<br />
<br />
<br />
06.00am: <i>Leaving to Handayani with Azhar and Sam. Rijal went to Cibubur (he was selected as SEA GAMES committee this year) so he couldn't go with us. I arrived in Wisma Handayani, stormed in to Yekti's room and jumped around with her. I stayed on the same room with Dimas and Bintang, another dazzling reunion moment with friends from my batch.</i><br />
<br />
<br />
08.00am-12.30am: <i>Had breakfast, then went to the Selection Camp Building. My first job was to be an observer for Kak Diar and Kit Klipinger, an official from the State Department. It is highly confidential to share the proceedings, so I'll keep it secret. Met with people from AFS Orientation Camp last August, nice chit-chat which recalled beautiful memories.</i><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-ZjAq8eY7OaE/TuljCUjkMjI/AAAAAAAAA94/czzQY_yV_no/s1600/375246_10150374847746848_577006847_8671893_1796030757_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="http://2.bp.blogspot.com/-ZjAq8eY7OaE/TuljCUjkMjI/AAAAAAAAA94/czzQY_yV_no/s200/375246_10150374847746848_577006847_8671893_1796030757_n.jpg" width="200" /></a></div>01.00pm-12.00pm: <i>After lunch break, I met committees which are from my batch. It was crazy, for almost 4 years didn't get any chance to see each other now finally all of us standing and talking in the same room! I met Iqbal, Febri, Yeyen, Ermy, Aas, Aini, Upi, Dita, Sugeng, and Raka (he didn't enter the building, waited me and Yeyen on the parking alot). We finished Dinamika Kelompok at 9pm, had great nostalgic moment at the lobby while watching Indonesian version of Dancing with The Stars and Fantastic Four. After that, we went out to grab Sate Padang and some beverages. We spent the night by playing cards that Bintang bought before. It was a short but very exquisite quality of time with my AFS Golden Batch :)</i><br />
<br />
November 14, 2011<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-2UTP5DyE0Xs/TuljdDz7FGI/AAAAAAAAA-I/Tx6_BJsqhNM/s1600/0001+-+Copy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-2UTP5DyE0Xs/TuljdDz7FGI/AAAAAAAAA-I/Tx6_BJsqhNM/s320/0001+-+Copy.jpg" width="145" /></a></div>10.00am-01.00pm:<i> I went out with Fit to Bentara Budaya Kompas at Palmerah Selatan. We barely know where is it. Diku was there too, she came faster than us. We finally made it to the Kompas Building, but for heaven's sake, it's very big! After walked for 5 minutes to Joglo Bentara Budaya, we finally met Diku and visited the Keris Bugis Exhibition. You can find the details of our visit on <a href="http://lontaraproject.com/101-la-galigo/liputan-kami-keris-bugis-menginspirasi-keragaman-nusantara/">http://lontaraproject.com/101-la-galigo/liputan-kami-keris-bugis-menginspirasi-keragaman-nusantara/</a>. Fit only had free time until 01.00 pm, so we couldn't really enjoy the atmosphere and the stories. I must rushed in order to see the whole exhibition and bought "Keris Magazine" with Soekarno's Edition. It wasn't that satisfying, but oh well, what can I say. I took a lot of pictures and was planning to upload it on facebook before...</i><br />
<br />
<br />
November 15, 2011<br />
<br />
<br />
05.00am: <i>I woke up in hurry, brushed my teeth, washed my face, and jumped onto the street to find taxi. It was a very dark morning in Jakarta, I should say. As I've mentioned before, I didn't have round-trip tickets. So, since this is the last day of YES Selection and all the committees are gone, I had to catch a taxi and got a ticket for the earliest train from Jakarta to Jogja. I must say that it was a mess. A total mess. I put my android on the cab's seat and enjoyed my meal. The taxi stopped at Gambir, and I handed Rp 50.000 bill to the driver, he said that he didnt have the change, so I went out to the nearest warung and get some gorengan. I was on the hangover state of mind due to the lackness of sleep and supertired, so I went out too to pick up my bag inside the baggage without knowing that I was actually leaving my android on it's seat. And there I was, received the change, walked slowly to the station, found the ticket booth. When I reached my pocket and couldn't find the cellphone... Voila. I was a mess. I borrowed another taxi driver's cell to call mind in hope that the generous hearted driver or his passanger would keep it for me. Well... Obviously I don't live in Japan or Switzerland, the cellphone was turned off by somebody and all I got is this crappy imagination of my parents' wrath, my sister's anger, and a regret for not copying the whole important files before they are gone...</i><br />
<br />
The rest of the story is: I made it back to Jogja, but the 8 hours journey was like a living hell filled with sadness and dissapoinment. My mom was very mad, no new cellphone until unconsidered time. Now, all I have is nothing but an old cellphone from my dad which will turn off anytime someone calls it due to the wretchedness of it's battery. Poor me :(<div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-3954265949532309005?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-2677024860159116042011-10-28T08:49:00.000-07:002011-11-14T20:59:43.282-08:002011-11-14T20:59:43.282-08:00Merayakan Sumpah Pemuda<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"></div><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Hari ini tanggal 28 Oktober 2011.</div><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Ada sesuatu yang saya rayakan hari ini di tengah padatnya jadwal kuliah dan aktifitas kampus. Hari ini ibu kandung saya berulangtahun. Sedih karena tidak dapat mengucapkan selamat maupun menyiapkan kejutan langsung untuknya, saya hanya dapat mengirimkan doa serta ucapan manis melalui SMS. Saya yakin, tidak harus hadir secara kasad mata dihadapannya pun sebagai seorang ibu beliau tidak akan pernah kehabisan rasa kasih sayangnya untuk saya.</div><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Untaian kalimat yang saya rangkum melalui SMS malah beliau jawab dengan sebuah doa yang indah buat saya dan kakak-kakak. Ah, betapa tulusnya kasih ibu. Di saat yang personal seperti ulangtahunnya pun Ia malah tidak luput untuk mendoakan anak-anaknya. Bagi seorang ibu, mendoakan kesuksesan sang buah hati jauh lebih berharga ketimbang meminta orang lain mendoakan dirinya sendiri. Luarbiasa,<i> I love my mommy so much!</i></div><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-P2VMJVfooMQ/TsHxZ8nHM4I/AAAAAAAAA9A/22BZKzbeuKI/s1600/11082009764+-+Copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-P2VMJVfooMQ/TsHxZ8nHM4I/AAAAAAAAA9A/22BZKzbeuKI/s320/11082009764+-+Copy.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Mama Wiwik & Louie at Prambanan Temple, 2009</i></td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><br />
Berlanjut ke hal spesial lainnya di hari ini.<br />
Tepatnya 83 tahun yang lalu, di negara yang kini bernama Indonesia, segelintir pemuda dari kepulauan nusantara yang masih berada di ketiak Kumpeni berkumpul. Ada Jong Java, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond, dan bahkan wakil dari kelompok Tionghoa. Awalnya, mereka berkumpul untuk sebuah kongres yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia. Mereka semua berstatus pelajar, pemuda-pemuda dengan otak cemerlang dan tekad rantau yang membara.<br />
<br />
Kongres dilaksanakan selama 3 hari, di rapat penutup itulah mereka kemudian sepakat untuk menelurkan 3 stanza Sumpah Pemuda yang menjadi cikal-bakal semangat nasionalisme dan demokrasi di kalangan kaum muda. Persatuan dalam keberanekaragaman tidak hanya nampak dari komposisi peserta kongres, gedung-gedung yang digunakan untuk rapat pun menyimbolkan hal yang sama. Sebagai contoh, meskipun anggota kongres kebanyakan beragama Islam, rapat hari pertama dilaksanakan di<i> Gedung Katholieke Jongenlingen Bond</i> atau Lapangan Banteng sekarang. Ah, indahnya semangat putra-putra klasik ini dalam meretas konsep Bhinneka Tunggal Ika!<br />
<br />
Hari ini, saya merayakan Sumpah Pemuda dengan berdiskusi.<br />
Ya, diskusi di sebuah warung makan yang pemiliknya orang Tionghoa. Diskusi santai bersama teman saya yang berdarah campuran Sunda-Madura. Diskusi kami tidak berat-berat amat -sebab diselingi dengan mengunyah ikan bawal bakar manis dan menyesap es kelapa muda-. Inti pembicaraan kami adalah mengenai konsep persatuan itu sendiri dikalangan pemuda zaman sekarang. Kami membicarakan tentang demo-demo yang dilakukan oleh beberapa komunitas mahasiswa. Kawan saya ini mengeluh bagaimana demo tersebut membuat kenyamanannya berlalu lintas terganggu. Saya sih tidak bertemu dengan rombongan dari mana-mana hari ini. Akan tetapi pemberitaan di TV mengenai aksi demo mahasiswa di Jambi yang nggak ada hujan nggak ada angin memaki petugas kepolisian dengan kata <i>"anjing!"</i> serta aksi bakar ban oleh mahasiswa Universitas Hasanuddin membuat saya mengurut dada. Demo apa mereka hari ini? Apakah mereka tidak menyadari hakikat Sumpah Pemuda itu sendiri?<br />
<br />
Saya bukan dosen ilmu sejarah, PKN, atau Filsafat Hukum. Malas rasanya kalau saya harus menjabarkan makna persatuan dan kesatuan serta nasionalisme-demokrasi kepada mereka. Yang jelas menurut saya aksi mereka adalah suatu bentuk ketidaktahuan maupun pelecehan terhadap hakikat Sumpah Pemuda. Jika nenek moyang kita yang ikut kongres pada 83 tahun yang lalu juga pelajar, mengapa mereka mampu berpikir jernih dalam melawan otoritas <i>killer</i> Belanda?<br />
<br />
Hari ini ibu saya ulangtahun. Dia tidak minta didoakan, dia malah mendoakan saya dan kakak-kakak. Kalau begitu, jatah doa ibu saya pakai saja. Saya pakai untuk mendoakan rekan-rekan pelajar, ahli waris dari para pemuda yang bersumpah dengan suara lirih namun dengan tekad lantang di bawah bayang-bayang rezim Hindia Belanda. Biar malu mereka dengan suara menyayat gesekan biola Wage Rudolph Soepratman di Jalan Kramat Raya!<div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-267702486015911604?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-70844430091142227112011-10-07T01:37:00.000-07:002011-10-07T01:42:59.903-07:002011-10-07T01:42:59.903-07:00di Ruang Biru<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #444444;">Saya mungkin "awak" yang nakal. Suka ketawa dan bernyanyi keras-keras di dalam sekretariat Badan Pers dan Penerbitan Mahasiswa ini. Saya memilih bergosip atau bermalas-malasan di ruangan kecil berdinding biru ini daripada mengajak teman-teman untuk berdiskusi. Jika disuruh untuk menulis pun masih banyak cacat saya yang perlu diperbaiki. Saya sadar, saya tidak akan pernah mendapatkan nominasi sebagai "Awak Mahkamah" terbaik jika ada award khusus seperti itu. Tapi saya sayang dengan ruang ini. Saya juga sayang dengan orang-orang yang berada di ruangan ini. Mereka adalah keluarga saya di Jogjakarta. Dari kesalahan-kesalahan konyol yang terjadi di dalam ruangan biru ini, saya banyak belajar. Saya mengevaluasi diri dan berpikir sambil belajar bicara dengan hati nurani: ruang biru ini adalah ruangan yang bebas akan pencitraan. Kami apa adanya di tengah kurungan tembok-temboknya.</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #444444;"><br />
</span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-rn3fJJ7nut4/To67hWaxidI/AAAAAAAAA6I/5-ZgNsK6-VE/s1600/mah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-rn3fJJ7nut4/To67hWaxidI/AAAAAAAAA6I/5-ZgNsK6-VE/s320/mah.jpg" width="320" /></a></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #444444;"><br />
</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #444444;"><br />
</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #444444;">Salah satu awak, rekan saya di redaksi pernah bercicicuit lewat twitter: <i>"</i><span class="Apple-style-span" style="line-height: 19px;"><i>rutinitas mahasiswa beridealisme: pake almamater, diskusi, demo dan tak lupa naik gunung. itu jaman belanda jg udah eksis. kreatif dong!".</i> Saya hanya tersenyum membacanya. Bagi mahasiswa seperti yang disebutkan oleh rekan saya di atas, mungkin secara kasad mata Mahkamah hanyalah sekumpulan ahli dagelan yang membaiat dirinya sebagai pers mahasiswa. Saya lalu tertawa. Jelas apa yang saya asumsikan mereka lihat dari luar tidak sama dengan apa yang saya lihat dari dalam ruang biru ini. </span></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #444444;"><br />
</span></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: #444444;">Saya cinta Mahkamah. Seperti kulit jeruk, jangan lihat ruang biru ini dari kulit luarnya saja. Kupas dan lihat isinya. Bahkan hening ruangan biru ini pun sesungguhnya mengajarkan sesuatu yang lebih tajam ketimbang kata-kata di tengah diskusi bohong-bohongan.</span></span></span><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-7084443009114222711?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-84425433121353240252011-09-30T09:32:00.000-07:002011-09-30T09:36:41.168-07:002011-09-30T09:36:41.168-07:00Finding a New Beginning at The End of September<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-ThC82whFBRI/ToXujIIF2fI/AAAAAAAAA6E/Q2RQaird7EA/s1600/309259_10150315879954737_566799736_7904916_291889807_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-ThC82whFBRI/ToXujIIF2fI/AAAAAAAAA6E/Q2RQaird7EA/s320/309259_10150315879954737_566799736_7904916_291889807_n.jpg" width="240" /></a></div><br />
September, the misplaced month. It was destined to be the seventh, but it comes at the ninth. Many unfortunate acts was conducted in this dry month. The notorious G 30 S PKI, the 9/11 attack, and even the World War II was started around this time. I'm not trying to say that this is the baddest month of the year, because there's no such thing. September is the witness, it has played important role throughout history. A worldwidely known band wrote a song which explicitly says; 'wake me up, when September end'. September is a moment when you've traveled half way & evaluate -what have I done so far?-. September is also a time when you were about to get ready for the end of the year. You only have 3 months left before the new dawn shining upon your feet. Will you walk in the best path and choose the right decision?<br />
<br />
Knowing the importance of September, it is best for us to take a nice & relaxing seat, settling down, and planning for the next prepared days. You might feel tired, you might feel a bit cranky of the passed eight months. There'll always be the third chance, and if you could get it right in this last quarter, you will end the year with victorious parade.<br />
<br />
Just like my newly-given Singapore's Universal Studio Jurassic Park tumblr from Chandra -astonishingly weird or looks cocky but also very eye catching & unbelievably cute-.<div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-8442543312135324025?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4687596291345765759.post-45538411469716892282011-09-28T09:37:00.000-07:002011-11-14T21:14:20.248-08:002011-11-14T21:14:20.248-08:00Lady Gaga and Agent of Change<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lady Gaga adalah fenomena di dunia pop dan fashion abad ini. Sebagai seorang penyanyi, dia telah memberikan definisi baru terhadap seni tarik suara maupun</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> seni pertunjukkan</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. Dia terlanju</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">r</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> melangkah lebih jauh. Pakaian dari daging, musik elektro-pop dengan beat yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">catchy</i>, penampilan panggung yang penuh dengan efek spektakuler, maupun lirik lagu yang konyol tapi lekas lekat di telinga</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">all in one package</i></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. Lady Gaga terlanjut memiliki banyak "identifier" yang membuat orang akan langsung teringat pada sosoknya. Simbol-simbol yang ditampilkan oleh Lady Gaga adalah sebuah gambaran akan ironi di kehidupan zaman kita sekarang ini, maka tidak heran jika Ia memiliki banyak fans di seluruh dunia. Lady Gaga telah menciptakan banyak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">"monster"</i> yang memenuhi kepala mereka dengan imajinasi dan inspirasi akan hal-hal "di luar dugaan"</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">, sesuatu yang tabu untuk ditembus.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebagai seorang artis, dia adalah sosok eksentrik yang sukses. Sebagai agen pembawa perubahan, dia bak seorang nabi atau seperti buddha yang baru saja membawa pencerahan. Lady Gaga tidak perlu membuat sebuah institusi atau mendirikan sebuah agama baru</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> untuk membuat perubahan pola pikir di tengah jutaan penggemarnya</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. Dialah "agama baru" itu sendiri. Gebrakannya di dunia seni telah mengubah cara pandang seseorang dalam berbudaya. Memasang lobster sebagai hiasan di kepala adalah sesuatu yang menarik sebagaimana imutnya memiliki hiasan tulang implan yang mencuat di bahu. Dunia terlanjur menyaksikan perlawanan terhadap arus ini, sehingga ribuan juta orang yang terpukau larut di tengah pusaran perubahan. Lady Gaga adalah sosok yang sukses sebagai seorang agen pembawa perubahan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br />
</span></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-F98v1T1ie-g/TsH0xZBqR4I/AAAAAAAAA9I/6jC40sw4ooU/s1600/times-gaga.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-F98v1T1ie-g/TsH0xZBqR4I/AAAAAAAAA9I/6jC40sw4ooU/s320/times-gaga.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Lady Gaga and her flaming-bra on TIME's 100 Most Influential People in The World</i></td></tr>
</tbody></table><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bagaimana dengan gelaran mahasiswa sebagai "Agent of Change"? Mahasiswa percaya bahwa dengan </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">ber</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">demonstrasi menuntut perubahan kepada pemerintah</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> (?)</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> di jalan atau dengan</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> ber</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">jas almamater </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">berteriak l</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">antang </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">di depan gedung DPR</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> maka langit dapat runtuh dan lautan pun dapat terbelah. Mereka bersikeras menutup mata dari perubahan zaman dan terbukanya sekat-sekat globalisasi di tengah kehidupan bermasyarakat. Masyarakat yang hidup di abad ini adalah masyarakat yang masa bodoh dan tidak senang digurui. Percuma jika hanya berkoar-koar tanpa dapat memberikan efek langsung yang dapat mengakibatkan perubahan di tengah</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">komunitas.<br />
<br />
Mengapa seorang artis yang </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">di</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">angap konyol seperti Lady Gaga terbukti dapat mengumpulkan banyak perhatian manusia di dunia? Jawabannya simpel: sesuatu yang </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">“</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">remeh-temeh</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">”</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <span lang="EN-US">seperti musik, fashion, maupun gaya</span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> berpenampilan</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> seseorang memiliki daya injeksi yang lebih kuat pada masyarakat global.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Instead of teaching them, show them, shock them</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. Itulah kunci perubahan di tengah masyarakat yang punya tendensi untuk mengejar kepentingan pribadi ketimbang hal-hal lainnya. Jika mahasiswa-mahasiswa kita terus bertahan dengan cara kuno mereka tanpa </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">dapat merevolusi</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <span lang="EN-US">bentuk-bentuk gerakan mereka, saya yakin Lady Gaga </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">(yang bahkan tidak pernah belajar Teori Interaksionisme Simbol di kelas Sosiologi Hukum) </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">jauh lebih pantas menyandang gelar <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Agent of Change</i>.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div><div class="blogger-post-footer"><img width='1' height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/4687596291345765759-4553841146971689228?l=reyalsluna.blogspot.com' alt='' /></div>Ahlul is Louie!!!http://www.blogger.com/profile/13500991021456067927noreply@blogger.com0