2. Dresden: Si Cantik dari Timur yang bangkit dari puing-puing Perang Dunia II
Dresden adalah ibukota negara bagian Saxony di Jerman Timur. Kota ini menurut saya adalah salah satu kota tercantik di Jerman. Dresden dipenuhi oleh bangunan-bangunan megah bergaya baroque yang menunjukkan bahwa dulunya kota ini amatlah kaya. Namun saya merasakan atmosfer yang berbeda jika dibandingkan dengan saat berada di antara bangunan bergaya baroque di Paris ataupun Roma. Sebelum Perang Dunia II meletus, kota ini dijuluki dengan nama "Florence on the Elbe" untuk menggambarkan kecantikannya yang dianggap setara dengan kota Florence di Italia.
Salah satu tokoh yang menjadi pemimpin paling terkenal di kota ini yang juga menggiring Dresden menuju ke masa-masa kejayaan ialah elector Holy Roman Empire yang bernama Augustus I. Pangeran Augustus I ialah seorang Protestan. Ia menyediakan suaka bagi Martin Luther saat sang pembawa reformasi ini dimusuhi oleh seluruh Eropa. Augustus I juga dikenang oleh sejarah karena perannya dibalik Peace of Augsburg yang mengakhiri percekcokan antara kutub Protestan dan Katolik di Jerman.
Frederick Augustus III "The Just", penguasa Saxony zaman Napoleon |
Pemandangan puing-puing kota Dresden di lihat dari puncak Rathaus saat PD II. Patung yang selamat dari pemboman di atap Rathaus ini ialah "Die Gute". Sumber: theguardian |
Pemandangan Altstadt (kota tua) Dresden dari kejauhan |
Monumen untuk mengenang Martin Luther yang pernah mencari suaka di Dresden, depan Frauenkirche |
Beberapa kejadian tidak menyenangkan sempat terjadi di kota ini, melibatkan serangan serta tindakan diskriminasi terhadap orang-orang asing yang berkunjung. Selain itu, rombongan pengungsi dari Syria juga banyak yang berusaha untuk masuk ke kota ini untuk mencari suaka, menimbulkan banyak friksi dengan warga lokal yang tidak menghendaki kotanya "dikotori" oleh kehadiran mereka. Sungguh amat sangat disayangkan. Kota yang seharusnya belajar dari masa lalunya sendiri ini ternyata belum mampu untuk membuka tangan lebar-lebar dan mengakomodasi perbedaan. Padahal dulunya seorang Luther yang juga adalah refugee pernah mencari suaka di sini. Masa depan dunia bisa berubah apabila saat itu warga Dresden tidak menghendaki Luther yang notabene dianggap kafir oleh Paus di Roma untuk tinggal di kota mereka.
Matahari tenggelam di barat dengan perlahan. Saya dan kawan pun segera berangkat ke stasiun untuk mengejar bus kami menuju ke Praha. Sambil memandangi kota yang kecantikannya berbeda dengan kota-kota lain yang pernah saya lihat itu, cahaya senja semakin memanjang, membias di atas sungai Elbe yang meliuk-liuk membelah Dresden.
Bersambung...
No comments:
Post a Comment