Sebenarnya ketika mendarat di Denver International Airport pada tanggal 18 Maret 2011, kami berempat -delegasi YES Alumni dari Indonesia- masih belum mendapatkan gambaran yang jelas akan peran kami di YES Abroad Selection Event. Nancy Levine, Program Manager untuk kegiatan YES Alumni hanya mengatakan bahwa kami memiliki andil besar pada rangkaian terakhir dari acara yang kami ikuti ini. Beliau mengisyaratkan bahwa nanti di Denver kami harus aktif dalam setiap kegiatannya serta menjadi role model terhadap ke-74 siswa SMA dari berbagai penjuru Amerika Serikat. Kenyataannya, kewajiban kami lebih besar dari yang kami bayangkan sebelumnya.
Beberapa YES Alumni yang menjadi Evalutor: (from left) Louie - Indonesia, Fatihah - Seattle/USA, B - Egypt, Alaine - Seattle/USA, Boom - Thailand
Setelah dibriefing oleh Darrin Smith-Gaddis dan Allen Evans dari kepanitian YES Abroad Selection, barulah kami sadar akan tugas dan peranan kami di camp ini. Para peserta Training for Trainers yang seluruhnya berjumlah duapuluh dua orang alumni program YES dari berbagai angkatan dibagi menjadi dua kubu besar. Kubu yang pertama ialah para evaluator yang memiliki wewenang untuk menjadi pewawancara pada proses interview serta memberikan penilaian eksternal terhadap ke-74 siswa tersebut di dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Adapun kubu yang kedua terdiri dari para group leader yang fungsinya sebagai pemandu, pemimpin, pengamat, serta teman sharing siswa-siswa tersebut. Pada kesempatan itu saya dipilih untuk menjadi group leader kelompok lima yang terdiri dari enam orang anak perempuan.
Menjadi group leader bagi enam orang anak perempuan yang masih duduk di bangku sekolah Amerika Serikat bukanlah pekerjaan yang mudah. Saya memposisikan diri tidak sebagai seseorang yang lebih tua (karena memang pada dasarnya di dalam kebudayaan Amerika Serikat hierarki kurang begitu signifikan). Awalnya, saya agak kesulitan memanage diri sebagai seorang leader mengingat keenam anak tersebut dipenuhi oleh semangat besar serta antusiasme persaingan yang tinggi untuk "memperebutkan" limapuluh kursi beasiswa ke negara peserta YES (Indonesia, salah satunya). Tapi akhirnya setelah mempelajari pola hubungan melalui kerjasama yang timbul dalam grup, saya dapat memposisikan diri setara dengan mereka namun pada saat yang bersamaan juga menjadi tutor yang tidak menggurui.
Para finalis seleksi II YES Abroad 2011
Proses interview merupakan pertunjukan utama pada seleksi tahap kedua ini. Disela-selanya, panitia mengadakan workshop yang berkaitan dengan leadership serta sharing budaya antara negara-negara YES dengan para siswa untuk memperdalam pemahaman mereka akan kebiasaan serta cara hidup di negara yang akan mereka tuju. Selain itu diselipkan pula beberapa evaluasi dalam bentuk game atau tugas baik secara individu maupun per kelompok. Sebagai contoh, pada hari pertama ketika group leader bertemu dengan team untuk pertama kali, para siswa ditugasi untuk bekerja sama membuat sebuah menara tinggi berbekal alat-alat sederhana. Bahan-bahannya antara lain terdiri dari sedotan, marshmallow, gelas kertas, selotip, gunting, dan karton. Sebenarnya simpel, hanya saja mereka diwajibkan untuk tidak boleh berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan kepada satu sama lain. Hal-hal yang menarik dan lucu pun terjadi sepanjang aktifitas ini berlangsung. Salah satu team karena saking berambisinya untuk membuat menara tertinggi bahkan sampai menempelkan ujung menara dari sedotan mereka ke lampu gantung di tengah ruangan. Meskipun berhasil menjadi menara tertinggi, ternyata meja yang dinaiki oleh salah satu siswa untuk menempelkan ujung menaranya oleng dan jatuh. Pemenang dari aktifitas tersebut adalah grup yang berhasil menciptakan menara melalui koordinasi yang tepat sehingga dasarnya kuat, stabil, dan tinggi.
Overall, pengalaman selama YES Abroad Selection ternyata tidak hanya berguna bagi para siswa, namun kami selaku YES Alumni dari berbagai negara pun mendapatkan banyak cerita serta inspirasi. Meskipun hanya dua hari kami berkecimpung dengan team masing-masing serta tidak sempat berkenalan dengan setiap siswa, keakraban yang terjalin membuat suasana selama proses seleksi berlangsung begitu informal. Hanya saja perlu saya tambahkan bahwa perubahan-perubahan jadwal di tengah acara yang dilakukan oleh panitia terkesan begitu mendadak. Dalam beberapa hal juga panitia terlihat kurang sigap menghadapi kondisi-kondisi yang tidak diinginkan. Harapan saya adalah semoga tahun depan YES Abroad Selection dapat lebih termanage dengan baik mengingat betapa krusialnya kegiatan seleksi ini demi kelangsungan intercultural learning.
Salam hangat,
Muhammad Ahlul Amri Buana
YES Alumni 2007-2008
1 comment:
AMRI .. ?!!! is that u ?!?
Post a Comment