Ini bahan pemikiran mentah saya pada beberapa hari menjelang kepulangan ke Indonesia.
Minggu lalu saya dijemput Anthony Medrano dan kak Adila Prasodjo untuk sementara waktu menginap di apartemen River Park Tower. Sue, hostmom saya dengan berat hati terpaksa untuk menitipkan saya di sana selama seminggu, karena Ia harus menghadiri sebuah Medical Conference di North Carolina. Ia tidak diizinkan untuk membawa saya, walhasil mau tak mau (dan harus mau) saya dititipkan ke River Park (setelah sebelumnya minta izin kepada para empunya kewenangan disana yang antara lain; Kak Mila, Kak Nelly, dan Anthony).
Nah, ceritanya hari sabtu kemarin (June 21) saya diboyong sama Kak Adila dan Anthony untuk berjalan-jalan ke Columbus. Kami mampir ke Blues and Jazz Festival kemudian ke Barnes & Nobel, keliling sekitar Easton Mall lalu makan di Thai restaurant (puedeees). Dalam perjalanan itu Si Anthony yang kerja di South East Asia (SEA) OU nanya tentang rencana saya kalau udah pulang nanti. Saya cerita kalau saya harus nyelesain satu tahun lagi di high school kemudian pergi ke universitas. Dia nanya aku maunya ngambil field apa, trus aku jawab mungkin HI (Hubungan Internasional) UGM. Dia bilang, jurusan itu kayaknya umum banget sih, soalnya kebanyakan orang pasti pingin lari ke situ. Kak Adila juga bilang gitu, apalagi saya sadar kok kalau anak IPS kayak aku ini mungkin kesempatan utk memasuki jurusan lain yang kelihatannya 'elite' sedikit banget.
Mereka ngusulin saya buat kembali ke Amerika atau sekolah di luar negri lagi. Saya sih jelas punya cita-cita seperti itu, tapi berhubung biayanya mahal dan beasiswa S1 yang jarang dan susah di dapat buat anak IPS (hiks sekali lagi) membuat saya harus berpikir 2 kali dulu (apalagi universitas dambaan saya itu Oxford. Kyaaa!!!). Yah, Anthony bilang; "the same story happens everywhere in this world!".
Kemudian saya cerita sama mereka kalau saya sebenarnya sih memiliki kecenderungan kepada sejarah dan linguistik. Untuk sejarah, saya ingin mempelajari lebih jauh ke masa Medieval Middle Eastern terutama yang terfokus ke Spanyol Pertengahan (Andalusia). Saya cerita sama mereka kalau saya banyak menghabiskan waktu dengan membaca, browsing di internet, mengumpulkan informasi serta membandingkan data yang ada. Walhasil ternyata amat disayangkan bahwa banyak inovasi dan penemuan para ilmuwan serta kemajuan civilization dari zaman itu yang tidak disoroti oleh pemikir Barat dikarenakan fokus mereka jatuh kepada dunia Eropa saja (yang ketika itu tengah dilanda Abad kegelapan). Anthony sempat sedikit kagum sewaktu saya memberikan beberapa contoh hasil kreatifitas ilmuwan Muslim Andalusia saat itu serta beberapa istilah mereka yg masih hidup di dalam bahasa Espanol hingga saat ini (Almuerzo, Zanahoria, Alcohol, Avocado, Azahara, medina, pacta, Alcazar, dll). Dia bilang itu bidang yang bagus sekali buat saya, dan dia juga menyuruh saya supaya tetap lanjut di sana dan mempertahankan bahasa spanyol basic yang saya pelajari. Dia bilang universitas yang bagus untuk hal seperti itu mungkin Chicago (but it's cold), Salamanca (Spain), dan American University di Egypt, dan mungkin universitas di Inggris.
Saya kemudian cerita juga sama Anthony dan Kak Adila kalo sy punya ketertarikan di budaya SEA. Alasannya ya karena unik, negara-negara SEA yg terletak di antara dua kutub kebudayaan besar dunia (India dan Cina), sejatix juga turut berperan dalam arus pertistiwa yang mengubah sejarah dunia. Indonesia (pulau Jawa) bahkan sudah disebutkan namanya dalam peta Ptolomeus sebagai Iabadios. Bahkan banyak yang percaya bahwa Nabi Sulaiman dulu ketika membangun Rumah Tuhan di Yerusalem mengambil kayu gaharu dari Sumatera.Sedangkan dalam istilah Sansekerta kita dikenal sbg Suwarnadwipa (Pulau Emas).
Dalam hal memaknai akan arti pentingnya perwujudan kebudayaan di lingkup Asia Tenggara, saya jatuh hati kepada studi antropologi.
Saya dulu cuman ikut-ikutan dia saja 'stay up late night' hehehe. Lama-lama saya jadi terkesima ketika melihat bayang-bayang kulit lembu tipis yang diukir dan dihias oleh ornamen-ornamen berkandungan filosofi kuna itu bergerak-gerak di layar putih nan tipis. Apa ini? Begitu pikir saya dulu. Kesannya menakjubkan, indah tapi berwibawa. Cerita-cerita seperti Mahabharata dan Ramayana pun menyihir saya. Anak kecil yang suka membangun istana pasir imajinasi di atas kepalanya yang dulu di dominasi oleh 'Sailor Moon' kini menciptakan sebuah ruang lagi untuk 'Pewayangan'. Mengenai budaya wayang yang hidup di Indonesia, saya membaca bahwa sebenarnya tradisi ini sudah jauh dimiliki oleh nenek moyang kita bahkan sebelum masa-masa masuknya Hindu-Buddha.
Kalau untuk yang satu ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya buat kak Uni. Sekitar 2 minggu lalu, saya bertemu dengan kak Uni yang tengah sibuk dengan papernya di Alden Library. Kami sempat bercerita-cerita sebentar. Katanya dia lagi tertarik dengan hal-hal yang berbau dokumenter. Sehabis menonton dokumenter singkat tentang kondom di channel 'PangaeaDay' youtube, kami lanjut berdialog masalah sosial dan budaya. Saya cerita sama Kak Uni kalau sebenarnya saya memiliki kecenderungan untuk fokus di bidang-bidang seperti antropologi dan sosiologi ini. Disitulah tercetus kalimat kak Uni yang mungkin nggak bakalan saya lupa seumur hidup, "Lul, antropologi itu adalah Seni Bercerita."
Ringkas, padat, dan jelas. Tapi maknanya dalem... banget.
Ringkas, padat, dan jelas. Tapi maknanya dalem... banget.
Sekarang topiknya meloncat sedikit ke arah budaya (baca: antropologi). Saya ingat, waktu masih kecil dulu saya sukaaaa banget sama 'wayang'. Aneh ya? padahal saya lahir di Timor-Timur dan besar di Sumatera Barat. Saya hanya tahu wayang dari tv setiap malam sabtu tengah malam. Itu gara-gara 'bibi' saya yang orang jawa biasanya jika sedang tidak ada kerjaan duduk di depan tv dan menonton peninggalan dari budaya leluhurnya itu.
Saya dulu cuman ikut-ikutan dia saja 'stay up late night' hehehe. Lama-lama saya jadi terkesima ketika melihat bayang-bayang kulit lembu tipis yang diukir dan dihias oleh ornamen-ornamen berkandungan filosofi kuna itu bergerak-gerak di layar putih nan tipis. Apa ini? Begitu pikir saya dulu. Kesannya menakjubkan, indah tapi berwibawa. Cerita-cerita seperti Mahabharata dan Ramayana pun menyihir saya. Anak kecil yang suka membangun istana pasir imajinasi di atas kepalanya yang dulu di dominasi oleh 'Sailor Moon' kini menciptakan sebuah ruang lagi untuk 'Pewayangan'. Mengenai budaya wayang yang hidup di Indonesia, saya membaca bahwa sebenarnya tradisi ini sudah jauh dimiliki oleh nenek moyang kita bahkan sebelum masa-masa masuknya Hindu-Buddha.
Wayang yang masih survive sampai hari ini pun dalam cerita-ceritanya masih membawakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia kuno yang tidak dimiliki oleh versi aslinya dalam budaya India. Kuat dugaan malah style wayang kita ini yang mempengaruhi perkembangan budaya perwayangan di kawasan Asia Tenggara lainnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa wayang Turki (Karagoz dan Hacivat) yang katanya berasal dari Mesir atau wayang India itu sebenarnya ditiru dari wayang versi kerajaan Demak (abad ke-15) yang telah mengalami Islamisasi oleh para wali penyebar agama Islam di tanah air!
Alhamdulillah, karena sedari kecil kerjaan saya pindah-pindah daerah melulu, otak saya ditumbuhi oleh hal-hal lain. Kepala saya yang mencintai imajinasi dan fantasi menciptakan ruang khusus lagi pada kesenian tradisional Indonesia serta mitologi-mitologi yang menjadi sekrup penggeraknya.
Alhamdulillah, karena sedari kecil kerjaan saya pindah-pindah daerah melulu, otak saya ditumbuhi oleh hal-hal lain. Kepala saya yang mencintai imajinasi dan fantasi menciptakan ruang khusus lagi pada kesenian tradisional Indonesia serta mitologi-mitologi yang menjadi sekrup penggeraknya.
Saya jatuh cinta tidak hanya dengan cerita rakyat, tapi juga dengan mitos-mitos dunia. Untuk pertama kalinya saya membaca cerita-cerita para dewa Yunani, yang disusul oleh mitologi Hindu Kuno sewaktu saya tinggal di Bali. Segalanya begitu mengasyikkan, simbol-simbol yang muncul dalam masing-maisng cerita itu sebetulnya membentuk sebuah pola kesamaan serta arti yang diinterpretasikan berbeda oleh setiap kalangan. Saya pun memiliki ketertarikan yang amat besar untuk mempelajari mitos-mitos tersebut dan wayang dalam kajian antropologi! Salah satu tema penelitian yang sedari dini telah menghantui pikiran saya adalah "wayang internasional: sejarah & penyebaran budaya pewayangan di Asia Tenggara'. Ya, ternyata bukan cuma kebudayaan Jawa saja yang punya wayang, bahkan di Thailand sana (Malaysia juga) ada pertunjukkan shadow puppet yang menurut dugaan saya berasal pada akar yang sama dengan wayang di nusantara. Menarik untuik diteliti bukan? :)
Diskusi itu kemudian ditutup dengan hati saya yang bergelora penuh semangat untuk meraih impian serta dukungan-dukungan yang tulus dari Anthony dan kak Adila. Mereka terus-terusan membesarkan hati saya dan mengatakan bahwa kelak saya akan menjadi orang besar atas bidang yang saya tekuni (insya Allah!).
Ah... Angan-angan saya ini. Kemanakah Engkau akan membawaku melangkah, Tuhan?
No comments:
Post a Comment