Tuesday, September 29, 2009

Life Expenses!




Betapa tidak enaknya hidup menjadi anak kos. Terpisah dari keluarga, teman-teman dan orang-orang terdekat kita. Walaupun banyak orang yang menuntut dan menghendaki kebebasan, akan tetapi ketika kebebasan itu diberikan kepada mereka belum tentu mereka dapat mengelolanya dengan baik. Nah, dalam hal ini anak kos sering kali dianggap bahagia menikmati kebebasan mereka. Tidak ada pantauan dari orang tua serta tidak ada hukum keluarga yang mengikat mereka.

Tapi nyatanya saya kurang menikmati kebebasan 'liar' seperti itu.
Ada momen-momen dimana saya ingin dimarahi oleh orang tua. Momen-momen ketika harus merengek-rengek minta uang. Momen-momen ketika harus mengendap-endap ke kamar kakak sulung saya untuk mengambil modem internet. Atau momen-momen ketika berjalan naik-turun tangga setengah melingkar di rumah saya lalu membantingkan diri ke atas kasur.

Namun yang paling membuat saya rindu terhadap living activities inside my household adalah perbedaan antara life expenses. Sebelumnya saya tidak pernah peduli berapa milyar uang yang sudah dihabiskan orang tua untuk memenuhi kebutuhan saya. Saya pun tidak mau tahu, menuntut segala sesuatu harus ada karena berasumsi bahwa orang tua selalu punya gaji dan gaji itu berarti uang mengalir. Selama sebulan lebih hidup di kos, saya menjelma menjadi seseorang yang dihantam oleh realita ekonomi. Kebutuhan yang beranekaragam serta tidak terbatas ditambah oleh uang kiriman yang terbatas jelas bukan sarana yang tepat bagi anak muda untuk menghambur-hamburkan uang seenak udelnya sendiri.

Saya terpaksa harus berpikir dua kali jika ingin membeli komik atau makan di tempat mewah. Memang sih, living cost di kota jogjakarta itu tergolong rendah dan makanan yang dijual di sekitar kampus UGM pun murah-murah enak. Meski demikian, gairah hura-hura anak muda masih menggelegak panas disekujur tubuh saya. Pingin ini-itu, ke sana-ke situ. Ditambah dengan pergaulan anak kota yang membuncahkan tagihan orang tua. ckckckckckckck. saya seketika itu juga tersadar; betapa meruginya masa muda jika hanya digunakan untuk menghabiskan uangnya orang tua tanpa dapat memberikan kebahagiaan atau setidaknya kebanggaan untuk mereka.

Apa jadinya jika saya hidup di kota yang living cost-nya minta amun serupa Jakarta, London, atau New York? thank God, dulu saya tinggalnya di Athens, ohio!

Tidak heran banyak orang yang kekurangan uang di kota berbuat kriminal. Semua orang butuh uang, dan barangsiapa yang tak dapat mengaturnya dengan baik, bersiap-siaplah ditelan oleh kerugian.

Saatnya bagi generasi muda untuk sadar ekonomi, dan juga sadar akan kondisi lingkungan sekitarnya. Hukum senantiasa mengatur itu semua, sayangnya banyak yang buta dan mengabaikan nilai-nilai sosial.

Jika anda ingin menghamburkan uang 10.000 rupiah saja, ingat bahwa itu sama dengan dua piring nasi beserta ayam bakar buat saya dan bernilai jutaan harapan bagi seorang bocah ingusan nan miskin di Afrika yang menderita karena kelaparan.

Thursday, September 17, 2009

Berkendara dalam Realita

Wah, saya hebat.
Sudah 2 kali jatuh dari motornya orang dalam seminggu. Yang pertama punya teman dr fak. Hukum juga, saya naiki dengan ceroboh di selokan Mataram dan menabrak pinggir jalan sampai lecet.
Yang kedua pagi ini di Blitar, motornya sepupu saya kendarai dengan penuh kekonyolan hingga menabrak pot bunga besar di dpn masjid. Lampu depannya sampai pecah.

Daya navigasi yang luarbiasa.

Mungkin pada kehidupan saya yg sebelumnya, saya adalah reinkarnasi dari kapten kapal Titanic yang tidak sengaja menabrakkan dewa air berbadan besi itu ke bongkahan gunung es.
Atau mungkin saya adalah jelmaan dari Sri Kresna yg menjadi sais kereta Arjuna pada perang Bharatayudha. Di saat2 perang ia sempat bertiwikrama menjadi raksasa dan membuat Arjuna ketakutan; sebuah bentuk tindakan melanggar lalu lintas karena meleng di atas kendaraan ditambah sempat-sempatnya memberikan petuah sepanjang ribuan sloka.

Atau bisa jadi sy justru reinkarnasi dr seorang juara balap motor namun karena trauma maka dikehidupan yg sekarang mengidap paranoia terhadap jalan raya.

Apapun itu, jawabannya hanya satu; HATI-HATI.
Di US dulu, angka kematian remaja yg meninggal karena kecelakaan lalu lintas amatlah tinggi.
Saya ingat, pada program One News yg tayang setiap pagi sebelum kelas2 Social Studies dimulai, sering sebuah iklan singkat tentang akibat yg timbul karena kelalaian remaja di jalan raya ditayangkan.

Keprihatinan akan kecelakaan lalu lintas ini amatlah tinggi, sampai-sampai salah satu negara bagian ada yg melarang siswa high school ke acara School Prom dgn mobil. Tingkat remaja yg mengalami kecelakaan lalu lintas meningkat tajam saat malam Prom dikarenakan kebiasaan mengonsumsi alkohol setelah pesta telah menjadi tradisi siswa yg lulus.

Tapi yg sebenarnya lebih berbahaya itu adalah mengendara di jalan raya dlm keadaan tidak sadar meskipun tidak mabuk.