Adrian B. Lapian adalah
seorang sejarawan yang langka. Disertasinya yang diterbitkan menjadi sebuah
buku berjudul “Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut” merupakan sebuah buku sejarah
dengan topik unik. Sebelum buku tersebut ditulis, tidak banyak sejarawan Indonesia
yang berkutat dengan unsur kelautan nusantara. Boleh dikatakan bahwa Adrian B.
Lapian merupakan Bapak Sejarah Maritim Indonesia yang juga merintis studi
mengenai sejarah bahari di kawasan Asia Tenggara. Tak heran jika Shaharil
Talib, Guru Besar Universiti Malaya pernah menjulukinya sebagai “Nahkoda
Pertama Sejarah Maritim Asia Tenggara”.
Buku setebal 390 halaman ini adalah sumber ilmu
pengetahuan berharga akan keperkasaan bahari nusantara di kawasan Laut Sulawesi
Abad XIX. Tidak banyak yang mengetahui bahwa selain kuatnya pengamanan jalur
perdagangan internasional dari dan menuju Sriwijaya atau kegemilangan armada
Majapahit, Indonesia menyimpan banyak cerita tentang kejayaan di laut. Buku ini
menjadi semakin unik karena bahasannya yang tak biasa: bajak laut serta sepak
terjang mereka di perairan di nusantara.Di
samping materi yang terbilang baru pada masa itu (disertasinya ditulis tahun
1980), Adrian juga memberikan kritik kepada rekan-rekan sesama sejarawan yang
lebih suka menulis tentang Indonesia dengan menggunakan sumber-sumber asing. Ia
mengutip ucapan Van Leur yang mengibaratkan metode ini dengan ‘melihat sejarah
dari geladak kapal Belanda dan benteng VOC’. Di halaman pertama bukunya Ia
menulis:
"...usaha untuk mendekati sejarah kepulauan ini dari dalam lebih berupa pendekatan dari ‘pedalaman’ dan sering dilupakan bahwa sejarah dari dalam juga berarti bahwa pendekatan melalui geladak kapal Pribumi dan bandar pelabuhan tidak boleh diabadikan.”
Adrian
menekankan pentingnya melihat sejarah tentang laut melalui orang-orang yang
hidup dari laut itu sendiri.
Cetakan pertama buku yang diterbitkan oleh Komunitas
Bambu ini muncul pada tahun 2009. Adrian membagi tulisannya menjadi enam buah
bab. Di awal, Ia memaparkan kekeliruan cara pandang masyarakat awam akan “negara
kepulauan”. Definisi atas negara kepulauan adalah negara laut utama yang
ditaburi oleh pulau-pulau, bukan negara pulau-pulau yang dikelilingi oleh
lautan. Ia membagi obyek bahasannya menjadi tiga entitas: orang laut, bajak
laut, dan raja laut. Orang laut diklasifikasikan sebagai kelompok masyarakat
yang hidup secara berpindah-pindah di atas perahu pada suatu kawasan perairan
tertentu (sea nomads). Meskipun tidak
mengenal sistem organisasi pemerintah dalam bentuk kerajaan atau negara, mereka
memiliki wilayah dengan batasan-batasan “kedaulatan” yang dapat diwariskan dari
generasi ke generasi. Raja laut merupakan pemegang kekuasaan atas kekuatan laut
dalam lingkup area tertentu. Ia memiliki kekuasaan untuk menggunakan kekerasan
atas siapa saja yang memasuki wilayahnya tanpa mengindahkan peraturan yang
berlaku. Terakhir, Bajak Laut diartikan sebagai kelompok pelaut yang melakukan
kekerasan di daerah kekuasaan Raja Laut atau meneror kehidupan Orang Laut.
Bajak Laut tidak dapat digolongkan sebagai anggota masyarakat Orang Laut,
mereka juga tidak dapat dianggap sebagai pemayar kerajaan Pribumi atau kekuatan
kolonial. Bajak Laut adalah kelompok yang bertindak atas kepentingan diri
sendiri atau kepentingan pemimpinnya.
Setting yang menjadi obyek bahasan dalam buku ini ialah
Laut Sulawesi. Melintasi batas-batas negara yang ditetapkan oleh Indonesia,
Malaysia, dan Filipina pasca kolonialisme, Laut Sulawesi bermula dari pesisir
Kalimantan Timur naik ke gugus kepulauan Sulu dan Mindanao lalu turun hingga
kepulauan Talaud dan Sangihe di Sulawesi Utara. Perairan tersebut memiliki sejarah
yang antara satu dengan yang lainnya tak dapat dipisahkan. Adrian mendeskripsikan
secara detail kondisi iklim, topografis, hingga bahasa dan sistem kebudayaan
bahari yang hidup di wilayah tersebut. Ia juga menceritakan interaksi antar
kelompok-kelompok etnis dan pendatang yang memasuki Laut Sulawesi hingga
kedatangan penjajah asing yang dipelopori oleh Portugis dan Spanyol.
Bagi teman-teman yang merasa bahwa ada yang perlu dibenahi dengan kondisi maritim di negeri kepulauan ini, buku "Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut" ini penting untuk dibaca. Keluasan ilmu beliau serta idealismenya akan wawasan kelautan terpapar dengan jelas dalam setiap irisan kata. Sebuah buku wajib bagi mereka yang berminat untuk mengkaji sosio-historis serta aspek geografis dari laut Nusantara kita.