Friday, February 14, 2014

Lady Kelud

Gunung berapi meletup sudah bukan hal baru di tanah air. Jauh sebelum menjadi negara bernama Indonesia di Nusantara ini gunung-gunung berapi sudah sering bertingkah. Tercatat beberapa gunung yang letusannya hingar-bingar hingga ke mancanegara antara lain Krakatau pada tahun 1883 (yang abunya sempat mengotori langit Amerika Serikat dan penduduk Perth di Australia Barat bisa mendengar letusannya), Tambora pada tahun 1815 (ekses aktifitas vulkanis gunung ini sampai membuat Eropa dilanda musim dingin parah sehingga berimbas pada kesalahan prediksi cuaca Napoleon Bonaparte saat perang di Waterloo), serta kehebohan gunung berapi yang kelak membentuk Danau Toba sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu. Yang disebut terakhir malah tergolong sebagai ledakan supervolcano, dimana menurut para ahli modern letusan ini selain menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu (60 juta manusia), juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es!
Pagi ini, di depan kosan E7 Bulaksumur
Ah, gunung-gunung berapi Indonesia, selalu saja bisa menjadi headline nasional dan internasional. Dulu aktifitas Gunung Merapi juga sempat membuat pusat pemerintahan Mataram Hindu di Jawa Tengah-Yogyakarta dipindah ke Jawa Timur. Itulah sebabnya mengapa Candi Prambanan dan Candi Borobudur baru ditemukan di abad ke-18. Gila ya, bangunan sebesar candi saja sampai ketimbun berabad-abad lamanya karena Merapi batuk-batuk. Nah, masih sehubungan dengan Kelud, menurut data dari National Geographic gunung ini pada tahun 1586 pernah meletus hingga menyebabkan akhir dari masa kerajaan Majapahit yang termahsyur itu. Ini membuktikan bahwa faktor alam juga berpengaruh besar terhadap keruntuhan Majapahit, selain tentu juga karena melemahnya politik akibat perang saudara dan munculnya Demak sebagai kekuatan ekonomi baru di Jawa. Aktifitas gunung berapi  menyebabkan perubahan kontur lahan serta habitat hidup mahluk-mahluk di sekelilingnya. Sebegitu powerfulnya gunung berapi sampai-sampai belum ada teknologi manusia yang mampu membendung kekuatan tak terduga ini. Itulah sebabnya dalam kepercayaan kuno nenek moyang kita di Indonesia, gunung (utamanya gunung berapi) dianggap sebagai kediaman leluhur dan para dewa. Gunung disimbolkan sebagai pusat semesta atau Mandaragiri yang kemudian banyak digunakan oleh para pencari ilham untuk bertapa serta menyucikan diri.

Hari ini untuk kedua kalinya dalam hidup, saya mengalami apa yang disebut dengan nama "udan awu" alias hujan abu. Hujan abu yang sebelumnya terjadi pada bulan November 2010 adalah side-effect dari letusan Gunung Merapi. Wajar, karena saya hidup di Yogyakarta yang notabene terletak di kakinya. Nah, yang unik dari pengalaman udan awu kedua saya ini adalah karena Merapi justru anteng-anteng saja hari ini. Hujan abu yang menutupi seluruh kota Yogya bahkan hingga ke Solo dan Surabaya tersebut nyatanya adalah kiriman dari Gunung Kelud di Jawa Timur. Uniknya lagi, hujan abu kiriman ini jauh lebih heboh ketimbang hujan abunya Merapi kemarin, karena lebih lebat. 
Lukisan Ver Huell saat mengunjungi sebuah gunung berapi di Jawa pada tahun 1818.
Belanda negeri yang tak punya gunung, sehingga tidak heran banyak
pegawai kolonial yang dibuat tercengang-cengang oleh gunung-gunung di Hindia.
Pada lukisan yang disimpan di Museum VOC, Amsterdam ini, nampak
arca-arca Hindu-Buddha yang berada di lereng sebuah gunung berapi.
Hari ini saya mendapat sebuah hikmah. Semaju-majunya peradaban manusia, kita ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan kuasa-Nya. Siapa sih yang semalam menyangka bahwa Gunung Kelud akan meletus dan kemudian efeknya sampai dialami oleh warga Yogyakarta yang berjarak ratusan kilometer dari lokasi asalnya? Tadi subuh sekitar pukul 03.00 AM saya terbangun. Terbangun dengan begitu mendadak sehingga seakan-akan saya merasa seperti dibangunkan sesuatu. Tidak berapa lama setelah itu, ibu kosan saya mengetuk-ketuk pintu setiap anak kosan dan berseru "jendelanya ditutup, hujan abu!". Terus terang saya bingung, mengapa ini bisa terjadi di Jogja? 
"Oh Nasibku", mobil yang sedang parkir
di Pom Bensin samping KFC Sudirman
Saya turut berduka dan berempati bagi masyarakat yang hidup di sekitar area bencana Kelud. Demikian pula pada rekan-rekan di kota-kota lain yang terkena ekses abu vulkanis ini. Ingat, abu vulkanis bukanlah abu biasa. Abu vulkanis mengandung zat-zat kimia berbahaya yang dapat merusak tubuh. Oleh karena itu, mari kita semua berhati-hati serta sama-sama berdoa agar musibah ini cepat usai. Jika ada kabar gembira dari musibah ini, mungkin itu adalah karena di balik abu vulkanis, ada hadiah Tuhan berupa kesuburan tanah yang luarbiasa.
Oh ya, satu lagi. Kita cermati bahwa tepat setelah musibah Rokatenda, lalu Gunung Sinabung usai, langsung disusul lagi oleh Gunung Kelud. Ini berarti baik pemerintah dan rakyat Indonesia harus senantiasa waspada. Ayolah, kita sudah sejak zaman Hindu-Buddha lho punya track record bencana yang diakibatkan oleh aktifitas gunung berapi. Seharusnya bangsa ini bisa lebih sigap, mengutip kata guru geografi saya zaman SMP dulu: "alah bisa karena biasa".

Akhir kata, izinkanlah saya untuk berimajinasi, seperti biasa. Gunung-gunung berapi Indonesia ibarat "Lady Gaga". Mereka suka bikin sensasi dan tak terduga. Sejak zaman Lady Krakatau dan Lady Tambora. Baiklah Lady Kelud, ini giliran Anda beraksi. Tapi tolong, segera akhiri show ini, because life must go on.




Kamar kosan yang tertutup rapat agar abu vulkanis tidak masuk,
20:37
14 Februari 2014
Yogyakarta

No comments: