Ada alasan mengapa acara malam seni dan kebudayaan yang ditampilkan oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Leiden ini diberi nama "Kunstavond". Ada pula alasan di balik konsep "nirjarak antara panggung dan pemirsa" yang coba diusung oleh panitia. Sederhana itu berarti mendekatkan, mengakrabkan, itulah yang menjadi mindset dari acara baru ini.
Ceritanya pada hari Sabtu, 27 Februari 2016 kemarin PPI Leiden "membidani" kembali kelahiran sebuah acara seni mahasiswa Indonesia yang sempat hilang selama bertahun-tahun lamanya. Acara seni ini dikenal dengan nama "Kunstavond" alias malam kesenian. Dulu, tradisi ini diawali oleh Indonesisch Verbond van Studereenden (Persatuan Pelajar Indonesia) yang diliput di koran De Telegraaf tertanggal 20 Maret 1921. Bukan main-main, acaranya diadakan di gedung schouwburg (teater) yang letaknya di tepi kanal Oude Rijn sekarang. Tema yang diangkat saat itu ialah kebudayaan Jawa. Dilaporkan bahwa acaranya sungguh meriah karena adanya pertunjukan musik gamelan dan bahkan pertunjukan wayang!
Salah satu Kunstavond terheboh lainnya tercatat di koran De Tijd tanggal 30 Mei 1930. Saat itu Kunstavond diselenggarakan oleh perhimpunan pemuda Indonesia di auditorium kota Leiden, alias di gedung Gemeente yang kita kenal sekarang ini. Di dalam liputan tersebut diceritakan bahwa tujuan diadakannya Kunstavond ialah untuk menggalang dana demi membantu rekanan mahasiswa asal Bulgaria yang ditimpa musibah dan juga bagi para penderita bencana kelaparan di Flores, Madura, dan Jawa Tengah. Mulia sekali ya, zaman itu mahasiswa Indonesia sudah menunjukkan rasa solidaritas baik kepada mahasiswa mancanegara maupun kepada kaumnya sendiri! Rektor-Mafnifikus Universitas Leiden (Prof. Wijk) dan jejeran profesor lainnya bahkan ikut hadir di Balaikota untuk menyaksikan pagelaran musik, tari dan nyanyian mahasiswa Indonesia malam itu.
Tiga orang berjasa di balik Kunstavond PPI Leiden 2016: Ghamal, Rani dan Nazar |
MC perdana bersama sesama rekan penyiar di Radio PPI Belanda :3 #TerjebakML |
Kunstavond dimeriahkan tidak hanya oleh mahasiswa saja, melainkan juga diramaikan oleh komunitas-komunitas kesenian serta warga masyarakat Leiden non-pelajar yang telah lama tinggal di kota ini. Bertajuk "Batavia 1920: Gayanye Anak Leiden", Kunstavond mengangkat konsep panggung hiburan kampung yang dipenuhi oleh interaksi antara penyaji acara dan penonton. Ada pertunjukan Tari Pasambahan dan Tari Piring oleh komunitas Archipelago yang diketuai oleh Tante Esmeralda. Ada persembahan musik dari anak mahasiswa PhD. Ada pertunjukan musik, vocal group dan lenong dari mahasiswa Leiden. Bahkan adapula band gabungan antara para sesepuh warga Leiden dengan salah satu personelnya seorang mahasiswi asal Malaysia. Yang membuat suasana hidup tentu saja celetukan-celetukan yang muncul langsung dari penonton setiap kali sebuah penampilan berlangsung.
Para Pahlawan Kunstavond! Nggak ada mereka, nggak jadi nih acaranya :) |
Biarlah acara ini nampak sederhana saja, tak perlu mendatangkan bintang tamu dari Indonesia. Justru inilah dia yang kami cari: sebuah pertunjukan seni yang dari kita, oleh kita dan untuk kita. Senang sekali bisa mengukir sejarah bersama mereka pada malam hari itu. Kita teruskan tradisi yang telah dititipkan. Kita hidupkan Leiden dengan seni dan sukacita.
Terima kasih semua untuk Kunstavond-nya :)