Monday, August 11, 2014

Tentang 1826

Suatu hari di apartemen Riverpark, kota kecil Athens, Ohio saat daun-daun mulai berguguran dan diri ini tengah kangen-kangennya dengan makanan Indonesia, saya dijamu oleh dua orang malaikat penolong bernama Nelly Martin dan Mila. Kak Nelly berasal dari Jakarta sedangkan kak Mila yang pernah mengikuti studi ke Australia sebelumnya berasal dari Gorontalo. Sebagai sesama perantau Indonesia di Amerika Serikat, saat itu status saya adalah seorang siswa pertukaran pelajar di Athens High School sementara kedua kakak yang saya kagumi tersebut sedang melanjutkan studi sebagai mahasiswa di Ohio University. Di sela-sela menyantap ayam kecap yang dimasak oleh keduanya, mengalirlah cerita-cerita masa lalu dari pengalaman hidup mereka yang memang jauh lebih banyak daripada saya. Anak SMA yang saat itu baru berumur 16 tahun ini pun duduk manis dengan mata berbinar, mulut sibuk mengunyah dan telinga siap mendengar bait-bait kenangan yang mereka lantunkan kembali.

Kak Nelly yang saat itu berstatus sebagai seorang pengantin baru mengisahkan bagaimana pertemuannya dengan sang suami yang adalah teman SMA-nya juga. Sambil sekali-sekali tersipu malu sendiri, ia bercerita bagaimana dirinya yang dulu bersuara lantang ini dapat menjalin kisah cinta dengan seorang anak remaja mesjid yang juga berbagi tanggal lahir yang sama dengannya. Kami tertawa-tawa siang itu, tidak hanya karena kisahnya yang unik namun juga karena gaya kak Nelly mendeskripsikan kejadian demi kejadian dengan serunya. Berbulan-bulan kemudian di saat kota Athens semakin ramai dengan kedatangan kakak-kakak pelajar Indonesia lainnya, kak Nelly yang selalu jadi pusat perhatian ini dijuluki sebagai tukang lenong, bukan sebagai ejekan namun sebagai apresiasi karena keunikannya dalam ber-storytelling.

Enam tahun kemudian, di bulan Mei saya berjalan keluar dari toko buku Gramedia Ambarrukmo Plaza seraya menggenggam sebuah buku. Buku itu berjudul 1826, pengarangnya bernama Nelly Martin. Saat membuka halaman demi halaman dan tenggelam di antara baris kata-katanya, saya pun tersenyum. Kisah yang serupa tapi tak sama dari seorang Nelly kini terhadir kembali di dunia Kelly.

Review 1826:

1826 berkisah tentang pengalaman seorang gadis muda bernama Kelly yang mengejar cita-citanya untuk bersekolah di Amerika Serikat. Kelly yang penuh ambisi demi mempersiapkan segala sesuatunya untuk belajar ke luar negeri terpaksa harus mendapat pukulan keras dengan kehilangan sang ayah yang amat ia cintai empat hari setelah keberangkatannya. Ia berjuang melawan kesedihan tersebut di tengah lingkungan, cuaca dan budaya baru yang acapkali menimbulkan salah pengertian. Di tengah-tengah kesibukan studi serta kehidupan pertemanannya di Ohio University, tiba-tiba seseorang dari masa lalu Kelly hadir kembali. Kelly dipaksa untuk berhadapan dengan berbagai macam pertimbangan dan pria-pria lainnya yang menunjukkan ketertarikan sebelum akhirnya memutuskan kepada siapa hatinya akan berlabuh.

Buku ini ditulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Perasaan-perasaan serta pikiran-pikiran yang dirasakan oleh Kelly terpapar jelas bagi pembaca. Dunia yang dilihat pun adalah dunia lewat mata Kelly yang digambarkan secara deskriptif; detail terkait ruangan kantor, kampus, teman-teman serta kota Athens yang ia tinggali terasa begitu hidup.Keunikan dari novel ini di tengah kumpulan novel-novel lain yang bercerita tentang kehidupan pelajar Indonesia di luar negeri maupun dilema kisah cinta yang bersemi di negara dengan empat musim terletak pada kekuatan penarasian Kelly. Nelly Martin berani keluar dari bayang-bayang Andre Hirata yang mengobral mimpi sebagai senjata sakti pelajar kampung dari Belitong untuk berkeliling dunia atau karya semi relijius Man Jadda Wa Jadda-nya Ahmad Fuadi. Meskipun berkisah mengenai pengalaman hidup dan belajar di negeri Paman Sam, Nelly tidak menonjolkan sisi tersebut sebagai fokus utama penceritaannya, ia malahbermain-main dengan kegalauan hati tokoh Kelly dalam menentukan pasangan dan sekali-sekali membuat pembaca iri oleh suguhan deskripsi Ohio University. Kisah cinta yang dijalin juga terbilang unik karena tidak biasa, tidak klise atau mendayu-dayu namun apa adanya. Sekilas gaya Nelly bertutur mirip para penulis muda teenlit yang berapi-api, namun dengan aksen yang lebih dewasa. Novel ini pada saat yang bersamaan juga menekankan arti penting spiritualitas sebagai motor penggerak kehidupan manusia. Misteri hidup-mati, jodoh, dan rezeki yang menjadi sentra karya ini mengajarkan kita hikmah dalam setiap keterbatasan kemampuan dan takdir-takdir mengejutkan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Beberapa hal yang kurang sreg bagi pembaca atas novel ini terletak pada repetisi momentum maupun kalimat yang terkadang menggantung. Meskipun tidak mengganggu isi novel, namun dari segi kebahasaan mengurangi sedikit unsur estetikanya. Terlepas dari semua itu, novel ini layak dibaca.

Kak Nelly, selamat atas kelahiran 1826 :) 


No comments: