Saturday, May 7, 2016

Untuk kakak kami, Martir Irawan


Di bulan Mei, di bulan Bunda Maria yang Terberkati, aku merayakan cerita tentang dirimu.

Dalam rahim Pieterkerk, bersama kisah yang indah dari bapak Walikota dan senandung Nina Bobo dari anak yatim yang ayahnya lahir di Hindia engkau dihidupkan kembali. Seperti Yesus yang bangkit dari kuburnya lalu bermi'raj ke langit, kehidupanmu yang sudah tanpa jasad dihadirkan ruhnya dan kami takhtakan kembali di muka bumi.

Di lantai gereja, ada genangan darah. Menetes kental dan perlahan. Itu darahmu. Darah yang mengucur dari dahimu, kakakku, tidaklah percuma. Itu luka, yang menganga lebar, adalah stigmata, yang tak dapat menebus dosa, namun dapat membayar harga untuk sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan dari negeri yang menjajah rakyatmu.

Kakakku Irawan yang belum sempat melihat parade kebebasan. Yang belum sempat menghirup bau sawah dan rawa lagi. Yang namanya terlupakan di kampung halamannya sendiri. Tidurlah yang tenang, Hamzah dari tepian Rijn. Singa syahid tanpa modal senjata cakra maupun pedang zulfikar. Sungguh, engkau tak butuh relik gigi tanggal yang dapat disimpan dan dikuilkan dalam museum biar untuk dikenang. Yang direkam-rekam terkadang penuh dengan kebohongan. Padahal hatimu yang muda itu jujur dan kaya akan ketulusan. Sini kakak, sini. Biar kurekam dirimu lekat-lekat di dalam sanubariku saja.

Irawan Soejono, with the nickname Harry of the Liberation (the Liberation was an illegal paper), helped in every way he could by getting stencil machines, transporting papers and so on. On the 13th of January 1945 he was captured by the Germans on the Boommarkt in Leiden. A German soldier from the Wehrmacht shot him through the head. -Mayor of Leiden

Nina bobo... Ooh Nina bobo... kalau tidak bobo digigit nyamuk

Leiden,
5 Mei 2016

No comments: