Duryudana : Paman, ini ada satu lagi, yaitu Kikis Tunggarana
Sengkuni : hmmm.. itu begini anak Prabu. Anak prabu tahu kikis itu jadi rebutan Gatotkaca dan Boma? Ini kesempatan untuk kita adu
Duryudana : caranya bagaimana Paman?
Sengkuni :kita buat isu pencaplokan wilayah, mereka itu terkenal cinta tanah air. kedua, mereka itu mewakili trah Pandawa dan Dwarawati, kalau mereka sudah berperang, artinya lawan kita sudah hancur. ketiga, mereka itu satu agama, tapi beda aliran, ini potensi konflik yang mudah disulut.
Durmagati : Oooo Paman Cengkuni itu kalo yang berbeda, perbedaan, ulayat, khilafiyah, itu kok paham cekali.
Sengkuni : Loh .. itu kan bekal gelar Doktorku, aku ini belajar pluralisme. Ok.. kembali ke masalah, kalau kikis Tunggarana yang kaya minyak itu sudah tidak bertuan, nah baru kita memanfaatkan mendirikan tambang, kita klaim bahwa kita yang menyelamatkan bumi Tunggarana.
Duryudana : Enggeh Paman, saya menurut kata Paman Sengkuni saja.
(cuplikan status dari akun fesbuk Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppet)
What do you guys think? Sampai kapan kita yang katanya berasal dari trah yang sama ini dipecah-pecah oleh perbedaan? Bukankah Tuhan telah menentukan kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal (Al-Hujuraat: 13)? Jika kita menganggap perbedaan sebagai musibah, bukannya anugerah, berarti kita rela untuk dibodoh-bodohi tokoh hina seperti Sengkuni. Atau bahkan, kita memang secara naluriah memiliki mind-set seperti Sengkuni?
Masihkah engkau ber-Bhinneka Tunggal Ika?
No comments:
Post a Comment