Yup. Sesuai dugaan, filmnya emang bikin sedih. Baru beberapa detik nonton aja udah mampu membuat mata ini berkaca-kaca. Pemandangan alam Belitong serta kondisi rakyat jelata yang hidup di bawah garis kemiskinan ditampilkan dengan apik. Film Laskar Pelangi ini emang beda. Beda dari bukunya, jelaslah, sesuai dengan yang dikatakan sang produser dan Andrea Hirata sendiri. Tapi keduanya sama-sama mampu memberikan warna tersendiri untuk menyentuh para penyimaknya.
Aneh ya, saya baru mengenal tetralogi Andrea Hirata ini ketika masih berada di bumi Paman Sam. Saya justru membacanya dari 'Sang Pemimpi' dulu (makasih ya Mas Chozin... sorry baru saya kembalikan 2 minggu sebelum kepulangan, hehehehe). Dan memang isinya luar biasa inovatif, membangkitkna hasrat, harapan, serta keinginan untuk bercita-cita setinggi langit. Baru pas nanti kembali ke tanah air saya langsung menghabisi 2 karya lainnya; Laskar Pelangi dan Edensor. Pintar banget tuh si Andrea. Menjebak orang dengan kata-kata khas Melayunya di tambah pengalaman-pengalaman kocak yang penuh makna. Siapa yang tak terbius?
Satu hal yang amat saya sadari, entah mengapa sepulang dari Amerika saya jadi lebih sensitif. Saya punya sense of care yang tidak selemah dulu. Mungkin karena hampir setahun saya tinggal di sana saya jadi ketularan penyakit sensitifitasnya host-mom dan teman-teman kecil saya yang sering ber 'oooh...' ketika mendengar sesuatu yang menyentuh hati, atau mengeluarkan puppy eyes dengan begitu cute-nya. Saya tambah peka dan jadi peduli ama sesama, bukannya cuek seperti dulu. Apalagi yang paling saya ingat adalah kata-kata host-abang saya di sana, Aaron; "People will know you not because you are smart or you are rich. They will recognize you from what have you done to others." Kata-kata itu tersimpan di dalam lubuk hati saya dan menggetarkan jiwa kecil yang sedang merangkak menuju kedewasaan ini.
Lagu 'negri di atas awan' yang dinyanyikan oleh Katon Bagaskara sekaligus dulu pernah menjadi theme song dari acara pendidikan tahun 90-an 'Anak Seribu Pulau' telah saya baiatkan sebagai lagu yang mewakili sifat ke-sensitifitasan baru akan bangsa ini yang saya miliki. Pasalnya baru beberapa minggu menginjakkan kaki di Indonesia lagi, lagu tersebut mengumandang dengan indahnya di sekolah saya. Hati saya tiba-tiba saja terbawa oleh alunannya nan lembut serta paparan akan keindahan hidup di khatulistiwa. Dipadu dengan buku Laskar Pelangi serta filmnya, rasa sensitifitas saya mendorong pikiran, jiwa, dan cita untuk berbuat lebih banyak lagi bagi bangsa kita. I want to do more!
"After watch that movie I felt like I wanna do something more and more to my country. I hope I could be a great people and bring this nation to face a bright future!" -Saya
"I feel that already, from looong time ago! After watch that movie, i'm like... 'saya?' Usahaq gtulo, mau dibandingkan dengan mereka? Saya yang manja, males, dlldsb?" -Diantje, lewat sms
"Menarilah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga berysukurlah pada Yang Kuasa, cinta kita di dunia..." -soundtrack Laskar Pelangi by Nidji
"Kau mainkan untukku, sebuah lagu tentang negri di awan dimana kedamaian menjadi istananya, yang kini tengah kau bawa aku menuju ke sana..." -negri di atas awan
Aneh ya, saya baru mengenal tetralogi Andrea Hirata ini ketika masih berada di bumi Paman Sam. Saya justru membacanya dari 'Sang Pemimpi' dulu (makasih ya Mas Chozin... sorry baru saya kembalikan 2 minggu sebelum kepulangan, hehehehe). Dan memang isinya luar biasa inovatif, membangkitkna hasrat, harapan, serta keinginan untuk bercita-cita setinggi langit. Baru pas nanti kembali ke tanah air saya langsung menghabisi 2 karya lainnya; Laskar Pelangi dan Edensor. Pintar banget tuh si Andrea. Menjebak orang dengan kata-kata khas Melayunya di tambah pengalaman-pengalaman kocak yang penuh makna. Siapa yang tak terbius?
Satu hal yang amat saya sadari, entah mengapa sepulang dari Amerika saya jadi lebih sensitif. Saya punya sense of care yang tidak selemah dulu. Mungkin karena hampir setahun saya tinggal di sana saya jadi ketularan penyakit sensitifitasnya host-mom dan teman-teman kecil saya yang sering ber 'oooh...' ketika mendengar sesuatu yang menyentuh hati, atau mengeluarkan puppy eyes dengan begitu cute-nya. Saya tambah peka dan jadi peduli ama sesama, bukannya cuek seperti dulu. Apalagi yang paling saya ingat adalah kata-kata host-abang saya di sana, Aaron; "People will know you not because you are smart or you are rich. They will recognize you from what have you done to others." Kata-kata itu tersimpan di dalam lubuk hati saya dan menggetarkan jiwa kecil yang sedang merangkak menuju kedewasaan ini.
Lagu 'negri di atas awan' yang dinyanyikan oleh Katon Bagaskara sekaligus dulu pernah menjadi theme song dari acara pendidikan tahun 90-an 'Anak Seribu Pulau' telah saya baiatkan sebagai lagu yang mewakili sifat ke-sensitifitasan baru akan bangsa ini yang saya miliki. Pasalnya baru beberapa minggu menginjakkan kaki di Indonesia lagi, lagu tersebut mengumandang dengan indahnya di sekolah saya. Hati saya tiba-tiba saja terbawa oleh alunannya nan lembut serta paparan akan keindahan hidup di khatulistiwa. Dipadu dengan buku Laskar Pelangi serta filmnya, rasa sensitifitas saya mendorong pikiran, jiwa, dan cita untuk berbuat lebih banyak lagi bagi bangsa kita. I want to do more!
"After watch that movie I felt like I wanna do something more and more to my country. I hope I could be a great people and bring this nation to face a bright future!" -Saya
"I feel that already, from looong time ago! After watch that movie, i'm like... 'saya?' Usahaq gtulo, mau dibandingkan dengan mereka? Saya yang manja, males, dlldsb?" -Diantje, lewat sms
"Menarilah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga berysukurlah pada Yang Kuasa, cinta kita di dunia..." -soundtrack Laskar Pelangi by Nidji
"Kau mainkan untukku, sebuah lagu tentang negri di awan dimana kedamaian menjadi istananya, yang kini tengah kau bawa aku menuju ke sana..." -negri di atas awan